Pendiri Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar saat mengunjungi Moscow, Rusia, awal 2021. Baradar dikabarkan telah ditunjuk sebagai pemimpin Afghanistan. | AP/Alexander Zemlianichenko/Pool AP

Kabar Utama

Indonesia Berharap Taliban Penuhi Komitmen 

Taliban sejauh ini telah memberi sinyal positif kepada masyarakat internasional.

JAKARTA — Indonesia berharap Taliban dapat memenuhi semua komitmen saat menjalani sistem pemerintahan di Afghanistan. Meski Taliban sudah berjanji akan menerapkan pemerintahan yang inklusif, dunia internasional masih meragukannya mengingat sejarah kelam kepemimpinan Taliban pada masa lalu. 

Taliban sejak beberapa hari lalu menyatakan bakal mengumumkan pemerintahan pada Jumat (3/9). Namun, hingga berita ini dimuat, pengumuman tersebut belum dilakukan. 

Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI Abdul Kadir Jailani mengatakan, masalah utama Taliban adalah kepercayaan. "Ada defisit kepercayaan karena sejarah, suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari. Karena itu, kami meminta mereka melaksanakan komitmen mereka," kata Abdul dalam webinar bertajuk "The Phenomenon of Taliban and the Future of Peace and Reconciliation on Afghanistan", Jumat (3/9). Webinar tersebut digelar Centre for Dialogue and Cooperation Among Civilizations (CDCC).

Abdul menilai, Taliban sejauh ini telah memberi sinyal positif kepada masyarakat internasional. Saat ini, kata dia, Taliban sedang melakukan negosiasi dengan berbagai faksi di Afghanistan.

Namun, masih ada banyak hal yang belum selesai. Salah satunya mengenai niat Taliban untuk memasukkan Mazhab Hanafi ke dalam konstitusi. Karena itu, Indonesia masih menunggu dan melihat komitmen Taliban.  

Mantan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) yakin, Taliban akan memerintah dengan cara yang berbeda dibanding tahun 1990-an. JK merupakan salah satu tokoh dunia yang terlibat aktif dalam proses perdamaian di Afghanistan.  

photo
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla bertemu Menteri Agama dan Haji Republik Islam Afghanistan Mohammad Qasim Halimi, di Istana Haram Sarai Kompleks Istana Kepresidenan Republik Islam Afghanistan, Kabul, Rabu (23/12/2020) - (Istimewa)

JK pun mengingatkan Taliban agar menerapkan sistem pemerintahan yang inklusif pasca merebut kembali Afghanistan dari Amerika Serikat. Tanpa hal itu, ia khawatir Afghanistan tak akan keluar dari pusaran konflik. JK berharap Taliban tak menggunakan sistem pemerintahan tertutup lagi. Sistem semacam itu pernah dijunjung Taliban saat menguasai Afghanistan pada masa lalu. 

"Kalau (Taliban) mengulangi pemerintahan seperti 25 tahun yang lalu, hanya tiga negara yang mengakui, yaitu Arab Saudi, Irak, dan Pakistan. Akhirnya pemerintahannya tak mendapat pengakuan dan tak ada kerja sama. Ekonominya jadi susah," kata JK. 

JK menekankan pentingnya perubahan sistem pemerintahan Taliban. Ia tak ingin Taliban kembali berkonflik karena perbedaan pandangan soal sistem pemerintahan.

"Kalau dia (Taliban) tidak berubah, ekonominya akan hancur sendiri. Kalau ekonominya hancur, pemerintahanya tidak bisa jalan lagi, timbul lagi anti-Taliban, akan bergerak lagi untuk menjatuhkan ini, akan berlanjut terus konflik," ujar JK.

Selanjutnya, JK menanti pembuktian dari apa yang dikatakan oleh pihak Taliban setelah berhasil menguasai Afghanistan. Di antara janji itu ialah menghormati hak perempuan, pemerintahan inklusif, dan tak menjadikan Afghanistan sebagai tempat kegiatan terorisme dan narkoba.

"Begitu tidak dilaksanakan (janji Taliban), dunia akan tidak mau mengakui pemerintahan itu. Kalau dunia tidak mengaku pemerintahan itu, ekonominya tidak jalan, tidak ada investasi," ujar JK. 

JK mencatat Taliban telah bertemu dengan Kepala Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional Afghanistan Abdullah dan mantan presiden Hamid Karzai. Namun, kata JK, belum diketahui apakah Taliban akan menerapkan pemerintah yang inklusif.

Menurut dia, di Afghanistan banyak yang pesimistis dengan pemerintahan Taliban. Namun, masyarakat internasional juga harus realistis. JK yakin Taliban pasti berbeda dari pemerintahan mereka sebelumnya.

Taliban, kata JK, memang harus berubah karena menghadapi tiga permasalahan. Pertama, masalah ekonomi. Afghanistan merupakan negara kaya, tapi tidak ada yang mengelolanya. Negara yang dapat membantu Taliban saat ini adalah Cina.

Namun, jika Cina membantu, seperti membangun infrastruktur, Cina akan meminta konsesi yang besar. "Jadi, bisa terjadi penguasaan politik dan penguasaan ekonomi oleh Cina," ujar JK.

Di sisi lain, negara-negara Barat akan menentangnya. Negara-negara Barat akan kembali membantu Afghanistan agar tidak jatuh ke tangan Cina.

photo
Pendiri Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar bersama Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi dalam pertemuan di Tianjin, China, Juli 2021 lalu. - (AP/Li Ran/Xinhua)

Pemerintahan baru 

Sementara dari Kabul muncul kabar bahwa salah satu pendiri Taliban, Mullah Baradar, akan memimpin pemerintahan baru Afghanistan. "Semua pemimpin puncak telah tiba di Kabul. Persiapan sedang dalam tahap akhir untuk mengumumkan pemerintahan baru," ujar seorang pejabat Taliban yang merahasiakan identitasnya.

Baradar yang kini mengepalai kantor politik Taliban akan bergabung dengan Mullah Mohammed Yaqoob, putra almarhum salah satu pendiri Taliban, Mullah Omar. Dia juga akan bekerja bersama dengan Sher Mohammad Abbas Stanekzai dalam posisi senior di pemerintahan baru.

Menurut sumber lain, pemimpin agama Taliban, Haibatullah Akhunzada, ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi Afghansitan yang akan fokus pada masalah agama dan pemerintahan dalam kerangka Islam. Taliban mengisyaratkan bakal membentuk pemerintahan yang serupa seperti Iran. Di Iran, pemerintahannya memiliki presiden dan kabinet dan seorang pemimpin tertinggi.

Pemimpin tertinggi adalah otoritas agama yang memegang jabatan tertinggi di negara. Pimpinan tinggi itu memiliki keputusan akhir dalam semua masalah negara.

photo
Pemimpin baru Taliban, Hibatullah Akhundzada. - (Reuters)

Taliban sebelumnya telah berkomitmen untuk menampilkan wajah yang lebih moderat kepada dunia. Mereka berjanji untuk melindungi hak asasi manusia dan menahan diri dari pembalasan terhadap musuh lama. Kendati demikian, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan negara Barat lainnya meragukan komitmen Taliban. Negara-negara Barat menyatakan, pengakuan formal atas pemerintahan baru dan bantuan ekonomi akan bergantung pada tindakan Taliban. 

Taliban telah menjanjikan perjalanan yang aman ke luar negeri bagi orang asing atau warga Afghanistan yang tertinggal oleh pengangkutan udara yang berakhir ketika pasukan AS mundur sebelum batas waktu 31 Agustus. Namun, dengan bandara Kabul yang masih ditutup, banyak orang yang berusaha melarikan diri lewat jalur darat. 

Putin: Rugi Jika Afghanistan Pecah

Presiden Rusia Vladimir Putin mengingatkan pada Jumat (3/9) bahwa ia tak menginginkan Afghanistan yang terpecah. Ia mendesak dunia bersama-sama memutuskan untuk mengakui secara hukum akan kekuatan politik di Afghanistan.

“Rusia tidak ingin Afghanistan mengalami disintegrasi. Jika itu terjadi, maka tak ada pihak yang bisa diajak bicara. Dan karena itu, ada baiknya kita mengakui, jika Taliban segera bergabung dengan sesama rakyat beradab, maka lebih mudah kita menjalin kontak dengan mereka, mempengaruhi mereka, bertanya kepada mereka,” kata Putin dalam pertemuan pendahuluan Eastern Economic Forum di Vladivostok, Jumat.

“Biarkan mereka tahu bahwa dalam kerangka kerja hubungan beradab, maka aturan beradab harus berlaku,” ujarnya.

Dalam forum itu, Putin ditanya apakah Rusia akan mengakui pemerintahan Taliban. Jawaban Putin mengisyaratkan rencana Putin mengakui pemerintahan Taliban. Selama ini, Rusia menempatkan Taliban sebagai kelompok teroris.

photo
Pendiri Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar (tengah) saat mengunjungi Moskow, Rusia, Selasa (28/5/2019).  (AP Photo/Alexander Zemlianichenko, File) - (AP)

“Kenyataannya, Taliban menguasai hampir semua wilayah Afghanistan, kecuali Panjshir dan kawasan di utara, serta kawasan kecil yang berbatasan dengan Tajikistan,” ujar Putin. “Maka, kita harus melangkah dari kenyataan yang ada.”

Kantor berita Rusia, RIA, melaporkan bahwa Pemerintah Rusia menjalin kontak dengan petinggi Taliban. RIA mengutip duta besar Rusia untuk Afghanistan.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov berharap, konfrontasi antara Taliban dan warga Afghanistan keturunan Tajikistan di Panjshir akan berujung pada perundingan. Rusia aktif memfasilitasi upaya dialog antarkelompok etnis di Afghanistan.

“Tentang kemungkinan menyelesaikan masalah di Afghanistan secara damai, saya yakin itu bisa tercapai,” katanya dikutip Tass, Jumat.

Pada 1979-1989, Rusia yang saat itu masih berbentuk Uni Soviet, terlibat perang saudara di Afghanistan. Rusia mendukung pemerintahan Afghanistan yang komunis, sedangkan Amerika Serikat mendukung pemberontak yang dikenal sebagai mujahidin.

AS dan koalisinya kemudian kembali ke Afghanistan pada 2001 untuk memburu Alqaidah yang bertanggung jawab atas tragedi 11 September 2001 di AS. Alqaidah adalah tamu di Afghanistan yang saat itu diperintah Taliban.

Pada 15 Agustus 2021, Taliban kembali menduduki Kabul. AS kemudian melanjutkan rencananya untuk hengkang sepenuhnya pada 31 Agustus lalu.

UE dan Inggris

Pada Kamis (2/9), Uni Eropa membahas sikap bersama terhadap perkembangan terakhir di Afghanistan. “Afghanistan menunjukkan kekurangan pada strategi otonomi kami sehingga kami harus menanggung akibatnya,” kata Josep Borrell, diplomat senior UE yang mengurusi hubungan luar negeri dan kebijakan keamanan, Kamis.

UE ingin menjalin hubungan dengan Taliban. Menurut Borrell, UE perlu melihat kenyataan politik yang ada. Kini UE harus menyusun sikap untuk berhubungan dengan penguasa baru Afghanistan. Maka UE menetapkan sejumlah syarat, salah satunya, Taliban harus menghormati hak asasi manusia (HAM).

“Tentu saja kami harus membangun hubungan dengan Taliban dalam banyak hal,” kata Borrell.

Sedangkan Inggris mengatakan tidak akan mengakui Taliban sebagai penguasa baru di Afghanistan. Namun, Inggris tetap harus menerima kenyataan baru dan tidak ingin melihat jalinan sosial dan ekonomi Afghanistan terburai.

“Pendekatan yang kami ambil adalah kami tidak mengakui Taliban sebagai pemerintahan,” kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab, Jumat, saat ia berkunjung ke Pakistan. Inggris terbiasa mengakui negara dan bukan pemerintahan suatu negara.

Inggris sedang berjuang memulangkan sebagian pasukan mereka dari Afghanistan. Saat ini masih ada sekitar 15 ribu personel militer Inggris di negeri Asia Tengah tersebut.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat