Pedagang sembako menata telur dagangannya di Pasar Tebet Timur, Jakarta Kamis (10/6). Rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap kebutuhan pokok dianggap akan menambah kerugian masyarakat. Apalagi, pandemi Covid-19 yang belum ber | Prayogi/Republika.

Ekonomi

Basis Pajak UMKM Diproyeksikan Meningkat

Akumindo menilai, usaha mikro tidak perlu dikejar-kejar pajak.

JAKARTA – Basis data pajak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diproyeksikan dapat meningkat seiring penerapan Undang-Undang Harmonisasi Pengaturan Perpajakan (UU HPP). Dalam beleid itu, pelaku usaha dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun tidak dikenakan pajak.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyampaikan, kebijakan ini dapat menambah jumlah usaha mikro yang mendaftarkan usahanya karena tidak akan dikenai pajak.

Tauhid mengatakan, minat mendaftarkan usaha saat ini cukup meningkat karena mulai banyaknya bantuan pemerintah. Keuntungan yang bisa diperoleh sektor usaha mikro seperti bantuan langsung, keringanan pembiayaan dengan bunga rendah, akses Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan fasilitas lain, seperti penjaminan.

"Banyak yang mulai memanfaatkannya," kata Tauhid, Ahad (10/10).

Kebijakan tersebut juga dinilai tidak akan berdampak besar terhadap penerimaan pajak. Justru, ujar Tauhid, segmen pengusaha dengan penghasilan di bawah Rp 500 juta per tahun mayoritas tidak terdaftar dalam data perpajakan.

"Usaha yang pendapatannya di bawah Rp 500 juta itu sumbangan terhadap pajaknya relatif kecil karena kebanyakan sektor informal banyak yang tidak terdata seperti warung-warung," kata Tauhid.

Menurut Tauhid, basis data UMKM akan lebih besar dan memungkinkan kenaikan pendapatan pajak di masa depan karena usaha tersebut naik kelas. Tauhid mengatakan, pendapatan pajak juga diproyeksikan akan meningkat dari kelompok usaha kecil dan menengah yang masih berada di batas omzet di bawah Rp 4,8 miliar.

Dalam PP Nomor 23 tahun 2018, usaha dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun dikenai tarif PPh Final 0,5 persen. Ini berlaku dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, yaitu selama tujuh tahun untuk wajib pajak (WP) orang pribadi, tiga tahun untuk perseroan terbatas, dan empat tahun untuk WP badan selain perseroan terbatas.

Dengan berlakunya UU HPP, PPh orang pribadi pengusaha di bawah Rp 500 juta tidak dikenai pajak. Tauhid mengatakan, golongan ini mayoritas tidak punya akuntansi keuangan yang baik sehingga tidak banyak terdaftar.

"Sementara itu, yang usaha kecil dan menengah ini jumlahnya akan semakin naik seiring dengan mereka yang sudah go digital. Omzet mereka akan semakin naik dan jumlah yang mendekati omzet Rp 4,8 miliar semakin banyak," katanya.

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan, kebijakan ini patut diapresiasi karena mendukung usaha mikro dan kecil. Dia menyebut, 96 persen usaha di Indonesia adalah usaha mikro dan kecil. Menurutnya, pemerintah sudah menjawab aspirasi UMKM terkait pajak.

"Kebijakan ini sudah memadai, melegakan, dan mendukung iklim kondusif," kata Ikhsan.

Ia berharap, kebijakan tersebut juga tidak memiliki batas waktu sehingga usaha mikro tidak merasa dikejar-kejar kewajiban pajak. Akumindo menilai, usaha mikro tidak perlu dikejar-kejar pajak sejak awal. Hal ini mengingat rendahnya penghasilan yang mayoritas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Direktur Penyuluhan Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menyampaikan, pemerintah memberlakukan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) bagi usaha mikro dan kecil (UMK). "Pemerintah memperkenalkan pengaturan baru mengenai besarnya bagian peredaran bruto yang tidak dikenai pajak dalam satu tahun pajak sebesar Rp 500 juta sebagai insentif tambahan bagi WP orang pribadi UMK yang dikenai PPh Final," tutur Neilmaldrin.

Menurutnya, aturan baru tersebut diberikan dalam rangka memberikan dukungan kepada para pelaku UMK. Kebijakan ini juga untuk menciptakan keadilan antara pelaku UMK yang dikenai PPh Final dan WP OP yang dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum. Saat ini, secara umum, WP OP memperhitungkan PTKP dalam menghitung penghasilan kena pajaknya.

Sedangkan, kata Neilmaldrin, WP OP pelaku UMK yang melaporkan pajaknya berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 dikenai PPh Final sebesar 0,5 persen dari penghasilan bruto tanpa perhitungan PTKP.

"Kebijakan baru ini merupakan wujud nyata keberpihakan pemerintah untuk mendorong dan memberikan insentif kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, khususnya yang menjalankan UMK," ungkapnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat