Jalan melintasi hutan Amazon yang terbakar di Rondoia, Brazil, 14 Agustus 2020 lalu. | REUTERS/Ueslei Marcelino

Kisah Mancanegara

'Elang' Itu Tumbang karena Pandemi

Jejak terakhir hidupnya menyerupai keterasingan dan kisah bertahan hidupnya yang luar biasa.

OLEH LINTAR SATRIA

Saat ini, tak ada siapa pun yang bisa sembunyi dari serangan pandemi. Bahaya Covid-19 mampu menaklukkan siapa pun tanpa pandang bulu.

Seorang penyintas serangan mematikan yang mampu berkelana di hutan Amazon selama 10 tahun, akhirnya meninggal dunia setelah mengalami gejala Covid-19. Karapiru yang artinya Elang dalam bahasa Suku Awa', meninggal dunia di rumah sakit Negara Bagian Maranhao, Brasil, pada 16 Juli lalu.

Aktivis hak asasi manusia dan masyarakat Suku Awa' mengatakan, Karapiru sudah menerima dua dosis vaksin virus korona. Tetapi, ia mengalami gejala berat Covid-19 di desa kelahirannya Tiracambu tempat ia tinggal selama beberapa tahun terakhir.

Ia kemudian dipindahkan ke Kota Santa Ines, tempat ia mengembuskan napas terakhirnya. Karapiru meninggal di bangsal isolasi, jauh dari sukunya dan orang-orang yang ia cintai.

Jejak terakhir hidupnya menyerupai keterasingan dan kisah bertahan hidupnya yang luar biasa.  "Kisahnya melambangkan apa yang dialami suku Awa' dan masyarakat terisolasi lainnya. Terutama mereka yang menghadapi perbatasan yang bergerak," kata antropolog University of Nevada, Louis Forline, seperti dikutip National Geographic, Ahad (1/8).

photo
Karapiru dalam foto yang diambil beberapa waktu lalu. - (Survival International)

"Ia melambangkan seluruh perjuangan dan kisah dan semua hal yang mereka lalui," tambah Forline yang merupakan peneliti dan aktivis Suku Awa itu.

Karapiru lahir di masyarakat pemburu-peramu nomaden sekitar akhir 1940-an dan awal 1950-an. Kala itu, Suku Awa belum terhubung dengan dunia luar. Ia pun tidak memiliki akta kelahiran.

Saat itu, dunia luar sangat jarang menginjakkan kaki ke tanah leluhur Suku Awa yang terletak di seluruh Maranhao. Pada 1960-an, ditemukan tambang biji besi terbesar di dunia di negara bagian tetangga Para.

Demi dapat memindahkan besi ke pinggir pantai Laut Atlantik untuk diekspor, pemerintah membangun rel kereta sepanjang 550 mil yang membelah Maranhao. Jalur ini kemudian membagi wilayah Suku Awa menjadi dua.

Tidak lama kemudian, muncul gelombang pendatang dan peternak. Pada 1970-an para pendatang menyerbu hutan, merampas lahan, dan memasang pagar.

Mereka mengusir Suku Awa dengan todongan senjata. Dalam semalam Suku Awa menjadi penjahat di tanah mereka sendiri. "Orang kulit putih ingin membunuh orang Indian," kata Karapiru kepada wartawan National Geographic, Scott Wallace, pada 2017.

 
Orang kulit putih ingin membunuh orang Indian.
KARAPIRU
 

Ia berbicara dalam bahasa Suku Awa, sementara salah satu anggota sukunya menerjemahkannya dalam bahasa Portugis. "Mereka tidak menyukai kami. Mereka marah karena kami melewati pagar mereka. Mereka menembaki kami. Mereka melepaskan anjing untuk mengejar kami," tambahnya.

Pada suatu hari di akhir 1970-an, saat putrinya masih bayi dan putranya balita, keluarga Karapiru diserang para peternak. Serangan tersebut membuatnya terpaksa berkelana selama 10 tahun di Hutan Amazon. Aktivis hak asasi mengatakan, petualangan Karapiru menunjukkan ketahanan masyarakat pribumi pada kekejaman kolonial.

"Peternak harus menyingkirkan keberadaan orang-orang Indian untuk mengambil lahan yang mereka coba ambil," kata direktur Departemen Indian yang Terisolasi, badan urusan masyarakat pribumi Brasil, FUNAI, Sydney Possuelo pada 2017 lalu.

Possuelo yang juga pernah menjabat sebagai presiden FUNAI selama dua tahun, dikenal sebagai aktivis sosial dan petualang hutan Amazon. Ia salah satu pakar terbaik masyarakat pribumi Amazon dan aktivis yang menyuarakan perlindungan suku-suku terisolasi.

Para pemimpin masyarakat pribumi khawatir suku-suku terisolasi seperti Awa serta 70 suku lainnya yang menyebar di seluruh Amazon kembali menghadapi perampasan tanah paksa yang penuh kekerasan. Presiden Jair Bolsonaro dan sekutunya di legislatif terus berusaha keras memperlemah perlindungan pada tanah suku pribumi kemudian menghilangkannya sama sekali.

Hari ini ratusan orang Suku Awa dari total populasinya yang sebanyak 600 orang masih tinggal di kantong-kantong hutan di Maranhao sebagai suku nomaden yang terisolasi. Organisasi pembela hak masyarakat pribumi Survival International mengatakan, Suku Awa 'sebagai suku yang paling terancam di dunia'.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat