Seorang anggota komunitas menanam pohon di Pintu Rimba Pendakian Gunung Kerinci, Kerinci, Jambi, Senin (10/8/2020). (ilustrasi) | Wahdi Septiawan/ANTARA FOTO

Opini

Wakaf Hijau untuk Lahan Kritis

Keberhasilan wakaf hijau untuk mengatasi degradasi lahan memerlukan sinergi antarlembaga.

PURBAYU BUDI SANTOSA, Staf Pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro

Berdasarkan data BPS, luas lahan kritis dan sangat kritis pada 2018 di Indonesia mencapai 14.006.450 hektare. Dibanding pada tahun sebelumnya memang menurun, pada 2011 terdapat 27.294.842 hektare dan 2013 terdapat 24.303.294 hektare.

Masih tingginya kerusakan lahan disebabkan beberapa faktor, di antaranya berkurangnya lahan basah, perluasan lahan pertanian subsistem, perluasan lahan industri tidak ramah lingkungan, dan dinamika penggunaan lahan yang cenderung merusak lingkungan.

Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Handoyo, mengungkapkan, dukungan APBN dan APBD serta swasta hanya mampu memulihkan lahan kritis 232.250 hektare per tahun.

Menurut dia, dengan keadaan seperti ini, merehabilitasi kerusakan lahan membutuhkan waktu 60 tahun (Antaranews.com, 25 September 2020).

Melihat panjang waktu pemulihan lahan kritis dan beban biaya yang besar, diperlukan teroboson, yakni mengembangkan wakaf hijau yang sebenarnya telah diinisiasi oleh Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS) pada 22 Agustus 2021.

 
Wakaf hijau merupakan inovasi dalam wakaf untuk mengatasi kerusakan lingkungan, yang dapat membahayakan bukan hanya kehidupan manusia, melainkan juga tanaman, hewan ataupun lingkungan hidup yang ada.
 
 

Wakaf hijau merupakan inovasi dalam wakaf untuk mengatasi kerusakan lingkungan, yang dapat membahayakan bukan hanya kehidupan manusia, melainkan juga tanaman, hewan ataupun lingkungan hidup yang ada.

Wakaf hijau dengan demikian merupakan instrumen keuangan sosial Islam, yang bertujuan menjaga keseimbangan antara ekonomi dan ekologi. Wakaf hijau termasuk jenis wakaf produktif, yakni kenaikan nilai tambah dari barang yang diwakafkan harus tampak.

Sinergi antarlembaga

Wakaf hijau untuk mengatasi lahan kritis di Indonesia tentu merupakan pekerjaaan besar dan mulia, yang dilakukan demi mencapai keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup.

Keberhasilan wakaf hijau memerlukan penerapan prinsip manajemen secara baik dan sempurna, meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Melihat begitu luasnya lahan kritis di Indonesia, diperlukan peta jalan untuk mewujudkannya.

Penahapan mengatasi lahan kritis dengan wakaf hijau perlu dilakukan di mana keberadaan lahan kritis, pembiayaan, keperluan berbagai ahli sesuai bidangnya, keperluan sarana dan prasarana ataupun kebutuhan lainnya, harus direncanakan dengan baik.

Percontohan (pilot project) wakaf hijau untuk lahan kritis perlu dilakukan di kabupaten/kota dan provinsi tertentu. Keberhasilan percontohan begitu diharapkan karena bisa melahirkan kepercayaan masyarakat tentang upaya mengatasi lahan kritis lainnya.

 
Penahapan mengatasi lahan kritis dengan wakaf hijau perlu dilakukan di mana keberadaan lahan kritis, pembiayaan, keperluan berbagai ahli sesuai bidangnya, keperluan sarana dan prasarana ataupun kebutuhan lainnya, harus direncanakan dengan baik.
 
 

Langkah yang diperlukan kurang lebih sebagai berikut. Pertama, misalnya lahan kritis yang akan ditangani dengan wakaf hijau ada pada kabupaten tertentu. Lahan kritis tersebut bisa milik pemerintah, perusahaan, atau perorangan.

Kedua, perlu sosialisasi, literasi, dan edukasi mengenai wakaf hijau untuk mengatasi lahan kritis bagi pihak terkait, misalnya pemerintah daerah, tokoh masyarakat/agama, perguruan tinggi, ataupun pihak lainnya yang dipandang penting.

Ketiga, diadakan dialog mengenai lahan kritis mana yang akan diatasi.

Setelah tercapai kesepakatan, perlu dilakukan perjanjian (akad) antara pihak yang lahan kritisnya akan diatasi (wakif) dan pihak pelaksana (nazir), serta pihak yang dapat memperoleh kemanfaatan dari wakaf hijau (mauquf alaih).

Perjanjian ini dilakukan di hadapan suatu lembaga seperti yang diamanahkan oleh UU Wakaf.

Pembahasan yang dikemukakan baru soal wakaf terkait lahan (lahan kritis), tetapi di samping itu memerlukan ketersediaan tanaman atau bahan lain untuk mengatasi lahan kritis, yang berarti memerlukan tenaga ahli tertentu (misal ahli tanah).

 
Keberhasilan wakaf hijau untuk mengatasi degradasi lahan, memerlukan sinergi antarlembaga, baik pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, maupun dunia bisnis.
 
 

Guna mengatasi hal ini, bisa diakukan dengan wakaf uang, yaitu wakif dapat memberikan sumbangan dananya untuk memecahkan keperluan tersebut. Kehadiran kelembagaaan perbankan (syariah) dapat membantunya.

Sekiranya masih diperlukan kelembagaan lain untuk mengatasi masalah lahan kritis dengan wakaf hijau, maka mekanisme pembentukan wakaf lainnya dalam lingkup wakaf hijau dapat dilakukan. Yang penting syarat dan rukun wakaf dapat terpenuhi.

Keberhasilan wakaf hijau untuk mengatasi degradasi lahan, memerlukan sinergi antarlembaga, baik pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, maupun dunia bisnis.

Masing-masing pihak harus dapat mendudukkan posisinya secara baik dan bersemangat untuk mengatasi masalah yang begitu penting, yaitu mengatasi kerusakan lahan dengan menggunakan perangkat wakaf hijau. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat