Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri jakarta (BEM UNJ) menggambar saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jakarta, beberapa waktu lalu. Dalam aksinaya mahasiswa meminta pemerintah meningkatkan standar mutu pendidikan s | Republika/Agung Supriyanto;

Kabar Utama

Pembubaran Badan Standar Nasional Pendidikan Dikritik

Keberadaan BSNP masih dibutuhkan untuk mengawal agar pendidikan nasional tak kehilangan arah.

JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pembubaran BSNP dan pembentukan badan baru penggantinya dinilai menghilangkan independensi pengawasan pendidikan nasional.

Saat ini, BNSP beranggotakan 15 orang. Mereka adalah Romo E Baskoro Poedjinoegroho, Doni Koesoema A, Ali Saukah, Hamid Muhammad, Kiki Yuliati, Arifin Junaidi, Bambang Suryadi, Abdul Mu’ti, dan Imam Tholkhah. Kemudian, ada pula Bambang Setiaji, Poncojari Wahyono, Ki Saur Panjaitan XIII, Waras Kamdi, Suyanto, dan Henriette T Hutabarat Lebang.

Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, Sungkowo, mengatakan, pembubaran BSNP menyalahi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). “Sehingga, BSNP tidak menjadi lembaga independen,” kata Sungkowo kepada Republika, Rabu (1/9).

Sungkowo menjelaskan, BSNP adalah lembaga indepeden yang bertugas untuk menentukan arah pendidikan. Pendidikan, kata dia, harus distandardisasi agar mencapai beberapa tujuan.

"Pertama, supaya pendidikan menuju ke kualitas yang telah distandarkan dan bisa membuat pemerataan kualitas sehingga pendidikan antardaerah kualitasnya sama," ujar dia. 

Standar-standar teknis itu diterapkan untuk mengelola pendidikan, evaluasi, menentukan kurikulum, dan lain-lain. Semua tugas tersebut dilakukan oleh lembaga independen.

"Amanatnya ada di UU Sisdiknas, kemudian dibentuklah BSNP. Kalau dimasukkan ke pemerintahan, berarti tidak indepeden lagi,” katanya menambahkan.

Merujuk penelusuran Republika terhadap dokumen perundang-undangan terkait, pembentukan BSNP bermuara pada Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal itu mengamanatkan pembentukan "badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan". Badan itu disebut akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP).

Badan itu kemudian diberi nama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) melalui PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada Pasal 73 UU 19/2005 itu, BSNP memang disebut "berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri (pendidikan dan kebudayaan)".

Namun, ditambahkan dalam ayat selanjutnya, "dalam menjalankan tugas dan fungsinya BSNP bersifat mandiri dan profesional". Meski diangkat dan diberhentikan oleh menteri, kepengurusan BSNP ditentukan melalui mekanisme internal. 

Kemudian pada 2021, pemerintahan Presiden Joko Widodo melansir PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam beleid itu, tak ada pasal-pasal terkait BSNP. Hanya ada pasal 34 dengan redaksional yang nyaris serupa dengan Pasal 35 UU Sisdiknas.

Selain itu, badan yang kembali tak dinamai itu disebut bertanggung jawab pada menteri (ayat 2), dan harus melibatkan pakar (ayat 3). PP 57/2021 ini yang kemudian dijadikan pegangan pihak Kemendikbudristek membubarkan BSNP melalui Pasal 334 Peraturan Mendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021 yang diundangkan pada 24 Agustus lalu.

photo
Seorang guru menunjukkan plafon yang rusak di ruangan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Purwosari, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (18/9/2020). Sebanyak empat ruangan kelas di sekolah itu kondisi bangunan kayunya sudah rapuh, genting bocor, dan plafonnya roboh sejak Januari 2020. - (YUSUF NUGROHO/ANTARA FOTO)

Fungsi sejenis BSNP dalam Pasal 233 regulasi itu akan dijalankan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan yang bertanggung jawab pada menteri. "Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan dipimpin oleh Kepala Badan," bunyi Pasal 233 huruf b tersebut. Badan tersebut kemudian dipecah menjadi sejumlah pusat yang diisi bagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional.

Kemendikbudristek berdalih, pembubaran BSNP akan diikuti dengan pembentukan Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan (DPSNP). "Kemendikbudristek akan menyesuaikan tugas dan fungsi BSNP menjadi Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan guna memastikan keberlanjutan keterlibatan publik dalam perumusan kebijakan terkait standar nasional pendidikan," ungkap Plt Karo BKHM Kemendikbudristek, Anang Ristanto, lewat keterangan tertulis, Rabu (1/9).

Tak ada aturan mengenai pembentukan dewan pakar itu dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021.

Anang menjelaskan, penyesuaian tugas dan fungsi BSNP tersebut dilakukan berdasarkan Pasal 34 PP  57/2021. "Kemendikbudristek mengundang kepada seluruh anggota BSNP untuk menjadi anggota dewan tersebut untuk bersama mewujudkan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Anang.

Dia juga menerangkan terkait pembubaran BSNP, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi memberi rekomendasi agar struktur organisasi yang baik haruslah bersifat adaptif dengan dinamika perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Selain itu, ada juga amanat presiden yang mendorong terwujudnya organisasi kementerian negara yang tepat fungsi, tepat ukuran, dan tepat proses untuk mendukung efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Mantan anggota BSNP, Doni Koesuma A, mengatakan, peraturan yang mengadakan badan standardisasi di bawah Kemendikbukristek adalah langkah mundur. “Badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan seharusnya bersifat mandiri dan profesional, seperti pernah diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 2005. Kemandirian badan ini adalah amanat UU Sisdiknas," ujar Doni kepada Republika, Rabu (1/9).

Keberadaan Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan (DPSNP), menurutnya, tak menjawab persoalan diabaikannya keberadaan badan standardisasi, pengendalian, dan penjaminan mutu pendidikan yang harus diatur dalam PP dan bersifat mandiri. DPSNP tak bisa disejajarkan tugas pokok dan fungsinya dengan badan standardisasi yang mandiri.

Dia juga menyatakan, argumentasi yang menyatakan Kemendikbudristek merumuskan standar nasional pendidikan berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah (UU Pemda) tak berdasar. Sebab, itu tak sesuai dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Doni menerangkan, terkait standar nasional pendidikan, kewenangan pemerintah pusat adalah menetapkan, bukan merumuskan. Menurut pemerhati pendidikan itu, yang dapat Kemendikbudristek lakukan hanyalah membuat norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang tidak terkait langsung dengan standar nasional pendidikan.

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi menilai, pembubaran BSNP merupakan keputusan yang terburu-buru. Dia menekankan, keberadaan BSNP sebagai lembaga mandiri dan independen masih sangat dibutuhkan.

"Pembubaran BSNP merupakan keputusan yang tergesa-gesa, tanpa kajian matang, dan jelas melanggar UU Sisdiknas," ungkap Unifah saat Republika mengonfirmasi lewat pesan singkat, Rabu (1/9).

Unifah juga menekankan, BSNP semestinya merupakan lembaga mandiri, profesional, dan independen. "Keberadaannya masih sangat dibutuhkan untuk mengawal agar pendidikan di Indonesia tidak kehilangan arah," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat