Ketua KPK Firli Bahuri (tengah). | Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

Nasional

Perpim KPK Dikritik

KPK mengeklaim pembebanan biaya dinas tidak berlaku dalam penanganan perkara.

JAKARTA—Peraturan Pimpinan (Perpim) Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2021 mendapat kritikan banyak pihak. Perpim tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK yang diterbitkan era kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri dinilai untuk melegalkan gratifikasi kepada KPK.

Dalam Perpim tertanggal 30 Juli 2021 tersebut menyebutkan perjalanan dinas dalam rangka untuk mengikuti rapat seminar dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menuturkan, jika panitia penyelenggara tidak menanggung biayanya, maka biaya perjalanan dinas dibebankan pada anggaran KPK dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda.

Ali mengatakan, sistem perjalanan dinas KPK kini bisa mengakomodasi adanya pembiayaan kegiatan bersama yang dibebankan antarlingkup ASN, yakni dengan kementerian maupun lembaga. "Dalam kegiatan bersama, KPK bisa menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait dan sebaliknya. Peraturan ini tidak berlaku untuk kerja sama dengan pihak swasta," ujar Ali, Ahad (8/8).

Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah menilai semakin banyak hal menyedihkan terjadi pada KPK di masa kepemimpinan Firli Bahuri. Meski perubahan aturan itu disebut merupakan penyesuaian alih status ASN, dikatakan Febri, hal ini justru membuktikan revisi UU KPK melemahkan sistem nilai yang selama ini dianut lembaga antirasuah.

"Perubahan-perubahan yang terjadi semakin menjauhkan KPK dari semangat awal ketika lembaga antikorupsi ini dibangun," kata Febri dalam keterangannya, Senin (9/8).

Febri menyatakan, terdapat sejumlah prinsip dasar KPK yang memudar atau bahkan terancam imbas peralihan status pegawai menjadi ASN. Menurutnya, perubahan aturan tersebut perlu dilihat sebagai rangkaian dari perubahan Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas.

Ia nenambahkan, Peraturan KPK 7/2012 dibuat sekaligus menghindari celah bagi pimpinan dan pegawai KPK untuk menerima fasilitas dari pihak pengundang atau penyelenggara. Bahkan, aturan yang diterapkan di KPK tersebut diharapkan dapat menjadi contoh bagi instansi lain.

"Perubahan awal adalah tentang prinsip at cost yang tidak hanya berlaku bagi pegawai, tapi juga pimpinan KPK saat itu. Sekarang sudah berbeda. KPK sudah sangat berbeda saat ini," ujar Febri.

Ia mengingatkan agar insan KPK tidak tertular kebiasaan menambah penghasilan melalui perjalanan dinas. "Ingat, gaji dan penghasilan yang diterima pimpinan dan pegawai KPK lebih tinggi dibanding ASN secara umum," katanya.

Mantan ketua KPK Abraham Samad juga menilai aturan baru pimpinan era Firli Bahuri dkk terkait perjalanan dinas dibiayai panitia penyelenggara dapat meruntuhkan marwah lembaga antirasuah tersebut. "Perkom (Peraturan komisi) ini sama sekali sudah melegalkan gratifikasi dan ini akan meruntuhkan marwah dan wibawa KPK yang selama ini sangat kuat menjaga integritas insan KPK," kata Samad.

Samad memandang aturan itu justru meruntuhkan integritas yang selama ini dibangun KPK. "Jadi yang menghancurkan dan mematikan KPK sebenarnya pimpinan KPK itu sendiri dengan kebijakan perkomnya ini," katanya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Komisi Pemberantasan Korupsi (official.kpk)

Permenkeu

Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa membantah Perpim 6/2021 telah melegalkan gratifikasi. KPK mengeklaim peraturan itu sejalan dengan alih status kepegawaian menjadi ASN.

"KPK mengingatkan kembali bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional untuk melaksanakan suatu kegiatan yang diatur dan memiliki standar nominalnya, bukan gratifikasi apalagi suap," kata Cahya Harefa dalam konferensi pers, Senin (9/8).

Cahya mengeklaim pihaknya hanya menyesuaikan peraturan yang sebelumnya ada sejak 2012 lalu. Perpim tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 113/PMK.05/2012 tentang perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri dan pegawai tidak tetap.

Dia mengatakan, Pasal 11 ayat (1) PMK 113/PMK.05/2012 itu menyebutkan pembebanan biaya perjalanan dinas dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung panitia penyelenggara. Lanjutnya, hal tersebut merupakan praktik yang berlaku secara sah di seluruh kementerian dan lembaga.

Cahya memastikan pembebanan biaya dinas ini tidak berlaku dalam hal penanganan perkara sehingga akan tetap dilakukan KPK. Keputusan ini diambil semata-mata untuk menghindari konflik kepentingan.

"Pembiayaan pada proses penanganan suatu perkara untuk mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan, maka KPK memutuskan bahwa seluruh kegiatan tersebut tetap menggunakan anggaran KPK," katanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat