Seorang pria dengan memakai masker wajah menggunakan telepon genggam berdiri di dekat zebra cross di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (12/1). | EPA

Nasional

Menakar Asa Media Siber di Era Digital

Optimisme saja tidak cukup bagi pengelola media siber dalam menghadapi perubahan situasi industri media saat ini.

OLEH FAUZIAH MURSID

Perkembangan media siber di Indonesia membutuhkan dukungan berbagai aspek, mulai dari perbaikan kualitas jurnalisme digital, ekosistem media, dan kapasitas bisnis yang sehat.

Di era digital ini, optimisme saja tidak cukup bagi pengelola media siber dalam menghadapi perubahan situasi industri media saat ini, baik disrupsi digital maupun pandemi Covid-19.

Hal itu merupakan salah satu hasil studi riset Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bertema “Lanskap Media Digital di Indonesia: Menyambut Tantangan dan Peluang Digital untuk Media Online Lokal” yang diluncurkan pada Kamis, (29/7) lalu.

Riset yang melibatkan 100 media lokal di 21 wilayah AMSI yang tetap bertahan di era digital, menggambarkan responden dari industri media siber ini optimistis dengan perkembangan industri media ke depan. Namun demikian, optimisme para responden belum didukung dengan kemampuan memadai menghadapi perubahan situasi industri media saat ini.

"Modal mandiri yang tidak besar, perangkat analitik yang sederhana, pemasukan kurang maksimal, dan perencanaan bisnis ke depan yang juga terbatas adalah kondisi yang dihadapi oleh para responden di berbagai wilayah," ujar Periset Utama sekaligus Dosen Universitas Multimedia Nusantara, Ignatius Haryanto, saat paparan.

Ignasius mengungkapkan, salah satunya terkait transformasi digital, ada sekitar 88 persen responden di Jakarta yang optimistis dengan situasi saat ini. Sedangkan tingkat optimisme di daerah dari pengelola media lokal sebanyak 79,7 persen.

"Inovasi diyakini para responden sebagai salah satu jalan. Ketika kita tanya apa kunci sukses media siber di Jakarta, 28 persen inovasi teknologi penting, kemudian, 24 persen kualitas jurnalistik, yang ketiga, 20 persen itu peluang iklan bisnis," ujarnya.

Temuan lainnya terkait jumlah karyawan yang melek teknologi. Dari pengelola media siber di Jakarta, 25 persen responden menyebut persentase karyawan yang punya kemampuan teknologi hanya 50 persen dari total karyawan. "Untuk media di luar Jakarta, 20,8 persen pengelola mengaku 50 persen karyawannya melek dengan teknologi, dan hanya 15,1 persen yang mengaku 80 persen karyawannya melek teknologi,"  katanya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wahyu Dhyatmika mengatakan, riset lanskap media online Indonesia diperlukan sebagai data awal menyusun langkah strategis mendukung pengembangan media daring. Transisi pengelolaan media konvensional menuju media digital tidak dapat terelakkan lagi.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan banyak problem yang dihadapi, mulai dari kapasitas manajemen bisnis, pemahaman jurnalisme, sampai eksekusi menghasilkan produk berkualitas.

Karena itu, diperlukan intervensi program yang tepat untuk mengatasi kesenjangan antara gagasan dan realitas. "Langkah tersebut diperlukan sekaligus sebagai upaya untuk menyehatkan media digital, perbaikan kualitas jurnalisme dan penguatan civil society. Harapannya dengan media yang sehat percakapan di ruang publik akan lebih sehat," kata dia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat