
Ekonomi
UMKM Desak Penurunan Harga Minyak Goreng
Ekonom yakin pemerintah dapat mengendalikan kenaikan harga minyak goreng.
JAKARTA -- Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) mendesak pemerintah untuk melakukan intervensi terhadap kenaikan harga minyak goreng. Akumindo menilai komoditas minyak goreng adalah bahan baku produksi yang sangat strategis bagi usaha mikro, kecil, dan menengah di sektor makanan.
"Akumindo menolak kenaikan harga minyak goreng yang terjadi. Kami mendesak Kementerian Perdagangan segera intervensi terhadap harga-harga bahan pokok," kata Ketua Umum Akumindo Ikhsan Ingratubun kepada Republika, Selasa (2/11).
Menurut Ikhsan, pemerintah tidak bisa melepaskan harga komoditas pangan pokok kepada mekanisme pasar karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat. Terlebih lagi, ujarnya, UMKM saat ini baru kembali meningkatkan kegiatan usaha seiring penurunan laju penyebaran Covid-19.
Ikhsan menilai pemerintah cukup berhasil dalam mengendalikan penyebaran virus korona sehingga berdampak pada pertumbuhan usaha mikro dan kecil. Namun, kenaikan harga-harga bahan pokok dalam beberapa waktu terakhir justru memberikan dampak kontraproduktif bagi UMKM.
"Tidak bisa dan tidak benar harga pangan diserahkan kepada mekanisme pasar. Itu keliru karena produsen bisa semena-mena terhadap pengusaha mikro dan kecil," kata Ikhsan.
Sesuai acuan Kementerian Perdagangan, harga minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 11 ribu per liter. Sementara itu, mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) pada Selasa (2/11), rata-rata harga minyak goreng curah secara nasional dihargai Rp 16.800 per kg.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah meminta pemerintah untuk segera turun tangan menangani tingginya harga minyak goreng. Ia menilai kenaikan harga tersebut dapat dikendalikan karena pemicu utamanya bukan dari keterbatasan produksi, melainkan permintaan global minyak sawit (CPO) yang cenderung meningkat.
"Harus ada penegakan harga acuan minyak goreng, apa pun instrumennya. Tapi, harus adil dan tidak membebani pengusaha agar tidak menjadi disinsentif bagi industri minyak sawit," kata Rusli.
Rusli mengatakan, kenaikan harga CPO yang merupakan bahan baku dari minyak goreng bermula dari adanya ketidakseimbangan produksi minyak bumi secara global. Permintaan minyak bumi melonjak seiring masuknya musim dingin. Pasar pun kemudian mencari alternatif minyak nabati, salah satunya CPO.
"Pemerintah harus bisa intervensi di industri CPO agar harganya terkendali sehingga bisa menurunkan harga produk turunan, khususnya minyak goreng," kata Rusli.
Pemerintah harus bisa intervensi di industri CPO agar harganya terkendali sehingga bisa menurunkan harga produk turunan, khususnya minyak goreng.
Menurut Rusli, hal itu cukup adil karena industri sawit tetap bisa meningkatkan keuntungan dari pangsa pasar ekspor. "Pemerintah harus jeli mempertimbangkan kepentingan pengusaha, tapi juga konsumen dalam negeri harus dibantu," ujar dia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan, langkah menaikkan acuan harga minyak goreng bisa menjadi opsi kebijakan pemerintah. Meski begitu, dia menegaskan, pemerintah masih mengkaji berbagai opsi untuk melakukan intervensi pasar.
"Bisa saja (penyesuaian harga), tapi belum tentu. Yang penting saat ini dengan daya beli masyarakat yang rendah bisa tersedia minyak goreng dengan harga terjangkau," kata Oke.
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengusulkan agar pemerintah mengevaluasi besaran acuan harga minyak goreng. Hal itu seiring terus melonjaknya harga bahan baku minyak sawit yang berdampak pada kenaikan harga minyak goreng di tingkat konsumen.
Ketua Umum GIMNI Bernard Riedo menilai acuan harga minyak goreng perlu dibuat fleksibel terhadap perubahan harga pasar. "Permintaan itu telah disampaikan GIMNI sebelum adanya kenaikan harga CPO saat ini," kata Bernard.
Bernard menegaskan, kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri murni akibat kenaikan harga CPO. Dia menyebut harga CPO saat ini sudah mencapai Rp 15 ribu per liter.
Meski demikian, Bernard memastikan produsen minyak goreng dalam negeri saat ini tidak mengalami defisit. Pasokan minyak sawit tersedia sesuai kebutuhan dalam negeri bahkan untuk pasar luar negeri.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.