MAKASSAR, 23/2 - UDANG GALAH. Seorang nelayan udang galah memperlihatkan udang galah hasil tangkapannya yang siap dijual di Makassar, Rabu (23/2). Udang Galah (Macrobrachium Rosenbergii de Man) tersebut merupakan udang air tawar terbesar di dunia dan diju | ANTARA

Bodetabek

Berkah Budi Daya Ikan dan Udang Galah

Budi daya udang galah membutuhkan modal besar.

OLEH EVA RIANTI 

Hendra laki-laki pria paruh baya, kini memiliki kesibukan untuk memberi pakan udang galah di depan rumahnya. Lokasi tepatnya, dekat kantor Kelurahan Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten.

Hendra yang sebelumnya bekerja di perusahaan logistik swasta di Kota Tangerang, memilih banting setir menekuni budi daya hewan air. Hal itu karena ia menjadi satu dari sekian karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada pengunjung 2020, akibat pandemi Covid-19.

“Saya membudi daya ini karena, pertama hobi dan kedua menguntungkan. Lumayan selama pandemi,” ucap Hendra saat ditemui Republika di lokasi usahanya, Sabtu (17/7).

Hendra bertutur, budi daya udang galah dilakoninya sejak sekitar Oktober 2020. Sebelum itu, ia dan rekannya sebenarnya sudah merintis budi daya ragam jenis ikan, mulai mujair hingga nila sejak pertengahan 2020. Kegiatan itu mendapat atensi dari pengurus Karang Taruna Setu, yang merancang pengembangan usaha.

Usaha Hendra tak bertepuk sebelah tangan. Kegiatan budi daya udang galah serta ikan yang ditelateni bersama seorang rekan, ternyata mengalirkan pundi rupiah. Hendra mengaku, memperoleh berkah dari kegiatan pembudidayaan tersebut, terlebih dalam menghadapi kondisi pandemi yang serbasulit saat ini.

Kini, Hendra berkutat menjalani aktivitas di lahan seluas 1.000 meter persegi (m2) di depan kediamannya. Lokasi lahan budi daya berada persis di samping sebuah rawa, yang bersinggungan dengan rawa milik Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek).

Setiap bulan, Hendra setidaknya memperoleh penghasilan antara Rp 3 juta hingga Rp 7 juta. Penghasilannya mengikuti jumlah pesanan dari para pelanggan, yang kebanyakan berasal dari Bogor dan Tangsel. 

Menurut dia, bibit udang galah atau benur yang hendak dibudi daya diambil dari Sukabumi, Jawa Barat. Mulanya, Hendra hanya membeli benur yang warnanya kemerah-merahan dengan ukuran sekitar dua sampai 10 sentimeter (cm), untuk dibudi daya. Hewan tersebut dibesarkan di kolam yang bisa menampung sebanyak 20 ribu benur udang galah.

Setiap hari, jenis udang yang termasuk dalam spesies macrobrachium rosenbergii tersebut diberi pakan dan pelet hingga tumbuh besar. “Tujuh bulan saja sudah segede lengan bayi manusia, udangnya. Kami jualnya nanti tergantung pembeli minta yang berapa sentimeter panjangnya,” kata Hendra.

Dia menyebut, udang galah yang sudah layak konsumsi dijual Rp 150 ribu per kilogram (kg), yang isinya sekitar 20 ekor. Penetapan harga jual, sambung dia, harus menyesuaikan dengan grup petani budi daya udang dan lobster se-Indonesia.

Hendra pun menyebut, potensi budi daya udang galah terbilang menggiurkan jika ditelateni. Hal itu karena permintaan dari masyarakat cukup tinggi. Apalagi, pembudi daya udang galah di Tangsel juga terbilang minim. Sehingga, pesaingnnya sendiri.

Sementara itu, dalam pembudidayaan ikan mujair dan nila, Hendra mengambil bibit ikan dari kawasan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sekali membeli, ia membawa 2.000 ekor yang kemudian dipelihara di keramba yang berada di bibir rawa.

Ikan-ikan tersebut nantinya disortir untuk dipisahkan sesuai ukurannya. Sekali panen, Hendra bisa mengumpulkan sekitar 120-150 kg ikan yang bisa dijual. Adapun harganya sekitar Rp 30 ribu per kg. Hendra menuturkan, demi kelangsungan usaha yang ditekuninya, ikan dan udang galah dikembangkan dengan teknik bioflok.

Ketua Karang Taruna Kelurahan Setu, Ade Aulia, mengatakan, budi daya ikan dan udang yang dijalani oleh Hendra perlu dikembangkan karena memiliki potensi sangat menguntungkan. Dia berjanji untuk menggandeng warga yang terimbas pandemi untuk terlibat budi daya hewan-hewan air tersebut agar bisa memberi pemasukan.

“Rencana dari keramba mau dibawa ke rumah-rumah dengan bioflok, terutama buat petani sama anggota Karang Taruna,” kata Ade. Dia mencatat, ada sekitar 65 anggota Karang Taruna Kelurahan Setu. Meski begitu, realisasinya disesuaikan dengan dana yang tersedia untuk membeli alat bioflok dan minat masing-masing.

Ade menganggap, budi daya ikan dan udang galah dengan teknik bioflok terbilang efisien. Pasalnya, budi daya tersebut hanya membutuhkan lahan sekitar tiga meter persegi di samping rumah. Pun dengan aktivitas penyortiran mudah dilakukan. Jika sudah panen, nantinya ikan segar juga bisa langsung dijual di pinggir jalan atau dibawa ke tengkulak. 

Menurut Ade, satu bioflok bisa menampung sebanyak 1.000 ekor lele dan 500-750 ekor nila. Sehingga, kegiatan tersebut bisa menjadi salah satu upaya pemulihan ekonomi di masyarakat. “Harapannya, yang menganggur akibat pandemi bisa beralih ke kegiatan itu, dapat kemanfaatan dari situ,” kata Ade.

photo
Pekerja menunjukkan udang galah di Ndarufarm, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Senin (9/11). Budi daya ikan, udang dan sayuran yang menggunakan metode Recirculation Aquaculture System (RAS) Aquaponik tersebut merupakan inovasi untuk memaksimalkan fungsi air dan ruang sebagai media pemeliharaan. Dalam sekali panen, tempat budi daya tersebut mampu menghasilkan 2,8 ton ikan dan 80 kilogram sayuran serta dipasarkan ke sejumlah pasar di Pulau Jawa. Foto: Abdan Syakura/Republika - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat