Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Zakat atau Kebutuhan Rumah Dulu?

Ada perbedaan pendapat fikih mengenai zakat dari pendapatan neto atau bruto.

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamualaikum wr wb.

Ketika sudah wajib zakat apakah langsung dikeluarkan zakatnya atau dikurangi dengan kewajiban kita terlebih dahulu, seperti kebutuhan primer rumah tangga dan utang jatuh tempo? Apakah semua zakat itu dikeluarkan dari pendapatan bersih (neto) atau pendapatan kotor (bruto)? -- Sarah, Cianjur

Waalaikumussalam wr wb.

Ada perbedaan pendapat fikih. Pertama, zakat ditunaikan dari pendapatan bruto. Maksudnya, zakat ditunaikan langsung dari hasilnya. Setelah itu, pendapatan digunakan untuk keperluan primer pribadi dan rumah tangga termasuk utang jatuh tempo (jika ada).

Hal ini seperti zakat hasil pertanian atau aset/hasil yang dianalogikan dengan zakat pertanian. Ilustrasinya, seorang petani padi setelah tiga bulan menggarap sawah memanennya dengan total hasil panen 1.000 kilogram gabah.

Karena dikelola dengan berbiaya, tarif zakatnya 5 persen. Maksudnya, faktor pengurang itu dari biaya pengelolaan sawah tersebut, tetapi biaya-biaya individu atau keluarga, seperti utang jatuh tempo dan kewajiban primer itu tidak jadi faktor pengurang.

Kedua, zakat ditunaikan dari pendapatan neto setelah dikurangi utang jatuh tempo dan kewajiban primer. Hal ini seperti zakat perdagangan dan investasi.

Misalnya, seorang pengusaha mendapatkan penghasilan Rp 100 juta. Maka, langkah pertama adalah memenuhi utang jatuh tempo dan kewajiban primernya. Jika pendapatan netonya Rp 85 juta, wajib zakat dan ditunaikan 2,5 persen.

Hal ini merujuk kepada ketentuan dan kriteria wajib zakat salah satunya adalah dipenuhi utang jatuh tempo dan kewajiban primer (fadhil anil hawa’ij al-ashliyah wa ad-duyun al-hallah). Selain itu, tidak dikategorikan hartawan jika ia punya pendapatan sementara beban keluarga dalam kategori primer itu melebihi pendapatannya.

Imam Nawawi menjelaskan, “Sedekah yang paling utama ialah sedekah yang masih menyisihkan hartanya untuk kemaslahatan dan kebutuhannya ...”

Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam kitab Fathul Bari mengatakan, “Menurut pendapat yang terpilih, arti hadis keutamaan sedekah adalah sedekah yang dilakukan setelah memenuhi hak diri sendiri dan keluarga yang digambarkan dengan adanya orang yang bersedekah tidak membutuhkan orang lain setelah bersedekah ...”

Sebagaimana keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia, “(3) Penghasilan yang wajib dizakati dalam zakat penghasilan adalah penghasilan bersih, yaitu penghasilan setelah dikeluarkan kebutuhan pokok yang meliputi (a) kebutuhan diri terkait sandang, pangan, dan papan, (b) kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, termasuk kesehatan dan pendidikannya.” (Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VI tahun 2018).

Sebagaimana disebutkan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, “Zakat dihitung dari seluruh penghasilan yang didapatkan kemudian dikurangi oleh biaya kebutuhan hidup.” (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 679).

Di tengah perbedaan pendapat antara bruto atau neto, jika mampu untuk menunaikan yang terbaik secara proporsional, itu yang menjadi pilihan. Hal ini karena (a) jika bisa menunaikan zakat dari bruto itu lebih bermanfaat untuk para dhuafa terutama saat pandemi Covid-19 seperti ini yang mengakibatkan tingginya jumlah para dhuafa dan yang membutuhkan bantuan.

b) Di sisi lain, besaran nominal yang harus ditunaikan pun tidak signifikan. Jika ilustrasinya seseorang berpenghasilan Rp 6.530.000, kewajiban zakatnya adalah sekitar Rp 160 ribu. Misalnya, seorang pedagang mendapatkan penghasilan Rp 200 juta (dalam satu tahun), maka wajib zakat dan ditunaikan Rp 5 juta (2,5 persen) sebagai tarif zakatnya.

(c) Kaidah afdhailyah dan aulawiyat (keutamaan dan prioritas) di mana dana tersebut adalah haknya, tetapi bagian tersebut disalurkan sebagai zakat. Jika ia relakan untuk zakat, kategorinya merelakan hak sebagaimana ketentuan fikih lain, seperti membayar zakat sebelum jatuh tempo atau haul itu dibolehkan. Bahkan, membayar zakat dengan cara mencicil setiap bulan juga dibolehkan.

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat