Aparat berdiri di depan mural bergambar Presiden Joko Widodo di tembok bawah Jembatan Layang di Jalan Pembangunan 1, Kelurahan Batu Jaya, Kecamatan Batu Ceper, Kota Tangerang, Banten, yang telah dihapus.. | Polres Tangerang

Nasional

Polri Janji tak Reaktif terhadap Mural

Para pelukis mural yang disatroni polisi merasa tertekan.

JAKARTA – Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan Presiden Joko Widodo tidak suka polisi bersikap reaktif terhadap pesan satire dalam mural kritik. Karena itu, ia menjanjikan polisi tak akan bersikap reaktif terkait mural-mural kritik yang belakangan diperbincangkan di media sosial. 

Bahkan, Polri melarang ada penindakan hukum yang dilakukan kepada orang yang mengkritik pemerintahan. "Arahan Kapolri, Kabareskrim, Dirtipidsiber kepada jajaran selalu kami ingatkan, termasuk ini kan juga menjadi sarana itu. Komplain saja kalau masih dilakukan," kata Agus saat dikonfirmasi awak media, Kamis (19/8).

Agus mengatakan masyarakat dapat melaporkan tindakan kepolisian yang membungkam kritik. Hal ini sekaligus merespons tindakan sejumlah penyidik di wilayah terhadap pembuat konten satire terkait pemerintahan seperti mural Jokowi 404: Not Found

Namun, Agus menyebut, polisi tetap menindak setiap pihak yang menyebarkan masalah dan berpotensi memecah belah persaudaraan. Hal itu sesuai dengan Surat Edaran Kapolri dan SKB Pedoman Implementasi Undang-undang ITE. 

"Kalau fitnah, memecah belah persatuan dan kesatuan, intoleran ya pasti kita tangani. Kalau, menyerang secara individu memang mensyaratkan korbannya yang harus melapor. Khusus dalam hal ini pun, Bapak Presiden juga tidak berkenan Polri reaktif dan responsif terhadap masalah itu," kata Agus.

Sebelumnya, Polres Metro Kota Tangerang terus memburu pelaku pembuat mural mirip wajah Presiden Jokowi bertuliskan '404: Not Found’ yang sempat viral di media sosial. Hingga Selasa (17/8), pengusutan kasus mural tersebut masih dalam penyelidikan oleh Polres Metro Kota Tangerang.

photo
Mural bergambar Presiden Joko Widodo di tembok bawah Jembatan Layang di Jalan Pembangunan 1, Kelurahan Batu Jaya, Kecamatan Batu Ceper, Kota Tangerang, Banten. - (istimewa)

Polisi juga sempat melakukan pemeriksaan terhadap pemilik akun Twitter @OmBrewok3 berinisial RS (29 tahun) karena membuat desain kaos warna hitam bergambar Jokowi 404: Not Found. Pria asal Desa Karangagung, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban itu menawarkan kaus tersebut melalui akun media sosial Twitternya.

"Iya benar (Polres Tuban memeriksa Riswan). Yang bersangkutan menawarkan bisa mencetak kaos yang 404: Not Found itu," ujar Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Gatot Repli Handoko dikonfirmasi Kamis (19/8).

Gatot menjelaskan, RS mengaku belum menjual kaos dan baru menawarkan desain baju yang diunggah di akun Twitter tersebut. "Kami lakukan restorative justice. Karena dia usaha sablon, dia menawarkan di Twitter," kata dia.

Namun, Gatot mengatakan polisi melakukan pengawasan terhadap RS agar tidak mengulangi perbuatannya kembali. Setelah diperiksa, RS mengatakan ia menyesal dan memohon maaf dengan membuat surat pernyataan tertulis yang disaksikan kepala desa setempat. 

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengingatkan kepolisian untuk selalu berhati-hati menggunakan kewenangannya melakukan pemeriksaan terhadap warga atas ekspresi seni. "Polisi memiliki kewenangan untuk meminta keterangan kepada warga negara terkait suatu peristiwa. Hanya kewenangan tersebut harus digunakan dengan hati-hati dan didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia dan hukum yang berlaku," kata Beka kepada Republika.

"Sehingga, polisi tidak sembarangan memanggil seseorang hanya karena dianggap bersalah,” kata Beka. 

Beka mengatakan ia sempat berkomunikasi dengan Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta setelah RS dibawa untuk diperiksa. Berdasarkan komunikasi itu, ia mengatakan, RS dibawa bukan karena kaus Jokowi 404: Not Found, melainkan unggahan menyangkut Polri di Twitter.

"Tidak diproses lebih lanjut dan diselesaikan lewat mekanisme keadilan restoratif," kata dia.

Keadilan restoratif merupakan mekanisme penyelesaian tindak pidana di luar pengadilan. Dalam penyelesaian tersebut mempertemukan para pihak baik pelaku, korban dan lainnya untuk mencari titik temu dan memulihkan korban.

photo
grafiti bertuliskan Tuhan Aku Lapar di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. - (instagram)

Tertekan

Sementara. penghapusan mural bertuliskan ‘Tuhan Aku Lapar’ yang dilakukan pihak kepolisian pada Juli 2021 lalu, hingga kini masih membekas bagi sejumlah seniman mural di Kabupaten Tangerang. Usai disambangi aparat kepolisian, ada rasa takut yang dirasakan oleh para seniman untuk terus berkarya ke depannya.

Salah satu sumber yang merupakan pembuat mural ‘Tuhan Aku Lapar’ dari Komunitas Halfway Street Connection (HSC) menceritakan kronologis mural ‘Tuhan Aku Lapar’ dari awal pembuatannya, penghapusan, hingga perasaan tertekan yang dialami hingga saat ini.

“Sabtu, 17 Juli 2021, berawal dari ide di forum untuk membuat karya bertemakan kondisi Indonesia saat ini, akhirnya terpilihlah kalimat ‘Tuhan Aku Lapar!!’ Karena banyak orang yang terdampak bagi segi ekonomi, sandang, maupun pangan karena pandemi yang tak kunjung usai,” ujar sumber yang tidak ingin disebutkan namanya kepada Republika, Selasa (17/8).

Tulisan ‘Tuhan Aku Lapar’ lantas dibuat pada malam harinya di sebuah tembok di Jalan Aria Santika, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Lokasi tersebut merupakan tempat biasa mereka berkarya dan dianggap strategis dalam menyuarakan aspirasi melalui karya.

 
Kami dapat kabar, karya kami langsung dihapus oleh orang yang diduga aparat setempat. Tengah malamnya anggota kami ada yang disambangi rumahnya untuk dimintai datang membuat keterangan.
 
 

“Beberapa dari kami mulai patungan untuk membeli alat dan bahan yang nggak seberapa. Jam 22.00 WIB kami berkumpul di tempat yang sudah kami janjikan, dengan protokol kesehatan seketat mungkin,” tuturnya.

Setelah mural selesai, beberapa hari kemudian, tim pemural dari Komunitas HSC menyebarluaskan hasil mural mereka di media sosial agar pesan dari karya tersebut dapat tersampaikan kepada publik. Karya itu pun akhirnya viral. Namun, kabar mengejutkan mereka dengar bahwa dilakukan penghapusan mural oleh pihak kepolisian.  

“Kami dapat kabar, karya kami langsung dihapus oleh orang yang diduga aparat setempat. Tengah malamnya anggota kami ada yang disambangi rumahnya untuk dimintai datang membuat keterangan,” ujarnya.

Keesokan harinya, polisi bersama dengan perangkat desa mendatangi dua anggota komunitas HSC yang diinfokan hendak memberikan bantuan sosial (bansos) serta melakukan dokumentasi. Dalam kunjungan itu, kedua seniman dimintai klarifikasi dan penjelasan mengenai maksud dari pembuatan mural. Mereka pun menjawab tidak ada maksud apapun dan tidak ada niat menyinggung pihak manapun.  

Lantas para seniman mendatangi markas Polresta Tangerang untuk melakukan musyawarah lebih lanjut, dibantu oleh aktivis setempat. “Dan kelanjutannya, aparat memberikan bansos, seakan-akan kami yang merasa kelaparan. Kejadian ini membuat kami sebagai seniman sangat tertekan karena merasa disudutkan,” ungkapnya.

Menurut penuturan sumber, hal yang dialami seniman mural tersebut terjadi saat kondisi di Kabupaten Tangerang tengah hangat-hangatnya membahas soal bansos di masa pandemi Covid-19.

Dengan dihapuskannya mural serta pemberian bansos kepada pemural, permasalahan tersebut dinilai sudah selesai. Namun, sumber menyebut, atas kejadian itu, ruang gerak para seniman menjadi terbatas.  

“Kami menjadi takut mengulangi kejadian yang sebelumnya. Karena kami tidak tahu konteks gambar kami apakah akan menyinggung atau tidak, kami hanya berkarya sesuai hati kami saja,” tuturnya.

Atas kejadian itu pula, para seniman menilai aparat kepolisian berlebihan dalam bersikap menanggapi karya mural. Sebab, mural bertuliskan ‘Tuhan Aku Lapar’ semata hanya representasi kondisi masyarakat saat ini di tengah pandemi Covid-19.

Diketahui, mural ‘Tuhan Aku Lapar’ yang tertera di tembok di Jalan Aria Santika, Tigaraksa viral di media sosial pada 24 Juli lalu. Setelah viral, petugas menghapus tulisan dengan huruf kapital berwarna putih sepanjang 12 meter tersebut. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat