Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Mensyukuri Nikmat Oksigen

Nikmat oksigen baru dirasakan penuh manfaat dan sangat dibutuhkan ketika mengalami kesulitan napas.

Oleh MUHBIB ABDUL WAHAB

 

OLEH MUHBIB ABDUL WAHAB 

Pada masa pandemi Covid-19 ini, kebutuhan oksigen untuk para pasien Covid melonjok tajam, sehingga sejumlah rumah sakit mengalami kelangkaan ketersediaan oksigen. Oksigen merupakan kebutuhan asasi hidup manusia. Tanpa oksigen, manusia tidak bisa bernapas dan bisa mati.

Marilah kita berintrospeksi diri dan berhitung sejenak. Betapa oksigen gratis yang selama ini disediakan Allah di alam raya ini sungguh bernilai tinggi. Secara ekonomi, harga oksigen itu Rp 25 ribu per liter; sedangkan harga nitrogen adalah Rp 10 ribu per liter.

Manusia memerlukan 2.880 liter oksigen dan 11.376 liter nitrogen per hari. Seandainya harus dibeli, untuk pemenuhan oksigen dan nitrogen, manusia harus mengeluarkan uang sebesar Rp 185 juta per hari per orang.

Jika dikalikan satu bulan saja, maka 30 hari x Rp 185 juta = Rp 5,5 miliar. Seandainya hidupnya mengandalkan oksigen dan nitrogen yang dibeli, bukan yang dinikmati secara gratis dari Allah, dapat dipastikan bahwa orang terkaya di dunia ini tidak akan mampu bertahan lebih dari setahun.

Itulah nikmat paling vital yang dirasakan manusia melalui hidungnya. Sungguh masih banyak nikmat Allah yang lain yang dinikmati melalui mulut, mata, telinga, tangan, kaki, kulit, akal pikiran, hati, dan lainnya. Sayangnya, kata Allah, sangat sedikit di antara hamba-Nya yang pandai bersyukur (QS Saba’ [34]: 13).

Selain sedikit yang bersyukur dan cenderung mendustakan nikmat Allah, manusia dalam Alquran juga dinarasikan sebagai kufur (ingkar) nikmat, zalim, amat bodoh, dan sebagainya. Di dalam surah ar-Rahman, sebanyak 31 kali, Allah bahkan menyebut berulang kali ayat: “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” Hanya ayat ini satu-satunya yang diulang sebanyak itu. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memang sangat potensial menjadi pengingkar nikmat Allah.

Nikmat oksigen baru dirasakan penuh manfaat dan sangat dibutuhkan ketika mengalami kesulitan napas. Karena itu, sudah semestinya manusia berkesadaran teologis berupa pengakuan autentik terhadap segala nikmat Allah.

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah datangnya. Dan apabila kamu ditimpa kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (QS an-Nahl [16]: 53)

Budaya bersyukur, termasuk mensyukuri oksigen, merupakan kebaikan. Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh mengagumkan urusan Mukmin. Semua urusannya itu baginya merupakan kebaikan. Hal itu bukan untuk seseorang melainkan untuk Mukmin itu sendiri; jika menerima kenikmatan atau kesenangan, dia bersyukur; sehingga kenikmatan itu menjadi kebaikan baginya. Sebaliknya, jika mengalami musibah (bencana), dia bersabar, sehingga bencana itu menjadi kebaikan baginya.” (HR Muslim).

Dr Robert Emmon dari Universitas California yang melakukan penelitian terhadap manfaat syukur secara medis menyimpulkan bahwa para mahasiswa yang membiasakan berterima kasih kepada sesama cenderung bisa merasakan kebahagiaan dan kestabilan emosi mereka, di samping memiliki derajat kesehatan fisik dan psikis yang lebih baik.

Para mahasiswa yang selalu bersyukur lebih optimistis dan lebih dapat menikmati hidupnya, serta imunitas tubuh mereka terhadap penyakit lebih kuat. Bahkan, tidur mereka lebih nyenyak dibandingkan yang tidak membiasakan bersyukur.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat