Perenang Abbas Karimi asal Afghanistan yang meramaikan paralimpiade. | X02487

Olahraga

Abbas Karimi, Perenang tanpa Lengan yang Menginspirasi

Abbas Karimi justru mampu menunjukkan prestasi.

OLEH EKO SUPRIYADI 

 

Tak ada manusia

Yang terlahir sempurna

Jangan kau sesali

Segala yang telah terjadi

Syukuri apa yang ada

Hidup adalah anugerah

Tetap jalani hidup ini

Melakukan yang terbaik

 

Sepenggal bait lagu berjudul “Jangan Menyerah” milik dari grup band d’Masiv itu rasanya akan menjadi sangat relevan untuk menceritakan kisah hidup atlet paralimpiade, Abbas Karimi.

Sekitar 24 tahun silam, Karimi lahir di Kabul, Afghanistan, tidak seperti manusia pada umumnya. Ia lahir tanpa kedua tangan. Sebagai keturunan dari etnis Hazara — salah satu dari tiga etnis terbesar di Afghanistan, ia telah menunjukkan mentalitas pantang menyerah.

Dengan kekurangan yang melekat di tubuhnya, Karimi justru mampu menunjukkan prestasi. Dalam Kejuaraan Renang Para Dunia 2017, ia berada di urutan kedua dalam nomor S5 50 meter gaya kupu-kupu. Pencapaian itu menjadikannya sebagai atlet pengungsi pertama yang memenangkan medali di kompetisi tersebut.

Prestasinya sebagai perenang, juga sudah memberi bukti. Tercatat, dia telah memenangkan acara kejuaraan nasional di Afghanistan, Turki, dan AS. Dan, saat ini ia menjadi bagian dari kontingan untuk Tim Paralimpiade Pengungsi di Paralimpiade Musim Panas 2020 Tokyo.

Semua pencapaian prestasi itu ternyata tidak diraihnya dengan mudah. Ia harus berjuang dengan sekuat tenaga. Sebagai warga negara Afghanistan yang berusaha menjadi atlet renang, ia ternyata menjadi cela. Ia pun bercerita bagaimana usahanya harus berenang dari Afghanistan ke kamp pengungsi untuk bisa hidup dengan aman dan tenang.

Tepatnya, Karimi melarikan diri dari Afghanistan pada 2013. Ikhtiar tiada lelah itu kemudian membuat Karimi bisa mendapatkan kebebasan dan perlindungan. Ia berenang dengan cepat sembari memukul jaket pelampungnya agar bisa sampai ke kamp pengungsi.

Usaha untuk mendapatkan tempat pengungsian bukanlah hal mudah. Ia sempat berpindah di antara empat kamp pengungsi yang berbeda di Turki. Namun, kemudian ia bisa menetap di Amerika Serikat sebagai pengungsi pada 2016.

Saat usianya menginjak 16 tahun, Karimi muda sangat ingin berlatih untuk kompetisi di kancah internasional. Ia mencoba memupus rasa takut dari perang dan terorisme yang telah menghiasi kehidupannya semasa di Afghanistan.

''Saya perlu berada di suatu tempat di mana saya bisa aman dan terus berlatih dan menjadi juara Paralimpiade,’’ ujar Karimi, dikutip dari NY Times, Kamis (26/8). “Ketika saya meninggalkan Afghanistan, (pikiran) itu bersama saya. Gagasan tentang apa yang akan saya lakukan,'' ujarnya menambahkan.

Usaha untuk menjadi atlet berprestasi itu ternyata tidak selalu berjalan mulus. Ketika pandemi Covid-19 menyerang seluruh dunia, Karimi pun sempat tidak bisa berenang selama berbulan-bulan. Kolam renang ditutup di Portland — tempat dia tinggal.

Dia pun pindah ke Florida, di mana kolam terbuka, setelah terhubung dengan Marty Hendrick, seorang pelatih master di Fort Lauderdale. Bersama Hendrick inilah, ia mendapatkan gemblengan. Ia meningkatkan tendangan seperti gaya lumba-lumba. “Ternyata, ia mampu melaju jauh lebih cepat daripada tendangan mengibaskan dua kakinya," kata Hendrick kepada Times.

Kini, Karimi menjadi salah satu dari enam atlet yang bertanding untuk Tim Paralimpiade Pengungsi di Tokyo. Delapan tahun setelah melarikan diri dari Afghanistan, ia memimpin parade bangsa-bangsa ke stadion upacara pembukaan Paralimpiade, Selasa lalu. Ia menjadi salah satu dari dua pembawa bendera untuk tim pengungsi. Dan, dalam sebuah unggahannya di media sosial, Karimi pun menulis, “Mimpi menjadi kenyataan.”

Ya, Karimi telah membuktikan bahwa ketidaksempurnaan bukanlah sebuah halangan untuk menunjukkan prestasi. Karimi sudah membuktikannya!

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat