Petugas kesehatan melakukan tes usap antigen kepada siswa di SDN 40 Laweyan Solo, Jawa Tengah, Senin (27/9/2021). Tes usap yang diikuti 117 siswa dan belasan guru sekolah setempat dilakukan usai orang tua murid memberikan laporan bahwa ada beberapa guru s | ANTARA FOTO/Maulana Surya

Kabar Utama

Prokes Sekolah Masih Jadi Persoalan

Belum semua pemerintah daerah mengizinkan siswa SD untuk bersekolah tatap muka.

JAKARTA — Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengakui, masih ada sekolah yang belum memahami dengan baik penerapan protokol kesehatan (prokes) selama pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Kemendikbudristek telah menegur sekolah-sekolah tersebut dan meminta dinas pendidikan setempat untuk meningkatkan edukasi pedoman PTM terbatas.

"Betul. Di sebagian kecil sekolah yang kami kunjungi, masih ada yang belum memahami dengan benar penerapan protokol kesehatan selama PTM terbatas di sekolah," ujar Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PAUD Dikdasmen Kemendikbudristekdikti Muhammad Hasbi kepada Republika, Senin (27/9).

Hasbi mengaku belum memiliki angka pasti terkait jumlah sekolah yang tidak melaksanakan prokes dengan baik. Namun, berdasarkan perkiraan, Hasbi menyebut jumlahnya tidak mencapai lima persen dari total keseluruhan satuan pendidikan yang melaksanakan PTM terbatas.

Perkiraan tersebut diambil dengan alasan pemerintah telah merelaksasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan operasional penyelenggaraan (BOP) untuk memenuhi tagihan prokes serta menyediakan pedoman PTM terbatas. Dia yakin, ke depan sekolah akan mampu memenuhi berbagai sarana untuk menjaga prokes di lingkungannya.

"Yang perlu semakin kita perkuat adalah edukasi perubahan perilaku sehingga protokol kesehatan menjadi bagian dari keseharian siswa dan guru," ujar Hasbi.

photo
Pelajar Sekolah Luar Biasa (SLB) memperhatikan guru yang sedang mengajar di SLB Negeri Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Senin (27/9/2021). SLB Negeri Batang melakukan simulasi pembelajaran tatap muka (PTM) sebanyak 50 persen kehadiran dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang telah ditentukan untuk pelajar difabel. - (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)

Dia juga menjelaskan, setiap sekolah yang melaksanakan PTM terbatas sudah diminta untuk membentuk Gugus Tugas Covid-19. Itu dilakukan untuk memastikan setiap sekolah yang menggelar PTM terbatas menjalankan prokes dan memenuhi pedoman PTM terbatas dengan sebaik-baiknya.

"Di setiap sekolah yang membuka PTM terbatas diminta untuk membentuk Gugus Tugas Covid-19. Di samping itu, kita memiliki penilik/pengawas sekolah yang terus memantau kondisi sekolah, terutama yang membuka PTM terbatas," kata dia.

Hasbi menyebut, Kemendikbudristek melakukan evaluasi secara berjenjang terhadap pelaksanaan PTM terbatas. Ada sejumlah catatan yang didapat dari evaluasi tersebut.

Pertama, kata dia, sebagian besar sekolah telah mampu menyediakan sarana sanitasi dan kebersihan yang diperlukan, yakni cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer, toilet, dan desinfektan. 

Catatan berikutnya, sebagian besar sekolah telah mampu menyediakan fasilitas kesehatan, baik itu akses ke fasilitas kesehatan, area wajib masker, maupun pengukur suhu tubuh. Lalu, dia juga melihat sebagian besar sekolah telah memahami pedoman pembelajaran PTM terbatas.

Selain itu, sekolah dinilai telah melakukan komunikasi dan melibatkan orang tua dalam memutuskan pelaksanaan PTM terbatas. Kemudian, dia menyebut, dalam kasus ditemukan penularan Covid-19, sekolah dan dinas terkait telah mengambil langkah yang agresif untuk melakukan karantina dan testing, tracing, dan treatment.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kerap menemukan pelanggaran prokes saat melakukan pengawasan langsung terhadap PTM terbatas ke berbagai sekolah di sejumlah daerah. KPAI bahkan menemukan adanya sebagian guru dan siswa yang tidak bermasker saat berada di lingkungan sekolah.

"Pelanggaran prokes yang terutama adalah 3M, di antaranya masker yang diletakkan di dagu. Bahkan, ada sebagian guru dan siswa tidak bermasker saat berada di lingkungan sekolah," ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti saat dikonfirmasi, Senin (27/9).

Retno menuturkan, ada sekolah yang mayoritas siswanya melepas masker saat tiba di sekolah. Ketika anak-anak tersebut diwawancarai, kata Retno, mereka mengaku memakai masker saat perjalanan pergi dan pulang sekolah. Mereka menganggap fungsi masker sama dengan helm saja.

Hasil pemantauan lainnya, ada SD yang memiliki tempat cuci tangan di setiap depan kelas. Namun, ketika diperhatikan, tak ada satu pun peserta didik dan pendidik yang mencuci tangan ketika tiba di sekolah. Mereka langsung masuk ke dalam sekolah.

"Saat KPAI datang dan duduk di dekat pintu gerbang sekolah, tak ada satu pun peserta didik dan pendidik yang mencuci tangan saat tiba di sekolah”, ujar dia.

photo
Sejumlah murid mengukur suhu tubuhnya sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di SDN Lenteng Agung 07, Jakarta, Senin (27/9/2021). Pemprov DKI Jakarta mulai menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) tahap dua di 1.509 sekolah pada Senin (27/9), dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat di masa PPKM. - (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Retno mengaku, pada Sabtu (25/9) lalu menerima pengaduan masyarakat melalui aplikasi Whatsapp di ponselnya. Aduan masyarakat yang berasal dari Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang itu terkait dengan pelaksanaan PTM terbatas di jenjang TK dan SD.

Aduan disampaikan disertai foto-foto. Dalam foto tersebut tampak seorang siswa laki-laki berseragam putih merah sedang diperiksa suhu tubuhnya dengan thermo gun oleh seorang guru perempuan yang tidak mengenakan masker.

Foto lainnya adalah suasana di dalam kelas ketika anak-anak sedang berdiri dengan tangan diangkat ke depan. "Ada satu guru perempuan dan sembilan siswa/siswi TK. Semuanya tidak menggunakan masker, baik guru maupun muridnya. Ini kan sangat berbahaya," kata Retno.

Semestinya, pendidikan dibuka dari perguruan tinggi, SMA/SMK, serta SMP yang peserta didiknya sudah divaksin dan perilakunya sudah terkontrol. Namun, hal yang terjadi saat ini adalah perguruan tinggi belum dibuka, tapi PAUD/TK dan SD justru sudah dibuka.

"Padahal anak PAUD/TK dan SD belum mendapatkan vaksin dan perilaku anak TK dan SD sulit dikontrol. Ini sangat berisiko," kata dia.

Ditunda

Meski PTM telah diperbolehkan, belum semua pemerintah daerah mengizinkan siswa SD untuk bersekolah tatap muka. Pemerintah Kota Tangerang, misalnya, memutuskan menunda PTM tingkat SD yang awalnya dijadwalkan pada Senin (27/9).

Pembatalan tersebut sebagai upaya antisipasi terhadap penyebaran Covid-19, mengingat saat ini bermunculan klaster Covid-19 dari berlangsungnya PTM secara nasional.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Jamaludin mengatakan, pihaknya sangat berhati-hati terkait pelaksanaan PTM jenjang SD untuk mewaspadai klaster Covid-19. Saat ini Kota Tangerang berfokus pada PTM jenjang SMP.

“Belum (PTM SD belum digelar), masih SMP, tetap bertahap dulu. Kita evaluasi terus, bahkan se-Indonesia saja banyak yang kena (Covid-19). Jangan sampai gara-gara PTM ada klaster Covid-19, hati-hati betul,” ujar Jamaludin kepada wartawan.

Jamaludin menyebut, pihaknya menerima masukan dari berbagai pihak mengenai kesiapan pelaksanaan PTM untuk jenjang SD. Salah satunya dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). “Kita minta masukan dari stakeholder, ke IDAI, dinkes. Nanti beliau yang memberi arahan ke kita kira-kira seperti apa arahan ke depan,” katanya.

Kabid Pembinaan SD Dinas Pendidikan Kota Tangerang Helmiati mengatakan, PTM jenjang SD akan dilaksanakan setelah jenjang SMP berjalan secara keseluruhan. Saat ini PTM di tingkat SMP baru 75 persen.

Menurut penuturannya, ada 45 SD yang bakal mengawali penerapan PTM nantinya. Puluhan SD tersebut berdasarkan proses skrining yang dilakukan. 

Awasi Aktivitas Siswa

Pemerintah Kota Yogyakarta mengingatkan sekolah untuk mewaspadai kegiatan siswa saat berada di luar kelas selama digelarnya pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Hal ini perlu diantisipasi untuk meminimalkan risiko siswa dari paparan Covid-19. 

Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengatakan, kerumunan dan interaksi dapat terjadi saat siswa berada di luar kelas. Dengan begitu, memungkinkan terjadinya penularan Covid-19 di lingkungan sekolah saat dilaksanakannya uji coba PTM terbatas.

"Bagi sekolah yang akan melaksanakan pembelajaran tatap muka, hendaknya mewaspadai dan mengantisipasi kondisi rawan tersebut agar tidak terjadi klaster baru di sekolah," kata Heroe di Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Senin (27/9).

photo
Pelajar Sekolah Luar Biasa (SLB) didampingi guru ASN mencuci tangan saat akan memasuki ruang kelas di SLB Negeri Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Senin (27/9/2021). SLB Negeri Batang melakukan simulasi pembelajaran tatap muka (PTM) sebanyak 50 persen kehadiran dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang telah ditentukan untuk pelajar difabel. - (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)

Heroe menyebut, PTM terbatas hanya digelar dari SD kelas enam ke atas. Vaksinasi Covid-19 terhadap siswa terus dipercepat. "Vaksinasi bagi santri di kota Yogyakarta telah selesai dilaksanakan," ujar Heroe.

Saat ini, pihaknya menggiatkan pelaksanaan vaksinasi berbasis wilayah atau kelurahan. Pelaksanaan vaksinasi berbasis wilayah dilakukan terhadap warga yang belum divaksin berdasarkan hasil penyisiran yang dilakukan melalui RT/RW.

Ia menjelaskan, setiap RT/RW menyampaikan data warganya yang belum divaksin ke kelurahan. "Oleh kelurahan data tersebut diserahkan ke puskesmas untuk bersama dibuatkan jadwal pelaksanaan vaksin massal di setiap wilayah," kata Heri yang juga ketua harian Satgas Covid-19 Kota Yogyakarta tersebut.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Didik Wardaya mengatakan, waktu dan jumlah siswa dalam pelaksanaan PTM mengacu pada SKB 4 Menteri. Dalam SKB 4 Menteri ini disebutkan bahwa kegiatan PTM paling lama hanya diperbolehkan tiga jam di ruangan kelas.

"Itu otomatis (kapasitasnya) 50-50, tapi itu terserah sekolah memodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah. Ada yang shift juga biar tidak ada pertemuan (kerumunan)," katanya. 

Didik mengatakan, masing-masing sekolah diberi keleluasaan untuk mengatur jadwal PTM. "Asalkan rambu-rambu utama tetap harus dipenuhi," kata Didik kepada Republika, kemarin. 

Di daerah lain, Dinas Pendidikan Kota Depok akan menyelenggarakan simulasi PTM terbatas selama dua hari, yakni pada 28-29 September 2021. Simulasi PTM terbatas akan dilaksanakan untuk jenjang pendidikan tingkat SD dan SMP. 

"Kegiatan simulasi tersebut dilaksanakan di seluruh SD dan SMP di Kota Depok," kata Kepala Disdik Kota Depok, Wijayanto, di Balai Kota Depok, Senin (28/9).

photo
Petugas kesehatan melakukan tes usap antigen kepada siswa di SDN 40 Laweyan Solo, Jawa Tengah, Senin (27/9/2021). Tes usap yang diikuti 117 siswa dan belasan guru sekolah setempat dilakukan usai orang tua murid memberikan laporan bahwa ada beberapa guru setempat yang tidak memakai masker saat pembelajaran tatap muka (PTM). - (ANTARA FOTO/Maulana Surya)

Sebelum pelaksanaan simulasi PTM terbatas, pihaknya telah melaksanakan pemantauan di seluruh sekolah dari jenjang TK sampai SMP negeri ataupun swasta selama 20 hari. Dari hasil pemantauan, ia menyebut seluruh sekolah sudah siap, terutama terkait fasilitas prokes. 

Menurut Wijayanto, selama simulasi PTM erbatas, proses belajar dan mengajar dibatasi dengan jumlah rombongan belajar (rombel) hingga siswa pulang ke rumah, baik dijemput maupun tidak. "Peran wali kelas juga sangatlah penting untuk memantau agar siswa langsung pulang ke rumah masing-masing," katanya. 

Simulasi PTM terbatas jenjang SMP dibagi menjadi tiga wilayah, yakni wilayah barat, tengah, dan timur dengan masing-masing satu sekolah negeri dan swasta.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat