Sindrom down | Theconversation.com

Sehat

Tangani Segera Kelainan Jantung pada Sindrom Down

?Sekitar 50 persen dari anak dengan kelainan Down Syndromemengalami penyakit jantung bawaan.?

Setelah dilahirkan pada 9 Januari 2015, Aisyah didiagnosis mengalami sindrom Down. Mulanya, Aisyah tidak menunjukkan gejala- gejala yang berkaitan dengan masalah kesehatan jantung. Namun, memasuki usia empat bulan, dokter anak yang menangani Aisyah mulai melihat adanya tanda kelainan jantung pada pasien.


Aisyah memperlihatkan kulit kebiruan dan gejala sesak napas. Serangkaian pemeriksaan menunjukkan adanya kebocoran jantung yang sudah mencapai paru. Aisyah harus dioperasi sebelum usia enam bulan dan dirujuk ke ke Siloam Hospitals Kebon Jeruk (SHKJ).


Operasi berjalan lancar dua pekan sebelum Aisyah berusia enam bulan. Kini Aisyah sudah berusia empat tahun. Berat badannya yang semula sulit naik, kini bertambah menjadi normal seperti anak-anak seusianya.


Aisyah mengalami penyakit jantung bawaan (PJB) dan banyak anak dengan sindrom Down yang mengalami penyakit serupa. Data menunjukkan bahwa setengah dari anak dengan sindrom Down juga mengalami PJB.


"Karena Down syndrome kelainan genetik, PJB juga ada faktor genetiknya," ungkap spesialis jantung dan pembuluh darah dari SHKJ Prof dr Ganesja Harimurti SpJP(K)yang menangani Aisyah saat ditemui Re publikaseusai pertemuan dengan pasien di SHKJ, beberapa waktu lalu.


National Center for Biotechnology Information (NCBI) mengungkapkan, Down syndrom atau sindrom Down merupakan jenis kelainan kromosom yang paling umum terjadi dan paling dikenal oleh masyarakat. Sindrom Downjuga merupakan penyebab disabilitas intelektual paling sering.


Sindrom Down disebabkan oleh trisomi pada kromosom 21. Trisomi merupakan kelain an genetik di mana seseorang memiliki tiga salinan kromosom 21, yang dalam kondisi normal harusnya hanya dua salinan.


Sindrom Down merupakan kondisi seumur hidup yang hingga saat ini belum dapat disembuhkan. Ada beberapa gejala fisik hingga gejala mental yang dapat diperhatikan. Beberapa gejala fisik sindrom Down, menurut WebMD adalah bentuk mata menyerupai almon, wajah lebih rata khususnya di bagian hidung, kuping yang kecil, serta jari tangan yang pendek.


Sindrom Down juga memiliki beberapa gejala mental karena kondisi ini memengaruhi ke mampuan seseorang untuk berpikir, memahami sesuatu, hingga bersosialisasi. Mereka sering kali membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai tahap pertumbuhan, seperti merangkak, berjalan, dan bicara.


Meski lebih sering diasosiasikan dengan gangguan pada kemampuan intelektual, anak dengan sindrom Down sebenarnya juga menghadapi risiko kesehatan lain, salah satunya kesehatan jantung. "Pada anak dengan seperti Down Syndrome, sekitar 50 persennya disertai dengan PJB," lanjut Ganesja.


Itulah sebabnya, kata dia, anak yang terdiagnosis sindrom Down sebaiknya segera diperiksa kondisi jantungnya ke spesialis jantung dan pembuluh darah yang memang khusus menangani anak-anak. "Jadi, semua anak dengan Down syndrome harus diperiksa (kondisi kesehatan jantungnya)," kata Ganesja.


Ada beberapa tanda PJB yang dapat diwaspadai oleh orang tua dari anak dengan sindrom Down. Tanda atau gejala tersebut meliputi tumbuh-kembang yang kurang baik. Sebagai contoh, anak tersebut sudah berusia satu tahun, tetapi hanya memiliki berat badan 5 kilogram. Padahal, anak seusia itu umumnya memiliki berat badan 8 kilogram.


Selain itu, kata dia, anak dengan PJB juga cenderung sering mengalami batuk dan panas. Pada bayi, gejala lain yang bisa diperhatikan ada lah kesulitan menyusui. "Misalnya, kalau anak menyusui normal kan. Lalu, 10 menit kemudian berhenti, kalau anak penderita PJB ini menyusu-berhenti, menyusu-berhenti, seperti capek."


Ganesja mengatakan, masyarakat mungkin tidak mengenal PJB sebaik mengenal serangan jantung pada penyakit jantung koroner. Padahal, kasus PJB cukup banyak pada anak-anak. Diperkirakan delapan dari 1.000 anak yang lahir hidup memiliki PJB.

photo
technologynetworks.com


Kesadaran terhadap PJB perlu ditingkatkan karena implikasinya sangat besar pada kehidupan anak. PJB harus ditangani tepat waktu dan tepat guna sehingga anak-anak bisa tumbuh dengan normal seperti anak-anak lainnya. "PJB bukan hal sederhana," kata Ganesja.


Deteksi PJB sedini mungkin

National Down Syndrome Society (NDSS)mengungkapkan, ada empat jenis PJB yang paling sering diderita anak dengan sindrom Down. Jenisnya adalah atrioventricular septal defect (AVSD) atau endocrial cushion defect, defek septum ventrikel, persistent ductus arterious, dan tertralogi fallot.


Secara umum, PJB bisa dibagi dua menjadi PJB sianotik atau PJB yang disertai dengan kebiruan dan PJB nonsianotik atau PJB yang tidak disertai dengan kebiruan. PJB perlu diobati sedini mungkin agar tidak memunculkan komplikasi yang lebih serius. Salah satunya adalah komplikasi berupa gagal jantung.


"Kalau tidak kita obati sejak dari awal, itu biasanya akan progresif," kata spesialis jantung di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP)Dr Hermawan SpJP(K) FIHA seusai peluncuran #24JamSiaga Layanan Kegawatdaruratan Jantung RSPP, di Jakarta, belum lama ini.


Hermawan mengungkapkan, ada serangkaian pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis PJB pada anak. Beberapa di antaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan gejala klinis, pemeriksaaan elektrokardiografi (EKG), rontgen, dan eko kardiografi (Echo) atau USG jantung.


Pada pemeriksaan gejala klinis, dokter akan melihat ada atau tidaknya gejala-gejala PJB yang dialami anak. Beberapa di antaranya adalah sesak napas, kulit kebiruan (sianotik), feeding difficulties, atau kecapekan saat menyusu, dan cepat lelah. Pada pemeriksaan fisik, salah satu yang akan dilihat adalah tumbuh-kembang anak. Anak dengan PJB akan mengalami gagal tumbuh atau failure to thrive.


Hermawan menambahkan, anak dengan PJB juga cenderung sering mengalami infeksi sa luran napas bawah atau infeksi paru. Ini dapat terjadi karena paru pada anak dengan PJB sering kali 'banjir'. "Kemudian, kita lihat dari rekam jantungnya, ada kelainan atau tidak."


Dari pemeriksaan rontgen, dokter dapat melihat apakah jantung anak membesar atau tidak. Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter untuk melihat apakah paru-paru anak tersebut banyak 'kebanjiran' atau tidak.


Namun, dari semua ini, pemeriksaan yang paling menentukan adalah ekokardiografi. Ada beberapa jenis ekokardiografi yang bisa dilakukan, misalnya Transthoracic echo cardio gram (TTE) atau Transesophageal echocardiogram (TEE). "Nanti tinggal tata kelolanya, ada yang kateterisasi dulu, atau harus dila kukan tindakan pembedahan pendahuluan, itu juga bisa," ujarnya.


Dijelaskan Hermawan, sebagian besar penanganan untuk PJB adalah melalui operasi pembedahan. Terapi nonbedah dengan alat amplatzer juga bisa dilakukan untuk kasus tertentu yang memenuhi syarat. Penggunaan alat ini untuk menutup atau menyumpal kebocoran pada sekat jantung.


Selain itu, jantung anak dengan PJB cenderung mudah terinfeksi, terlebih jika pasien menjalani pergantian katup. Salah satu hal yang perlu diperhatikan orang tua pasien adalah menjaga kesehatan dan kebersihan oral anak. Soalnya, gigi merupakan salah satu organ yang bisa dengan mudah menjadi pintu masuk bagi kuman-kuman yang dapat menginfeksi jantung.


Selain gigi, kesehatan telinga dan hidung juga perlu diperhatikan. Seperti halnya gigi, kedua organ ini bisa jadi pintu masuk kuman ke jantung. "Pada pasien PJB, jantungnya sangat mudah terinfeksi. Namanya infective endocarditis," kata Hermawan.


Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menjaga kesehatan tubuh serta menjaga pola makan yang seimbang dan teratur. Anak juga dianjurkan tetap beraktivitas fisik dan istirahat yang cukup. Namun, mereka perlu menghindari aktivitas fisik yang berlebihan. (ed: dewi mardiani)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat