Tokoh Ajo Kawir mengendarai sepeda motor dalam tayangan singkat Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas | Youtube

Geni

Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

Film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas tayang perdana di festival internasional 

Ajo Kawir (Marthino Lio), seorang jagoan yang tak takut mati, memiliki hasrat besar untuk bertarung. Ketika berhadapan dengan seorang petarung perempuan tangguh bernama Iteung (Ladya Cheryl), Ajo babak belur hingga jungkir balik. 

Namun, hal itu justru membuat Ajo jatuh cinta dengan Iteung. Apakah Ajo akan menjalani kehidupan yang bahagia bersama Iteung dan pada akhirnya berdamai dengan “kondisi” dirinya?

Film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang diadaptasi dari novel Eka Kurniawan dengan judul sama itu telah rampung proses produksinya pada tahun ini. Rumah produksi Palari Films mengumumkan, film itu akan world premiere di Locarno Film Festival 2021 dan Toronto International Film Festival 2021.

“Ini pencapaian besar masuk bisa tayang di festival,” kata salah satu produser Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, Meiske Taurisia, dalam acara Konferensi Pers Virtual Film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, Jumat (30/7). 

Di Locarno International Film Festival, film ini akan masuk sesi world premiere dan berkompetisi di program Concorso Internazionale (kompetisi internasional) untuk memperebutkan hadiah utama, Golden Leopard. Film ini tayang untuk pertama kali pada 8 Agustus dan mengadakan empat pemutaran sampai 10 Agustus 2021.

Sementara, di Toronto International Film Festival (TIFF), Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas berpartisipasi di sesi Contemporary World Cinema. Tahun ini, salah satu festival film bergengsi itu berlangsung pada 9-18 September. 

TIFF berdedikasi mempersembahkan film-film terbaik internasional dan Kanada untuk memberikan pengalaman berharga bagi pencinta film dan kreator segala usia juga latar belakang. Festival ini disebut sebagai salah satu festival film yang paling banyak didatangi oleh publik, sekitar 480 ribu penonton setiap tahunnya.

Didirikan pada 1976, TIFF sudah dianggap sebagai acara film paling prestise dari segi pengaruh, kehadiran bintang, dan aktivitas pasar. Beberapa tahun terakhir, film-film yang tayang di TIFF berkompetisi di Academy Awards dan dianggap sebagai salah satu tolok ukur untuk mendapatkan Piala Oscar.

Film dengan judul internasional Vengeance is Mine, All Others Pay Cash ini merupakan kerja sama antara Indonesia, Singapura, dan Jerman. Film ini diproduksi oleh Palari Films dengan co-producer Singapura, yakni Phoenix Films dan E&W Film serta co-producer Jerman, yaitu Match Factory Productions. Ada juga Fatih Akin melalui rumah produksinya Bombero Internasional.  

Film ini juga mendapatkan grant dari World Cinema Fund dan Filmforderung Hamburg Schleswig- Holstein. Untuk international sales agent, film ini dipegang oleh The Match Factory.

Selain tayang di festival internasional, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas merilis poster internasional yang berisikan foto dan nama para pemeran film. Nama-nama yang sudah diumumkan terlebih dahulu, yakni Marthino Lio (Ajo Kawir), Ladya Cheryl (Iteung), dan Sal Priadi (Tokek). Ada pula Reza Rahadian (Budi Baik), Ratu Felisha (Jelita), Lukman Sardi (Codet), Djenar Maesa Ayu (Rona Merah), Ayu Laksmi (Wa Sami), dan penampilan spesial dari Christine Hakim (Mak Jerot) dan Cecep Arif Rahman (Ki Jempes).

Reza Rahadian berharap, film ini bisa menjadi harapan industri perfilman Indonesia. “Mudah-mudahan, ini bisa menjadi penyemangat, tak hanya kami, tapi para insan perfilman Indonesia,” ujar pemeran karakter Budi Baik itu.

Dia meyakini, industri perfilman bisa melewati pandemi Covid-19 bersama-sama dengan baik. Reza menyamakan penayangan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas di festival film internasional ibarat atlet yang berlaga di pesta olahraga.

“Kami tayang di festival internasional, ini seperti atlet yang berjuang di ajang Olimpiade. Semoga, ini bisa menjadi angin segar perfilman Indonesia,” kata aktor kelahiran 5 Maret 1987 itu. 

Di film itu, Reza memerankan preman jago silat bernama Budi Baik. Reza mengaku, tak banyak mengulik karakter itu karena sang sutradara Edwin sudah mendeskripsikan Budi Baik dengan jelas. Meski demikian, Reza melakukan eksplorasi untuk bahasa tubuh dan penampilan dari Budi Baik.

“Saya tak mau bilang observasi berlebihan, tapi saya lihat-lihat postur anak tongkrongan itu kayak gimana sih,” ujar Reza.

Menurut Reza, tantangan bermain di film ini adalah menghidupkan karakter Budi Baik di dunia yang sudah dibangun oleh Edwin. Dia menyebut, Edwin sangat spesifik menggambarkan di mana dan bagaimana karakternya tumbuh.

 “Saya lakukan pendekatan berbeda, misalnya, menonton film 1980-an untuk menumbuhkan imaji, bahan pertimbangan. Itu yang menjadi tantangan tersendiri men-develop karakter ini,” kata Reza.

Marthino Lio yang memerankan Ajo Kawir merasa beruntung karena memiliki keahlian menaiki motor sehingga bisa melakukan adegan tanpa pemeran pengganti. Penyanyi-penulis lagu, Salmantyo Ashrizky Priadi, atau yang lebih dikenal dengan Sal Priadi menjadi bagian dari film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Ini menjadi penanda pelantun “Amin Paling Serius” itu debut di layar lebar. Memiliki lawan main senior cukup membuat Sal gugup, meskipun dia sangat semangat menjalani proses perekaman film.

“Saya deg-degan ketemu mereka, tapi senang bisa gabung film ini,” ujar Sal.

Pertama kali bermain film, penyanyi kelahiran 30 April 1992 itu menganggap semua adegannya menjadi tantangan selama proses syuting. Proses berkenalan dan mengakrabi lingkungan, kru, dan pemain lain juga menjadi tantangan tersendiri baginya.

Ratu Felisha mengakui, cukup bingung memerankan tokoh Jelita di film itu. Dia kerap berdiskusi dengan sutradara Edwin untuk memastikan menampilkan karakter Jelita dengan benar.

Sutradara Edwin mengaku sangat menyukai novel Eka Kurniawan itu. Bahkan, dia sudah bisa membayangkan bagaimana visual jika novel itu dibawa ke layar lebar. “Sangat mengundang digambarkan secara visual,” kata Edwin.

Dia memuji Eka Kurniawan yang piawai membawa budaya pop era 1980-an relevan dengan kondisi saat ini. Proses awal penulisan skenario dilakukan oleh Eka Kurniawan dengan harapan bisa merumuskan pembuka agar mudah membuka cerita-cerita di belakangnya. 

“Awalnya, Eka nulis draf satu dan dua, sisanya saya lanjutkan. Kami menjaga buku itu ‘rasanya’ dapat, hanya mengolahnya saja yang berbeda,” ujar Edwin.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat