NFT Kover Republika yang terbit pada 5 Juni 2016 kini ditawarkan di marketplace OpenSea | Dok Republika

Inovasi

Petualangan Republika di Jagat Blockchain

Hadirnya kover  Muhammad Ali dalam bentuk NFT, merupakan tribute kepada sang legenda dunia.

Perkembangan teknologi blockchain membuka banyak peluang baru. Apabila pada tahun lalu, industri decentralized finance (defi) menyedot perhatian di ekosistem kripto, tahun ini giliran non fungible token (NFT).

Pada Mei 2021, Republika telah resmi masuk ke ekosistem blockchain dengan merilis cover edisi perdana yang terbit pada 4 Januari 1993. Sejak itu, beberapa kover terbaik karya redaksi menyusul dihadirkan dalam bentuk karya seni digital, NFT di platform OpenSea.

Pada Selasa (7/9), Republika kembali memilih salah satu kover legendarisnya untuk dihadirkan dalam bentuk NFT. Kover yang terbit pada 5 Juni 2016 ini digarap sebagai tribute untuk sang legenda tinju, Muhammad Ali yang berpulang pada 3 Juni 2016.

Pemimpin redaksi Republika, Irfan Junaidi mengungkapkan, Muhammad Ali merupakan tokoh besar yang meninggalkan banyak teladan dan kenangan. "Hari-hari setelah Ali menggantungkan sarung tinju, penyakit parkinson adalah sahabat 'dekat'-nya.

Ali menjadi lebih dari sekadar atlet yang populer tapi juga tokoh yang berani melawan rasisme pada 1960-an dan menentang perang Vietnam dengan segala konsekuensinya," ujarnya.

Kover Muhammad Ali yang hadir dalam bentuk NFT di OpenSea, ditawarkan dengan konsep lelang mulai dari harga 10 ethereum atau sekitar Rp 550 juta per 8 September 2021. Proses lelang mulai dibuka pada Selasa (7/9) hingga dua pekan ke depan.

Menghadirkan kover Muhammad Ali dalam bentuk NFT, Irfan melanjutkan, merupakan bentuk penghargaan kembali Republika terhadap tokoh yang dijuluki 'The People Champ' tersebut. Dengan menghadirkan kover edisi khusus ini dalam bentuk NFT, para kolektor atau penggemar Muhammad Ali dapat memiliki karya seni digital yang akan tercatat secara permanen di sistem buku besar blockchain.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

Saat ini, industri NFT memang terus mengalami pertumbuhan, baik di tingkat global maupun lokal. Menurut data yang dimiliki Statista, sejak 12 April hingga 13 Agustus 2021, nilai total penjualan yang melibatkan NFT di segmen seni terus berfluktuasi.

Per 12 April 2021, penjualan NFT yang tercatat selama 30 hari sebelumnya menghasilkan nilai gabungan hampir 64 juta dolar AS. Kemudian, pada 13 Agustus 2021, nilai penjualan agregat selama 30 hari naik secara signifikan, hingha memcapai angka sekitar 206,5 juta dolar AS.

Di Indonesia sendiri, geliat minat terhadap industri NFT juga makin terasa. Hal ini ditunjang dengan dibukanya galeri NFT pertama pada ajang Jakarta Metaverse, di pengujung Agustus lalu. Ada pula pembukaan lokapasar khusus NFT dari TokoCrypto yang juga diperkenalkan pada Agustus 2021.

Irfan berharap, makin berkembangnya industri NFT di Tanah Air, akan semakin membuka banyak kesempatan baru bagi para seniman dan pelaku industri kreatif lainnya untuk berkarya di ekosistem teknologi yang baru ini. Republika sendiri, ia menegaskan, akan terus konsisten berinovasi dalam menghasilkan karya seni digital yang saat ini tengah berada di ambang adopsi massal. Termasuk juga, mengeksplorasi berbagai kesempatan baru yang akan datang bersama dengan pengembangan teknologi blockchain di masa depan.

Keunikan jadi Karakter Utama

photo
Salah satu NFT yang mendapat perhatian global, Weird Whales. - (OpenSea/WeirdWhales)

Sebagai produk dari sebuah teknologi baru, keberadaan NFT masih menjadi tanda tanya bagi sebagian masyarakat. Pandu Sastrowardoyo selaku CEO DeBio Network dan NFT Curator Unique One Network, menjelaskan, sederhananya, NFT dapat diartikan sebagai sertifikat kepemilikan dari sebuah aset digital. “Sementara aset digital yang dimaksud bisa sangat beragam seperti foto, video, musik, gif, png, dan lainnya,” ia menjelaskan.

Menurutnya, saat NFT belum ngetren seperti sekarang ini, beberapa perusahaan sebelumnya sudah menerapkan NFT dalam membuat identitas, atau carbon credits. “Namun, publik kemudian semakin menyadari utilitas dari NFT saat ekosistem atau pelaku kreatif, seperti digital artist, musisi, videografer, memanfaatkan NFT untuk memonetisasi karya yang dimiliki,” tambahnya.

Letak keunikan karya seni digital, ada pada essence of rarity atau kelangkaan dari karya yang dijual oleh artist. Dulunya, physical art seperti lukisan yang langka memang memiliki pasar yang besar.

Hingga diminati oleh para kolektor yang rela mengeluarkan jutaan dolar di rumah lelang seperti Sotheby’s atau Christie’s. “Saat ini, digital art juga bisa memiliki essence of rarity melalui NFT,” ujar Pandu yang juga Co-Founder Asosiasi Blockchain Indonesia.

Ia menjelaskan lebih lanjut, kelangkaan dalam digital art ada pada titik dimana artis atau kreator melakukan minting karyanya dalam platform NFT. Di titik itulah kepemilikan tidak bisa diduplikasi karena tercatat di blockchain.

Hal inilah yang menjadi kekuatan NFT dan membuat karya tersebut memiliki nilai kelangkaan, Selama ini, Pandu juga melakukan kurasi terhadap berbagai karya NFT.

Saat mengkurasi NFT, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, menurut Pandu, bagaimanapun NFT itu merupakan sertifikat yang menunjuk ke aset digital. Jadi harus mengerti dulu bahwa aset digital tersebut asli.

photo
NFT batu yang dirawarkan di Etherocks - (Dok Etherocks)

Ada banyak cara untuk mengecek. Salah satunya, adalah dengan mengecek reverse Google image search. Kemudian, kita juga  bisa melakukan cek siapa yang me-minting NFT tersebut dan historinya.

Kemudian, kalau memang NFT-nya diperuntukan sebagai seni, maka dinilailah secara seni. Pandu mengingatkan, NFT itu sejatinya sangat menguntungkan bagi para seniman di era digital.

Karena, sebelum era NFT hadir sangat sulit untuk memonetisasi  karya tanpa adanya elemen “kelangkaan”. Kini, dengan NFT, aspek langka yang selama ini hilang, justru akan menjadi daya tarik utama yang ditawarkan dalam sbah karya seni digital. 

 

 

 

Publik semakin menyadari utilitas dari NFT saat ekosistem atau pelaku kreatif, seperti digital artist, musisi, videografer, memanfaatkan NFT untuk memonetisasi karya yang dimiliki.

PANDU SASTROWARDOYO, CEO DeBio Network dan NFT Curator Unique One Network.

 

 

 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat