Seorang pengunjung memindai kode batang (QR Code) melalui aplikasi PeduliLindungi sebelum memasuki kantor pemerintah daerah Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (1/11/2021). Aplikasi tersebut sempat dipersoalkan karena dinilai terlampau mudah diakses oleh nonp | ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/wsj.

Nasional

RUU PDP yang tak Kunjung Dimiliki Indonesia

Kehadiran undang-undang terkait PDP di Indonesia sangat dibutuhkan.

SLEMAN -- Tindak pencurian dan kebocoran data pribadi yang melanda lembaga pemerintah maupun swasta ramai diperbincangkan. Apalagi, Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) tidak kunjung dimiliki Indonesia.

Padahal, pada era siber seperti saat ini penyalahgunaan data pribadi tidak hanya berpotensi merugikan seseorang. Tindak pencurian data maupun kebocoran data yang terjadi bisa membahayakan keamanan hingga ke level negara.

CEO Naga CyberDefense, Roro Widiastuti mengatakan, untuk menjamin keamanan data pribadi tidak hanya diperlukan perangkat keras maupun perangkat lunak yang terpercaya. Namun, perlu didukung pula kekuatan dari sumber daya manusianya.

"Secanggih apapun hardware dan software yang dipakai seseorang, bila manusia sebagai subyek data masih ceroboh membagikan informasi pribadi kepada pihak lain, maka kebocoran data selalu akan terjadi," ujarnya, dalam seminar yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Sleman, Rabu (24/11).

Kepala Seksi Persandian Dinas Kominfo Kabupaten Sleman, Yusak Hendrawan menuturkan, Pemkab Sleman sendiri sebenarnya menginginkan agar RUU PDP bisa segera disahkan menjadi undang-undang. Sehingga, ada regulasi yang mengatur.

Yusak menekankan, kehadiran undang-undang terkait PDP di Indonesia sangat dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan atas regulasi yang komprehensif. Terutama, dalam rangka melindungi data pribadi sebagai bagian dari hak asasi manusia. "UU PDP juga akan menjadi dasar dalam upaya-upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus pelanggaran dan penyalahgunaan data pribadi," ujar Yusak.

Pengajar sains komputer di Yogyakarta Independent School (YIS), Elia Ekanindita menekankan, kegagalan dalam pemenuhan persyaratan keamanan data pribadi sangat berbahaya. Pasalnya, kegagalan itu berpotensi menimbulkan konflik model baru.

Ia menambahkan, data pribadi ini sangat berhubungan dengan people, process, and technology. Jadi, pencurian data yang menimpa sebuah perusahaan atau institusi bisa membawa dampak ekonomi atau politik yang bertransformasi menjadi konflik. "Bahkan di titik tertentu bisa melemahkan kekuatan keamanan negara bila rakyat dan pemerintah mengabaikan," kata Elia.

Saat ini Panja RUU PDP belum menemukan titik temu antara DPR dan pemerintah. Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Iqbal, mengatakan Panja masih terus melakukan diskusi.

"Memang ada perbedaan tentang pembentukan lembaga pengawas di mana kami menginginkan lembaga pengawas bersifat independen dan bertanggung jawab langsung ke Presiden sedangkan pemerintah ingin agar lembaga pengawas di bawah kementerian Kominfo, tetapi saya yakin akan ada titik temu untuk persoalan ini," kata Iqbal kepada Republika, Senin (22/11).

Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari, mengatakan sampai saat ini RUU PDP belum ada kemajuan. Terakhir, pemerintah dan DPR masih tarik ulur seputar posisi lembaga pengawas.

Pemerintah ingin lembaga pengawas di bawah Kemenkominfo, sedangkan DPR ingin lembaga pengawas independen. "Belum ada progress maju masalah tersebut," kata Abdul Kharis.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat