Petugas gabungan dari TNI, Polri dan Dinas Perhubungan melakukan pemeriksaan Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) atau surat tugas pengemudi yang akan melintas di Tol Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (15/7). Sebanyak sembilan titik penyekatan | Republika/Thoudy Badai

Jakarta

Perda Covid-19 DKI akan Terapkan Sanksi Pidana 

Mereka yang melanggar perda Covid-19 akan ditindak, mulai dari teguran tertulis sampai pencabutan izin.

JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria (Ariza) mengatakan, pemerintah provinsi bersama DPRD DKI akan merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengendalian Covid-19. Ariza menyebut, revisi itu dilakukan untuk menambah pasal terkait pemberian sanksi pidana bagi pelanggar aturan dalam perda tersebut. 

"Kami Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta merumuskan revisi perda pengendalian Covid agar dimasukan pasal terkait hukuman pidana bagi siapa saja yang melanggar," kata Ariza di Jakarta Selatan, Kamis (15/7).

Meski demikian, ia tidak menjelaskan secara perinci jenis sanksinya. Ariza menilai, sanksi yang tertuang dalam perda tersebut belum cukup memberikan efek jera bagi para pelanggar. Ia pun menekankan, pihaknya tidak segan menindak tegas para pelanggar aturan pengendalian virus corona yang berlaku saat ini. Salah satunya, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. 

"Bagi siapa saja yang melanggar kami tidak segan-segan menindak, mulai dari teguran tertulis, sampai dengan pencabutan izin. Bahkan, kami akan pidanakan. Untuk itu, kami minta semuanya agar patuh, taat dan disiplin," ujar dia.

Menurut Ariza, hanya ada satu cara untuk menghindari sanksi tersebut dan mencegah penularan virus korona. Yakni mematuhi penerapan protokol kesehatan serta aturan yang telah ditetapkan. "Laksanakan protokol kesehatan secara disiplin dan bertanggungjawab. Jadi tetap menggunakan masker, dan jangan berkerumun, kurangi mobilitas," katanya. 

"Dan yang terakhir, kita masih dalam masa PPKM Darurat, mari kita laksanakan secara disiplin, baik, bertanggungjawab," ujarnya menjelaskan.

Sementara itu, warga Jakarta dan sekitarnya mulai merasakan dampak dari penerapan pos penyekatan selama PPKM Darurat. Salah satu warga, Mahendra Putra (25), yang setiap harinya melewati pos penyekatan di Jalan Joglo Raya, Jakarta Barat, ini mengaku puas dengan pemberlakuan penyekatan. "Terasa banget sih bedanya. Benar-benar lengang jalanan. Jalan jadi terasa lancar," kata Mahendra saat ditemui di sekitar pos penyekatan Jalan Joglo, Jakarta Barat.

Pria yang bekerja sebagai karyawan swasta itu pun tak butuh waktu lama untuk sampai ke kantor yang berada di Palmerah, Jakarta Barat. Namun dia mengaku sedikit khawatir pada awal masa pemberlakuan penyekatan. Sebab, sempat terjadi penumpukan kendaraan di depan pos penyekatan Joglo. "Ya, kalau awal-awal khawatir ya. Soalnya malah timbul kerumunan baru," kata Putra.

Pendapat berbeda diutarakan oleh Damar (24). Dia berpendapat pos penyekatan di Jalan Joglo Raya kurang efektif karena sering dibuka untuk umum. "Saya barusan lewat. Ternyata enggak ada yang periksa. Adanya posnya doang," ucap Damar. 

Pantauan di lokasi pos penyekatan Jalan Joglo Raya, terlihat tenda bertuliskan "Pos Pantau Dinas Perhubungan Jakarta Barat" yang berada di sisi kiri jalur yang mengarah ke Joglo. Di dalam tenda tersebut, terdapat beberapa petugas yang sedang berjaga. Sedangkan untuk jalur arah sebaliknya, yakni dari Joglo menuju Jakarta Barat juga tak ditutup.

Padahal, jika mengacu pada peraturan Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo, mengatakan, harusnya petugas menutup akses jalan untuk umum di pos penyekatan pada pukul 10.00-22.00 WIB. Mereka yang boleh melewati titik penyekatan hanya tenaga kesehatan serta kategori darurat seperti polisi dan TNI.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ariza Patria | Tiga M (arizapatria)

Adapun Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengendalian Covid-19 disahkan pada 12 November 2020. Dalam aturan itu sebenarnya sudah terdapat sanksi pidana, tetapi berupa pidana denda. 

Salah satunya seperti yang disebutkan dalam Pasal 29, yakni setiap orang yang menolak untuk dilakukan tes PCR atau pemeriksaan Covid-19 akan dipidana paling banyak Rp 5 juta. Kemudian, pada pasal 30 juga disampaikan bahwa orang yang menolak dilakukan pengobatan dan atau vaksinasi Covid-19 akan didenda Rp 5 juta. 

Terkait revisi sanksi Perda Covid-19, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Purwanto, menyatakan sah saja jika Pemprov DKI mengajukan revisi mengenai sanksi dalam perda itu. "Namanya pengajuan maka, kami akan gali nantinya dengan melihat urgensi dan nafas dari perubahan perda tersebut kemana," kata Purwanto. 

Dia mengatakan, perlu dikaji terlebih dahulu terkait usulan revisi itu. DPRD DKI juga dapat menolak usulan revisi itu, jika berdasarkan hasil kajian dirasa kurang tepat. "Bisa saja karena kompenen pendukung penegakan perda yang tidak dijalankan maksimal oleh pemda, sosialisasi yang tidak dilakukan optimal sehingga terkesan sanksi pelanggaran harus progresif dan berefek jera," ujarnya. 

Politikus Partai Gerindra ini menegaskan, pemberian sanksi dan hukuman adalah opsi terakhir dari suatu aturan yang dilanggar. Menurut dia, pemerintah juga harus fokus untuk menciptakan kesadaran masyarakat dalam menaati aturan yang ada. "Tugas kita adalah menciptakan kesadaran bersama untuk menaatinya, bukan fokus pada melipatgandakan hukumannya," ujarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat