Pengendara motor tergelincir saat melintasi jembatan darurat di Desa Murung B, Kecamatan Hantakan, Kalimantan Selatan, Senin (8/11/2021). Jembatan darurat berbahan kayu dan bambu tersebut menjadi jembatan sementara untuk aktivitas warga Desa Murung B dan | ANTARA FOTO/Bayu Pratama S

Kabar Utama

KLHK: 2.000 DAS Alami Kerusakan

Kerusakan DAS juga dialami di aliran sungai-sungai besar, seperti Sungai Kapuas dan Bengawan Solo.

JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan, ada sebanyak 2.000 daerah aliran sungai (DAS) dari sekitar 17 ribu DAS di Indonesia mengalami kerusakan. Kerusakan DAS juga dialami di aliran sungai-sungai besar, seperti Sungai Kapuas dan Bengawan Solo. 

Para pakar sebelumnya menyebut kerusakan DAS menjadi salah satu penyebab banjir yang belakangan terjadi di sejumlah wilayah. Selain kerusakan DAS, faktor lainnya adalah adanya alih fungsi lahan. 

Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai (PEPDAS) KLHK Saparis Soedarjanto mengatakan, adanya perubahan wilayah sudah pasti berdampak pada DAS di sekitarnya. Kendati demikian, ia menyebut kerusakan DAS tidak hanya disebabkan peralihan lahan. Ada sejumlah kriteria indikator lainnya, seperti faktor sosial, ekonomi, faktor pembangunan wilayah, dan pembangunan infrastruktur. 

Ia menambahkan, KLHK memiliki unit pelaksana teknis berupa balai pengelolaan DAS yang tersebar di 34 provinsi. Menurut dia, UPT tersebut sudah menyampaikan kajian dan usulan mengenai kerusakan DAS kepada pemerintah daerah. "Tapi kan kita enggak bisa memaksa, tergantung mereka, karena kita bukan pemangku kawasan DAS. Kita hanya mengoordinasikan," kata Saparis kepada Republika, Senin (8/11). 

photo
Warga melintasi banjir yang merendam kawasan Kebon Pala, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta, Senin (8/11/2021). Banjir yang disebabkan meluapnya sungai Ciliwung itu mulai surut. - (Prayogi/Republika.)

Saparis mengatakan, kerja sama dengan para pemangku kepentingan terkait telah dilakukan, antara lain dengan Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kerja sama itu salah satunya mengenai berbagi data yang relevan berbasis bencana, khususnya banjir dan longsor.

Namun demikian, dia tak memungkiri masih ada kelemahan di berbagai sektor. Salah satunya pembangunan yang tak sejalan dengan upaya konservasi. Menurut dia, KLHK berupaya memberikan asistensi agar pembangunan disertai dengan konservasi. 

"Misalnya pembangunan di lokasi rawan banjir, kita identifikasi. Dan dengan adanya upaya konservasi tanah dan air, bisa berkurang koefisien limpasannya, berarti bisa mencegah banjir. Seberapa besar pengurangannya kita identifikasi," ujarnya.

Mengenai banjir bandang yang menimpa sejumlah daerah belakangan ini, menurut dia, hal tersebut karena jebolnya bendung alami. Bendung alami bisa jebol karena ada limpasan besar yang masuk ke sungai hingga menyebabkan pengikisan di sisi kiri dan kanan sungai. 

Pengikisan itu, kata dia, menyebabkan pohon-pohon di sekitarnya tumbang. "Kombinasi dari endapan erosi, robohan pohon, batu-batu di situ bendung-bendung alami, kan enggak stabil dia. Suatu saat dia bisa jebol. Walaupun hujan sedikit-sedikit, bisa jebol.  Begitu jebol, ya sudah," ungkapnya

Oleh karena itu, ia melihat upaya-upaya pencegahan seperti susur sungai yang terprogram perlu dilakukan. Susur sungai dilakukan untuk melihat sumbatan-sumbatan tersebut. "Sumbatannya harus dibongkar, jangan sampai menumpuk," ungkapnya.

Ia mengatakan, hal lain yang telah dilakukan KLHK adalah merehabilitasi lahan serta membangun persemaian modern dan persemaian permanen. Hal yang tak kalah penting, ujar dia, adalah mengajak masyarakat untuk terlibat menanam. "Selain itu, kolaborasi dengan BMKG juga sudah dilakukan," katanya. 

Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta KLHK tegas memberlakukan larangan alih fungsi lahan. Langkah itu perlu diambil mengingat adanya musibah banjir besar di sejumlah daerah yang menimbulkan korban jiwa. Banjir tersebut ditengarai merupakan akibat dari alih fungsi lahan serta kerusakan dan penggundulan hutan.

photo
Suasana kawasan resapan yang beralih fungsi menjadi kawasan permukiman di Kawasan Bandung Utara (KBU), Jawa Barat, Selasa (29/6/2021). Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat mencatat, ada sekitar 77 ribu hektare lahan kritis di wilayah KBU yang terjadi akibat masifnya alih fungsi lahan baik menjadi kawasan perumahan maupun bangunan komersil lainnya. - (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

"Saya meminta pemerintah, dalam hal ini KLHK dan Dinas Lingkungan Hidup, mencari solusi bersama untuk mengatasi persoalan tersebut dengan melakukan reboisasi. Selain itu, berfokus pada perbaikan lahan-lahan kritis di tepi sungai dan merelokasi penduduk yang bermukim di bantaran sungai," kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini, Senin. 

Bamsoet juga meminta komitmen KLHK untuk terus melakukan sejumlah upaya mitigasi dalam mencegah bencana yang sama berulang akibat kerusakan lahan. Ia menyarankan KLHK untuk memasang early warning system di kawasan hulu, mengembalikan fungsi DAS sebagaimana mestinya, serta melakukan kegiatan konservasi di kawasan DAS tersebut.

Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga ia sebut harus menaruh perhatian terhadap pembenahan pengalihan lahan, khususnya alih fungsi lahan yang menjadi area permukiman, perkebunan, dan sawah. Bamsoet mengatakan, hal tersebut perlu menjadi perhatian karena 90 persen luas hutan lindung sudah menjadi lahan pertanian. 

Perubahan dan konversi lahan tersebut menyebabkan jenis tutupan lahan berubah. "Hal itu merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan daerah aliran sungai," ujarnya.

Bamsoet menambahkan, KLHK bersama BPN dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga perlu memetakan daerah-daerah dengan lahan kritis untuk mengetahui titik-titik mana saja yang memiliki potensi bencana. "Kemudian segera membenahinya," kata Bamsoet. 

Musibah banjir bandang salah satunya terjadi di Kota Batu, Jawa Timur. Banjir bandang yang terjadi pada Kamis (4/11) sore menerjang delapan desa. Musibah itu menyebabkan tujuh korban jiwa. 

Gangguan ekosistem

Guru Besar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Suratman, mengatakan, banjir bandang yang melanda Kota Batu menunjukkan adanya gangguan terhadap ekosistem di sana. Banjir tersebut merupakan peringatan dari ekosistem yang terganggu oleh manusia.

Ia mengatakan, gangguan ekosistem akibat alih fungsi lahan oleh manusia menjadi salah satu pemicu terjadinya banjir bandang di Kota Batu. Banjir terjadi karena adanya desakan penggunaan lahan untuk pertanian maupun permukiman.

Pengaruh tekanan penduduk dalam penggunaan lahan tidak lagi sesuai dengan daya dukung lingkungan dan kemampuan lahan. Para pemangku kepentingan harus bisa memastikan daerah resapan air atau kawasan lindung memiliki banyak pepohonan. "Jadi, harus mengendalikan keterbukaan lahan dan ada konservasi," kata Suratman. 

Dari sisi sistem tanah, kata Suratman, Kota Batu memiliki bentang lahan yang rentan banjir. Banyak wilayahnya berupa lereng-lereng dan perbukitan. Selain itu, ada banyak kawasan dengan kemiringan di atas 40 derajat dengan tanah yang cukup tebal.

photo
Foto udara lokasi tambang pasir di kaki Gunung Galunggung, Desa Mekarjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (26/1/2021). Sebagian lahan pertanian di kawasan tersebut telah beralih fungsi menjadi kawasan tambang pasir sejak tahun 2000. - (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

Beberapa kondisi tersebut merupakan pemicu banjir. Kondisi Kota Batu yang dingin dan lembap menjadikan pelapukan massa batuan tanah aktif. Saat hujan deras, hal itu mengakibatkan banjir dapat membawa material lumpur dan sampah.

Material vulkanis yang subur, ujar dia, secara ekonomi memang menggiurkan, tetapi risiko bencananya mengkhawatirkan. Dengan isu perubahan iklim, Indonesia patut waspada, apalagi adanya hujan ekstrem dan faktor daerah pegunungan dengan elevasi tinggi.

Kewaspadaan perlu semakin ditingkatkan karena Indonesia memiliki curah hujan lebih dari 3.000 milimeter per tahun. "Indonesia, dengan banyak gunung vulkanis dan tingginya proses alih fungsi lahan, perlu menjadi sesuatu yang harus diwaspadai. Ini menjadi peringatan, terutama di Pulau Jawa. Harus waspada karena banyak wilayahnya yang memiliki kondisi serupa dengan Batu sehingga rentan banjir," ujar Suratman.

Hulu Sungai

Perum Perhutani bersama Pemerintah Kota Batu, TNI-Polri, dan para pemangku kepentingan terkait lainnya akan memperbaiki kualitas lahan di hulu sungai. Perbaikan dilakukan setelah sejumlah wilayah di Kota Batu terkena banjir bandang pada Kamis (4/11) sore. 

Kepala Divisi Pengelolaan Hutan Perum Perhutani, Bambang Jurianto menyatakan, perbaikan kualitas lahan di hulu sungai akan menjadi fokus instansinya. "Kemudian terkait pembukaan lahan ini terkait dengan kebutuhan masyarakat digunakan untuk lahan apa, ini kita masih akan mengecek. Hasilnya akan kita sampaikan lebih lanjut," ucap Bambang kepada wartawan di Kota Batu.

photo
Warga melewati tumpukan kayu-kayu yang menyumbat dan merusak salah satu jembatan penghubung antardesa di Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (7/4/2021). Menurut Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), banjir bandang dan tanah longsor yang melanda di sejumlah wilayah di NTT dipicu kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan, pertambangan, dan pembalakan liar. - (ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO)

Jika ada laporan warga yang membuka lahan secara ilegal, Perhutani akan melakukan pembinaan. Ia menekankan, warga yang bersangkutan harus mau bekerja sama untuk memperbaiki lingkungan. Dengan demikian, menurut dia, kegiatan reboisasi dan mengutuhkan kebutuhan hutan dapat terwujud.

Bambang mengeklaim, Perhutani rutin melakukan pendataan kondisi lahan di hutan. Ia pun menyebut tidak ada pengurangan lahan dalam beberapa tahun terakhir. 

Menurut dia, Perhutani akan berusaha agar pengurangan lahan tidak meningkat ke depannya. "Perhutani juga selalu melakukan reboisasi setiap saat di hutan. Kami menanam berbagai jenis pohon setiap tahunnya, seperti pinus, mahoni, dan sebagainya, guna mencegah bencana longsor dan sebagainya," kata Bambang. 

Pengawasan terhadap lahan juga dilakukan dengan patroli rutin. "Nanti akan kita tingkatkan lagi kesadaran warga terkait pentingnya hutan untuk air, udara, dan kesejahteraan masyarakat," katanya menjelaskan.

Banjir bandang menerjang delapan desa di Kota Batu pada Kamis (4/11) sore. Banjir menyebabkan 124 kepala keluarga terdampak, 43 rumah rusak, dan 32 rumah bekas terendam lumpur. Adapun korban jiwa akibat musibah tersebut sebanyak tujuh orang. 

Pemerintah Kota (Pemkot) Batu menyatakan, masih melakukan pendataan masyarakat yang menetap di sekitar bantaran sungai. 

photo
Tim SAR Dog Jawa Timur melakukan pencarian korban banjir bandang di tumpukan material banjir bandang di Sungai Anak Kali Brantas, Kota Batu, Jawa Timur, Sabtu (6/11/2021). Tim SAR Dog Jawa Timur melakukan penyisiran di sungai tersebut guna mencari titik dugaan korban banjir bandang yang masih belum ditemukan. - (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)

Wakil Wali Kota Batu, Punjul Santoso mengatakan, pihaknya harus mengetahui jumlah warga yang tinggal di bantaran sungai terlebih dahulu, sebelum mengambil kebijakan untuk membangun ulang rumah warga terdampak atau melakukan relokasi. 

Ia menegaskan, jika ingin membangun ulang di lokasi sama, harus dipastikan kondisi tanah dalam keadaan baik. "Kalau kita bangun, memungkinkan atau tidak tanah yang sudah tergerus itu dibangun lagi. Kemudian kalau memang perlu, kami akan membangunkan hunian sementara," kata Punjul kepada wartawan di Kota Batu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by BPBD Kota Batu (bpbd.kotabatu)

Sementara itu, Pemerintah Kota Malang belum memutuskan untuk merelokasi rumah warga yang berada di daerah aliran sungai (DAS) Brantas. Hal ini diungkapkan Wali Kota Malang Sutiaji setelah sejumlah rumah ikut terdampak banjir akibat aliran deras di Sungai Brantas, Kamis (4/11).

Sutiaji mengaku, pihaknya belum membicarakan kebijakan relokasi lebih lanjut untuk rumah warga yang terdampak. "Sudah ada rencana, tapi kita mencarikan relokasinya itu yang lokasinya tidak jauh," kata Sutiaji, di Kota Malang, kemarin. 

Menurut Sutiaji, Pemkot Malang sebenarnya memiliki lahan yang bisa dibangun rumah relokasi. Beberapa di antaranya di wilayah Sukun dan Kedungkandang, Kota Malang. Namun, Sutiaji tidak yakin warga yang terdampak mau dipindahkan ke tempat-tempat tersebut karena relatif jauh. "Dan sementara namanya kadang seperti kerusakan di DAS, APBD juga tidak bisa berbuat banyak," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat