Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Adab Melakukan Perjanjian

Karena peran penting perjanjian, maka ada beberapa adab yang harus ditunaikan saat perjanjian.

Oleh USTAZ DR ONI SAHRONI

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

 

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dalam setiap transaksi atau kerja sama bisnis, perjanjian merupakan suatu keharusan untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak. Bagaimana tuntunan syariah saat kita melakukan perjanjian? Mohon penjelasan ustaz! -- Irfan, Bandung

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Salah satu bukti transaksi antara dua pihak atau lebih adalah perjanjian yang disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Contohnya, jika nasabah A mengajukan pembiayaan pembelian rumah dengan akad murabahah di bank syariah, maka ada perjanjian yang ditandatangani antara kedua belah pihak yang disaksikan oleh notaris.

Contoh lainnya, seseorang sebagai investor berinvestasi Rp 100 juta kepada si B sebagai pengelola, maka harus ada perjanjian yang mengatur hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak. Karena peran penting perjanjian, maka ada beberapa adab yang harus ditunaikan saat perjanjian.

Pertama, dimulai dengan basmalah dan tausiyah,  yang intinya memberikan pemahaman kepada para pihak yang akan menandatangani perjanjian bahwa ini dilakukan karena Allah SWT agar mendapatkan ridha-Nya.

Bahwa setiap perjanjian akan berbuah keberkahan saat ditunaikan dengan amanah oleh para pihak dan makna-makna lain yang disampaikan sebelum para pihak membubuhkan tanda tangan diperjanjian.

Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda kepada Sa’id bin Abi Waqash, “Tidaklah sekali-kali engkau diberi umur panjang, kemudian kamu mengerjakan suatu amalan dengan tujuan untuk mencari ridha Allah Ta’ala, kecuali akan bertambah derajat dan keluhuranmu”. (HR. Bukhari).

Juga sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Ibnu Umar RA berkata, Ada seseorang mengadu kepada Rasulullah Saw bahwa ia tertipu dalam jual beli. Lalu beliau bersabda, ‘Jika engkau berjual-beli, katakanlah: Jangan melakukan tipu daya.” (Muttafaq Alaih).

Kedua, memastikan para pihak telah membaca dan paham, minimal klausul inti yang ada dalam perjanjian. Klausul inti perjanjian dalam akad murabahah itu adalah para pihaknya siapa, yang dibeli apa, harganya berapa, total kewajibannya berapa, pembayaran menggunakan alat pembayaran apa, jaminannya apa, maka itu yang harus dipastikan bahwa para pihak itu telah mengetahui, memahaminya, serta menyepakatinya. Sehingga tidak ada lagi alasan bagi salah satu pihak bahwa mereka dulu tidak mengetahuinya karena tidak pernah disampaikan tentang isi akad.

Jika nasabah atau pihak lain itu tidak paham atau belum membaca, maka disampaikan oleh bank syariah atau pihak lain terkait klausul inti dalam perjanjian murabahah atau lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT, “Hai orang orang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang diitentukan, hendaklah kamu menuliskannya ...” (QS al-Baqarah : 282).

Saat pilihannya dibacakan atau di-imla’-kan, maka baik yang meng-imla’-kan itu adalah penjual (kreditur) atau pihak lain itu dibolehkan selama para pihak paham terhadap isi perjanjian. Sebagaimana tuntunan firman Allah SWT, “...dan hendaklah orang yang berhutang itu meng-imla’-kan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya...” (QS al-Baqarah : 282).

Ketiga, para pihak yang hadir adalah para pihak yang berkewenangan langsung untuk melakukan transaksi atau pihak yang mewakili yang secara sah mendapatkan kuasa dari para pihak akad. Selain itu, mereka yang hadir untuk melakukan perjanjian itu harus cakap hukum dan bisa memahami dan menjelaskan isi perjanjian.

Keempat, berdoa agar perjanjian yang ditandatangani itu menuai keberkahan. Kemudian, ikrar bersama kedua belah pihak untuk berkomitmen terhadap seluruh isi perjanjian termasuk saat terjadi di luar dugaan atau di luar keinginan, maka mengedepankan musyawarah dan islah (negosiasi).

Mudah-mudahan dengan perjanjian yang ditunaikan dengan adab-adab tersebut menjadi permulaan yang baik bagi para pihak bisnis sehingga tahapan selanjutnya dengan seluruh dinamikanya dapat ditunaikan dengan baik pula.

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat