Ratusan orang berlari mengejar pesawat C-17 milik Angkatan Udara AS yang hendak meninggalkan Bandara Kabul, Senin (16/8/2021). | AP/Verified UGC

Tajuk

Nasib Afghanistan

Jangan sampai perebutan kekuasaan pemerintahan di Kabul menyebabkan warga menderita.

Kondisi politik di Afghanistan berubah. Taliban menguasai ibu kota Kabul dan kota-kota besar lainnya, menyusul proses penarikan mundur pasukan AS dan sekutunya dari negeri tersebut setelah 20 tahun mereka berada di sana.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meninggalkan negerinya menuju Tajikistan setelah Taliban mengambil alih Kabul, Ahad (15/8). Wakil Presiden Amrullah Saleh melalui akun media sosialnya, menyatakan dirinya berada di Afghanistan.

Saleh mengeklaim sebagai pengganti sementara Presiden Ghani dan bertekad tak tunduk kepada Taliban. Ia pun menyampaikan dukungan atas aksi unjuk rasa ratusan warga Kota Asadabad, Kamis (19/8), yang menentang Taliban. Beberapa orang dilaporkan kehilangan nyawa.

Selepas menguasai Kabul, demi memupus kekhawatiran, Taliban menegaskan akan menghormati hak perempuan. Membebaskan mereka bekerja dan belajar. Mereka pun menyatakan, segera merumuskan pembentukan pemerintahan inklusif.

 
Jangan sampai, perebutan kekuasaan pemerintahan di Kabul menyebabkan mereka kian menderita. 
 
 

Ada upaya Taliban untuk menarik pengakuan kalangan internasional. Namun, dengan belum menentunya stabilitas politik saat ini, tentu yang harus dipikirkan adalah bagaimana nasib warga Afghanistan kini dan kelak.

Jangan sampai, perebutan kekuasaan pemerintahan di Kabul menyebabkan mereka kian menderita. Menjadi korban perseteruan politik tak berkesudahan, bahkan bisa saja melibatkan kekerasan bersenjata.

Kondisi demikian, tentu akan membuat rakyat Afghanistan terus dibayangi kekhawatiran. Apalagi, selama militer AS dan sekutunya berada di Afghanistan, konflik bersenjata juga tak kunjung selesai sehingga membuat mereka meninggalkan tanah kelahirannya agar aman.

Menurut lembaga HAM PBB, Afghanistan merupakan negara ketiga terbesar dengan warganya yang menjadi pengungsi. Tahun lalu, 400 ribu orang harus mengungsi karena konflik. Sejak 2012, sekitar lima juta warga Afghanistan mengungsi dan tak bisa kembali.

Mereka mengungsi ke sejumlah negara tetangga. Ada pula yang meminta suaka. Negara Eropa juga kini mengantisipasi aliran pengungsi dari Afghanistan. Mereka mungkin tak ingin lagi menghadapi derasnya pengungsi seperti beberapa tahun terakhir.

Di dalam negeri, Afghanistan juga menghadapi persoalan kemiskinan dan pangan. Berdasarkan survei Pemerintah Afghanistan 2016-2017 yang dikutip BBC, sebanyak 54 persen populasi berada di bawah garis kemiskinan.

 
Di dalam negeri, Afghanistan juga menghadapi persoalan kemiskinan dan pangan. 
 
 

Survei Gallup pada Agustus 2019 mengungkapkan, kekeringan dalam beberapa tahun yang terjadi di Afghanistan ini melahirkan ancaman keamanan pangan. Tentu pandemi Covid-19 dan dampak ekonominya juga dihadapi warga Afghanistan saat ini.

Maka itu, dibutuhkan penyelesaian tuntas soal pemerintahan di Afghanistan oleh orang-orang Afghanistan sendiri. Sebuah pemerintahan yang bersih dan mengayomi warganya dengan baik sehingga persoalan sosial dan ekonomi terselesaikan.

Komunitas internasional diharapkan mampu berkontribusi positif dalam penyelesaian persoalan di Afghanistan. Memberi masukan atau menjadi mediasi dalam penyelesaian permasalahan yang ada di Afghanistan.

Negosiasi tentu menjadi jalan yang bisa ditempuh. Semoga, tak ada lagi kekerasan bersenjata yang membuat warga Afghanistan meninggalkan rumah dan tanah airnya, lalu terlunta-lunta di negeri orang. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat