Pelajar turun dari perahu dan berjalan menuju daratan di pelabuhan Depapre, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua, Rabu (13/10). Pelabuhan Depapre menjadi akses utama bagi pelajar dan warga dari Kampung Tablanusu, Kampung Kendate, Kampung Endokisi da | Republika/Thoudy Badai

Kabar Utama

BPS: Semua Dimensi Pembangunan Manusia Meningkat

Menurut BPS, kenaikan IPM terjadi di seluruh dimensi penyusunan dan di seluruh provinsi.

JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks pembangunan manusia (IPM) pada 2021 naik 0,49 persen menjadi 72,29 atau berada dalam kategori tinggi. Menurut BPS, kenaikan IPM terjadi di seluruh dimensi penyusunan dan di seluruh provinsi.

Ada tiga dimensi yang diukur BPS dalam menghitung IPM, yaitu dimensi umur panjang dan hidup layak, dimensi pengetahuan, dan dimensi standar hidup layak. "Kenaikan IPM didorong meningkatnya semua dimensi. Sejak 2016, IPM Indonesia sudah berstatus tinggi," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Senin (15/11).

Margo menjelaskan, kenaikan IPM tahun ini berbeda dengan 2020. Pada tahun lalu, peningkatan IPM hanya didukung oleh peningkatan pada dimensi umur panjang dan hidup sehat dan dimensi pengetahuan. Sedangkan dimensi standar hidup layak mengalami penurunan.

Pada 2021, dimensi hidup layak yang diukur berdasarkan rata-rata pengeluaran riil per kapita (yang disesuaikan) meningkat 1,30 persen menjadi Rp 11,16 juta per tahun. "Kondisi ini menunjukkan bahwa setelah lebih dari satu tahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia, pengeluaran riil per kapita mulai meningkat kembali," kata Margo.

 Peningkatan IPM pada dimensi standar hidup layak terjadi seiring adanya perbaikan kinerja perekonomian. Hal itu berpengaruh positif terhadap indikator konsumsi riil per kapita.

Dari sisi dimensi umur panjang dan hidup sehat, Margo menyebut, bayi yang lahir pada 2021 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 71,57 tahun, lebih lama 0,10 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya. Margo menjelaskan, umur harapan hidup saat lahir (UHH) yang merepresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Selama periode 2010 hingga 2021, UHH telah meningkat sebesar 1,76 tahun atau rata-rata tumbuh sebesar 0,23 persen per tahun. Pada 2010, UHH Indonesia adalah 69,81 tahun dan pada 2021 mencapai 71,57 tahun.

Peningkatan IPM juga terjadi pada dimensi pengetahuan yang dibentuk oleh dua indikator. Kedua indikator itu adalah harapan lama sekolah (HLS) penduduk usia 7 tahun dan rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk usia 25 tahun ke atas. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Badan Pusat Statistik (bps_statistics)

Penduduk berusia 7 tahun memiliki harapan lama sekolah atau dapat menjalani pendidikan formal selama 13,08 tahun. Ini hampir hampir setara dengan lamanya waktu untuk menamatkan pendidikan hingga setingkat Diploma I. Angka itu meningkat 0,10 tahun dibandingkan 2020 yang mencapai 12,98 tahun. Sementara itu, rata-rata lama sekolah penduduk umur 25 tahun ke atas meningkat 0,06 tahun, dari 8,48 tahun menjadi 8,54 tahun pada tahun 2021.

Berdasarkan provinsi, BPS menyatakan, peningkatan IPM tahun 2021 terjadi di seluruh provinsi. Status pembangunan manusia tertinggi terdapat di Ibu Kota Jakarta dengan angka 81,11 poin. "Status DKI Jakarta termasuk sangat tinggi," kata dia.

Sebaliknya, Papua memiliki tingkat pembangunan manusia terendah dengan angka 60,62 poin. Level tersebut masuk dalam status sedang.

Menurut Margo, sejak 2018 tidak ada lagi provinsi dengan status pembangunan manusia yang rendah, setelah status pembangunan manusia di Provinsi Papua meningkat dari rendah menjadi sedang.

Belum normal

Direktur Eksekutif INDEF Ahmad Tauhid menilai, peningkatan IPM 2021 belum kembali ke level normal. Menurut dia, angka pengeluaran per kapita per tahun yang menjadi salah satu dimensi IPM masih belum kembali ke angka sebelum pandemi Covid-19.

"Kalau lihat riilnya memang belum bisa kembali normal ke posisi 2019. Itu yang menyebabkan kenapa kita pertumbuhan komponen IPM-nya naik tapi sedikit. Karena masih turun dan belum kembali normal," kata Tauhid kepada Republika, kemarin.

Tauhid menjelaskan, dari semua indikator IPM yang ada, yang mengalami penurunan secara drastis akibat pandemi adalah pengeluaran per kapita per tahun. Menurut dia, angka Rp 11.156.000 yang didapatkan pada tahun ini belum kembali ke angka sebelum pandemi Covid-19. Pada 2019, angka tersebut berada di Rp 11.299.000 dan turun menjadi Rp 11.013.000 pada 2020.

"Pengeluaran ini sangat terkait dengan pendapatan. Pendapatan itu sangat terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Ketika ekonomi kita turun pada 2020, otomatis pendapatan masyarakat secara umum turun dan 2021 ada sedikit peningkatan," jelas dia.

Untuk dimensi atau indikator lainnya seperti umur harapan hidup, Taufik menilai angkanya tidak pernah turun dalam beberapa tahun terakhir. Sebelum pandemi, indeks dimensi tersebut berada di angka 71,34, pada 2020 naik menjadi 71,47 dan pada 2021 kembali meningkat menjadi 71,57. Menurut dia, hal serupa juga terjadi di angka rata-rata lama sekolah.

"Kenapa satu indikator dan indikator lainnya beda, karena indikator pengeluaran perkapita itu sangat sensitif terhadap kondisi ekonomi. Beda dengan angka harapan lama sekolah. Ekonomi turun, orang masih bisa sekolah, karena subsidi pemerintah masih ada. Walaupun pandemi, mereka masih bisa sekolah," kata dia. 

photo
Kader PKK mengukur tinggi badan anak di Posyandu Angger 2, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Senin (25/10/2021). Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui kader PKK melakukan pendeteksian dini dan memberikan nutrisi untuk mengejar target Jabar Zero New Stunting pada tahun 2023. - (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai, peningkatan IPM sebesar 0,49 persen belum mencerminkan faktor pemerataan ekonomi. Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan, pendapatan per kapita tidak bisa dijadikan acuan tunggal kualitas IPM, sehingga diperlukan perbandingan indikator lainnya.

“Jika ada kenaikan pendapatan di daerah perlu dicek dulu apakah angka ketimpangannya tinggi. Kondisi ini kerap terjadi pada daerah yang kaya sumber daya alam (SDA)> Ketika 2020-2021 terjadi commodity boom, banyak OKB (orang kaya baru) di daerah penghasil batu bara dan sawit,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Senin (15/11).

Bhima juga menilai kenaikan IPM belum menentukan kualitas infrastruktur dan pendidikan. Hal ini karena kenaikan harga komoditas yang saat ini terjadi dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat kelompok 20 persen teratas.

“Selama masa pandemi juga terjadi kenaikan orang kaya baru sebanyak 65 ribu orang. Banyak juga yang mendadak kaya dari teknologi digital, tapi di sisi lain kehadiran internet hanya memberikan efek kenaikan pendapatan terhadap satu persen keluarga miskin,” katanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat