Foto udara suasana permukiman warga yang terendam banjir di Desa Karangligar, Karawang, Jawa Barat, Jumat (5/11/2021). | ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/YU

Opini

Sains Islam Sumber Daya Air

Dalam sejarah peradaban Islam, muncul banyak ilmuwan yang menekuni sains dan teknologi sumber daya air.

FAHMI AMHAR, Peneliti Utama Badan Informasi Geospasial

Musim hujan telah tiba. Ini pertanda berita banjir akan mulai muncul di mana-mana. Yang sudah terjadi adalah genangan berhari-hari di Sintang (Kalbar) dan banjir bandang di Malang, Jawa Timur.  Hampir semua karena deforestasi.

Fakta itu dibenarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Di Twitter ia menulis bahwa “Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi”.

Ilmuwan Muslim mempelajari fenomena air dimotivasi, baik oleh dalil-dalil umum maupun khusus. Dalil umum, misalnya QS al-Baqarah ayat 164.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

 

 
Karena air perlu untuk membersihkan hadas dan najis (menjaga agama) maka sains dan teknologi mendatangkan air yang suci dan menyucikan wajib pula.
 
 

 

Kemudian secara khusus, fenomena air dikaji dalam tiga jenis ontologi. Ontologi adalah bagian filsafat ilmu yang membahas keberadaan sesuatu yang konkret.

Pertama, ontologi maqashid. Islam memiliki satu set syariah untuk menjaga jiwa, agama, harta, akal, dan keturunan. Karena air mutlak untuk menjaga jiwa, sains dan teknologi menghadirkan air minum yang sehat wajib pula.

Karena air perlu untuk membersihkan hadas dan najis (menjaga agama) maka sains dan teknologi mendatangkan air yang suci dan menyucikan wajib pula.

Karena pengaturan air perlu untuk menjaga lahan pertanian agar tidak rusak oleh kekeringan ataupun kebanjiran (menjaga harta), maka sains dan teknologi mengatur air penyiram tanaman wajib pula. Kaidah fikih yang dipakai adalah Ma la Yatimmu al-Wajibu illa bihi fa Huwa Wajib.

Kedua ontologi implisit. Ada dalil terkait pengaturan sumber daya, seperti hadis “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Untuk mewujudkan agar aturan ini terlaksana, perlu sains dan teknologi untuk melakukan eksplorasi, instalasi, ataupun eksploitasi sumber daya itu secara ekonomis, efisien, dan berkelanjutan. Di hadis itu, padang rumput mewakili sumber daya hayati seperti hutan, sedangkan api mewakili sumber daya energi seperti migas.

 

 
Jadi ketika siklus itu terganggu, pasti akan berpengaruh pada kuantitas ataupun kualitas air.
 
 

 

Ketiga, ontologi eksplisit. Semisal di QS al-Waaqi’ah ayat 68-70. “Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, mengapakah kamu tidak bersyukur?"

Kemudian di QS al-Mu’minuun ayat 18, dikatakan bahwa siklus air itu ada ukurannya. “Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.“

Jadi ketika siklus itu terganggu, pasti akan berpengaruh pada kuantitas ataupun kualitas air.

Air bisa hilang atau jadi asin, dalam arti tak layak lagi diminum. Siklus air ini juga terkait tanaman. Maka Islam sangat mendorong agar setiap mukmin menanam, bahkan seandainya hari kiamat sudah di depan mata.

“Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan kalian ada sebuah tunas, jika ia mampu untuk menanamnya, tanamlah.” (HR. Bukhari & Ahmad).

Dalam al-Jami’ al-Kabir karya al-Suyuthi, anjuran tersebut juga dikatakan oleh Umar bin Khathab kepada seseorang tua renta dalam riwayat berikut, “Aku mendengar Umar bin Khathab berkata kepada bapakku.“

‘’Apa yang menghalangimu menanami lahanmu?” Bapakku berkata, “Aku tua renta yang akan mati besok.” Umar berkata, “Kuyakinkan Kau harus menanamnya.”

Kerusakan siklus air berakibat air tercemar, air langka (kekeringan) atau air berlebih (banjir).

 

 
Konversi lahan yang kurang memperhatikan ruang terbuka hijau berakibat erosi, sungai mendangkal, dan menyebabkan banjir luapan. 
 
 

Sebagian kerusakan ini akibat perbuatan manusia. Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali. (QS Ar-Rum ayat 41).

 

Tekanan ekonomi dalam sistem kapitalisme liberal memunculkan fenomena pertambangan dan penebangan hutan ilegal, atau konversi lahan secara legal, tetapi ugal-ugalan, yang berakibat deforestasi akut, yang bisa menyebabkan banjir bandang.

Konversi lahan yang kurang memperhatikan ruang terbuka hijau berakibat erosi, sungai mendangkal, dan menyebabkan banjir luapan. Di perkotaan, tata ruang minimalis dan derap pembangunan kota mengurangi resapan, ditambah sampah di badan air, sehingga terjadi banjir kota.

Dan di daerah pantai, penurunan tanah (land subsidence) ditambah naiknya paras laut karena pemanasan global, memunculkan banjir rob. Kini banjir rob sudah terjadi di banyak kota. Presiden Amerika sampai menyebut Jakarta adalah “the sinking city” (kota yang tenggelam).

Dalam sejarah peradaban Islam, muncul banyak ilmuwan yang menekuni sains dan teknologi sumber daya air.

Aḥmad al-Farghani (805–870 M) adalah astronom, yang juga mempelajari sifat-sifat air sungai sesuai siklus astronomi. Al-Farghani membangun nilometer di Mesir untuk membuat prediksi banjir Sungai Nil.

 
Bila kaum mukminin mempelajari sains dan teknologi lalu menerapkannya secara benar, tentu mereka akan meraih kejayaan yang berkah.
 
 

 

Abdurrahman al-Khazini (abad 11-12 M) menulis kitab Mizan al-Hikmah. Di dalamnya tampak pemikiran tentang siklus air, hidrostatik, tekanan udara, pengaruh suhu, dan landasan meteorologi.

Al-Khazini mengembangkan lebih lanjut fisika hidrostatik Archimedes (287-212 SM). Ismail al-Jazari (1136–1206 M) menulis Kitab Fii Ma’rifat al Hiyal al-Handasiya.

Di dalamnya ada 50 inovasi teknis, yang terutama adalah mekanisme roda gigi untuk menaikkan air, pompa air dan dasar-dasar robotika (mesin automatis), semisal berdasarkan waktu atau terpenuhinya kriteria (keran air menutup bila air penuh).

Mimar Sinan (1488–1588 M) adalah arsitek Utsmani, pencipta enam aquaduct besar di berbagai wilayah.

Benarlah firman Allah, bila kaum mukminin mempelajari sains dan teknologi lalu menerapkannya secara benar, tentu mereka akan meraih kejayaan yang berkah.

Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS al-A’raf :96). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat