Menteri BUMN Erick Thohir meresmikan Pertashop di POnpes Nurul Qurán didampingi anggota Dewan Pertimbangan Presiden Habib Luthfi, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa, Dirut Pertamina Nicke Widyawati dan beberapa pejabat lainnya, Ahad (11/4).. | istimewa

Ekonomi

Pertamina Dukung Transisi Energi Melalui Peremajaan Kilang

Kementerian ESDM akan mendorong terus Pertamina menjalankan program mandatory biofuels berbasis hidrokarbon.

JAKARTA — Tren kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan petrokimia hingga 2030 diperkirakan masih akan terus meningkat. Di sisi lain, kapasitas kilang belum bisa memenuhi kebutuhan BBM maupun petrokimia. 

Direktur Utama PT Pertamina Kilang International (KPI) Djoko Priyono mengatakan, kebutuhan BBM diperkirakan mencapai 1,5 juta barrel oil per day (BOPD) hingga 2030, sedangkan kapasitas kilang saat ini 700 ribu BOPD atau ada gap 800 ribu BOPD. 

Sementara itu, kebutuhan petrokimia hingga 2030 mencapai 7.646 kilo ton per tahun. Saat ini, di dalam negeri baru bisa memproduksi produksi 1.000 kiloton per tahun. “Untuk mengatasi gap tersebut sekaligus menuju transisi energi, ada lima inisiatif di sektor energi dan petrokimia yang dilakukan KPI,” kata Djoko di Jakarta, Selasa (16/11).

Menurut Djoko, lima inisiatif adalah arah yang dilakukan jika terjadi penurunan konsumsi BBM, yakni konversi dari produk BBM ke bahan baku petrokimia hingga petrokimia. Sebelum 2020, Indonesia masih mengimpor solar. Dengan adanya B10-B20, hingga kini, tidak ada lagi impor solar dan avtur.

“Refinery Development Master Plan (RDMP) fokus pada gasoline pertaseries yang sampai 2030 diprediksikan masih ada gap sehingga beberapa Refinery Unit (RU) fokus pada gasoline pertaseries. Selain itu, kami juga meningkatkan kualitas produk dari Euro 2 ke Euro 5,” ujar Djoko.  

Untuk kilang Grass Root Refinery (GRR) Tuban diharapkan mampu memproduksi 30 persen kebutuhan petrokimia di dalam negeri. Pengembangan petrokimia juga dilakukan dengan meningkatkan produksi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), anak usaha KPI. Hal ini dilakukan apabila kebutuhan BBM bisa disubstitusi ke energi terbarukan.

“Akan di-convert ke petrokimia untuk kebutuhan dalam negeri. Apalagi, saat ini kebutuhan petrokimia dalam negeri 70 persen masih impor,” kata Djoko. 

Inisiatif lainnya, lanjut Djoko, KPI akan mengembangkan produk turunan kilang dan memperhatikan betul sampai produk downstream, seperti untuk bahan baku ban maupun parafin. Semua bahan baku ada di kilang untuk produk-produk tersebut sampai kepada end customer. KPI juga akan men-develop biorefinery, feedstock dari sawit.

“Ini dalam upaya mengantisipasi transisi energi, juga dalam rangka konversi apabila terjadi penurunan konsumsi BBM. Tentunya, akan sangat mengurangi current account deficit (CAD) pemerintah apabila petrokimia bisa diproduksi dalam negeri,” ujar Djoko.

Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis KPI Joko Widi Wijayanto mengatakan, berdasarkan data Pertamina Energy Institute, bisnis fuel akan menghadapi tantangan dengan gross margin 12 dolar AS per barel dan spread gas oil di posisi 17. Selain itu, ada gross margin di produk petrokimia. Sementara, harga minyak pada 2030 diperkirakan 54 dolar AS per barel. 

“Yang jelas, saat ini, ke depan bisnis BBM yang dikelola oleh refinery akan mengalami tantangan, yakni pergeseran demand akibat transisi energi dan gross margin masih tertekan,” kata Joko. 

KPI akan beradaptasi dengan merencanakan produksi petrokimia dari bahan baku yang dihasilkan kilang. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi tantangan yang akan dihadapi dalam bisnis BBM yang dikelola ke depan. Selain karena pergeseran demand akibat transisi energi, juga dipengaruhi gross margin bisnis pengolahan BBM yang masih tertekan.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, Kementerian ESDM akan mendorong terus Pertamina menjalankan program mandatory biofuels berbasis hidrokarbon yang sudah tertuang dalam roadmap hingga 2030. 

Pada September 2021, Menteri ESDM Arifin Tasrif meluncurkan bioavtur untuk pesawat terbang yang sekaligus menunjukkan Indonesia sudah bisa memproduksi bioavtur dengan teknologi sendiri. “Untuk berbasis hidrokarbon, di Plaju output-nya bioavtur. Di Cilacap sedang berjalan, termasuk pengembangan katalis di Cikampek,” kata Dadan. 

Menurut Dadan, beberapa hal yang disiapkan terkait pemanfaatan green fuel dengan kilang adalah menyusun timeline persiapan implementasi beyond B30, menyepakati spesifikasi pencampuran untuk beyond B30, memastikan ketersediaan feedstock, dan kesiapan badan usaha. 

Selain itu, memastikan industri penunjang, mempersiapkan regulasi pendukung, mempersiapkan roadtest yang melibatkan stakeholder terkait, serta memastikan ketersediaan pendanaan atau insentif, infrastruktur pendukung, dan melakukan sosialisasi secara masif.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat