Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo tiba di Kantor PBNU di Jakarta, Kamis (28/1/2021). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Kapolri: Presisi Mengharuskan Polri tidak Antikritik

Konsep ini untuk menjawab segala bentuk kritik publik dengan mengutamakan cara-cara yang humanis di masyarakat.

JAKARTA -- Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, kembali menegaskan institusi kepolisian yang tak akan lagi tipis kuping dalam menjawab kritik dari publik. Konsep Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan) yang ‘diagungkan’ oleh Polri pada masa kepemimpinan Sigit adalah strategi umum bagi seluruh kepolisian di semua level.

Konsep ini untuk menjawab segala bentuk kritik publik dengan mengutamakan cara-cara yang humanis di masyarakat. “Semangat mengusung konsep Presisi, untuk mewujudkan anggota kepolisian yang tegas, tetapi tetap mengutamakan pendekatan yang humanis,” ujar Sigit dalam siaran pers yang diterima wartawan, di Jakarta, Rabu (20/10). 

Menurut dia, konsep Presisi tersebut bertujuan mengubah institusi Polri yang lebih baik. “Karena itu, segala bentuk kritik dan masukan yang ada, akan kami (Polri) jadikan bahan evaluasi untuk Polri yang jauh lebih profesional, dan baik lagi,” kata dia.

Pernyataan Kapolri via rilis tersebut terkait rencana Mabes Polri membuat perlombaan dan festival mural kritik yang dikhususkan untuk Polri. Festival tersebut akan digelar pada 30 Oktober mendatang. 

photo
Mural berisikan tentang penegakan hukum secara adil bagi semua. - (Antara)

Lomba seni grafiti itu dijadikan pintu bagi Jenderal Sigit untuk menjawab kritik terhadap institusinya yang bertubi-tubi dalam dua pekan terakhir. Sigit menjelaskan, seni mural adalah reaksi gamblang dari akar rumput dalam menyatakan sesuatu, termasuk menyatakan perasaan, penilaian, maupun kritik terhadap Polri. 

Pada Agustus lalu, aksi-aksi protes maupun kritik via mural dan coret-coretan di dinding, merebak di sejumlah kota-kota besar, dan perkampungan. Lampiasan protes via lukisan dan narasi di dinding-dinding kota waktu itu menyasar kebijakan-kebijakan pemerintah.

Saat itu, polisi sempat memburu dan menangkap pelaku seniman dinding. Aksi reaktif kepolisian itu, sempat memunculkan kampanye dunia maya berupa #MuralkanIndonesia.

Belakangan, aksi-aksi reaktif kepolisian terhadap masyarakat kembali terulang menyusul tagar di jagat media sosial yang mengkampanyekan hashtag #PercumaLaporPolisi. Bahkan, muncul narasi mengganti seluruh personel kepolisian, dengan satpam bank swasta.

photo
Pedagang air keliling melintas di dekat mural yang bertuliskan jangan takut tuan-tuan ini cuma street art di Jakarta, Selasa (24/8/2021). Mural tersebut merupakan wujud ekspresi dari sejumlah seniman serta sebagai media penyampaian kritik sosial kepada pemerintah di tengah pandemi. - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.)

Kritikan publik kepada polisi yang terbaru, yakni Polresta Banda Aceh dan Polda Aceh menolak laporan percobaan kejahatan asusila hanya gara-gara korban belum divaksin Covid-19. Korban berinisial SA berencana tetap akan melaporkan kasusnya ke kepolisian. Pelaporan ulang tersebut.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh menyatakan akan melakukan pendampingan. “Dari komunikasi kami (LBH) dengan korban (SA), kami berencana untuk membuat pelaporan ulang,” ujar tim pendamping dari LBH Qudrat, saat dihubungi Republika, Rabu (20/10). 

Pada Selasa (19/10) malam, sejumlah petugas kepolisian datang ke rumah korban di Gampong Garot, Darul Imarah. “Katanya dari pihak Polda datang meminta maaf (karena menolak pelaporan),” terang Qudrat. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat