Petugas memusnahkan puluhan ribu botol minuman keras (miras) menggunakan alat berat di Polres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (10/5/2021). Terkait larangan miras, regulasinya harus tegas. | ANTARA FOTO/Yulius Satria WIjaya]

Nasional

Diksi Larangan Minol Disarankan Diubah

Perwakilan Kristen dan Buddha menyarankan diksi larangan pada judul diubah menjadi pengendalian atau pengaturan.

JAKARTA — Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) dan Wali Umat Budha Indonesia (Walubi) menyarankan Badan Legislasi (Baleg) DPR mengubah diksi judul Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol). Perwakilan PGI, Pdt H Lokra, menyarankan diksi larangan pada judul diubah menjadi pengendalian atau pengaturan.

Ia mengaku, dalam sejumlah kegiatan agama Kristen, ada momen di mana mereka minum alkohol. Salah satunya ketika melakukan Perjamuan Kudus atau Perjamuan Suci. Saat momen itu, umat Kristen akan meminum anggur yang dituangkan dalam cawan. "Kami minta Baleg memertimbangkan bukan ‘larangan’, melainkan ‘pengendalian’," ujar Pdt Lokra saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Baleg DPR, Selasa (13/7).

Di samping itu, penggunaan kata larangan membuat seakan-akan masyarakat Indonesia sulit diatur dalam konsumsi minuman beralkohol. Padahal sejak kecil, pembinaan terkait buruknya alkohol sering disampaikan.

"Tidak semua hal harus diatur dan dilarang dengan undang-undang karena beragam tradisi di Nusantara yang masih terkait dengan minuman beralkohol," kata dia.

Hal senada juga disampaikan perwakilan Walubi Philip K Widjaja. Menurutnya, cakupan terkait minuman beralkohol sangat luas. Mulai dari produksi, distribusi, penjualan, hingga konsumsi.

Untuk itu, ia mendorong agar RUU tersebut fokus pada pengaturan atau pengendalian terhadap minuman beralkohol. Termasuk pengaturan terkait pengecualian terhadap agama dan budaya yang dalam situasi tertentu harus mengkonsumsi alkohol.

"Kami menilai yang paling tepat adalah pengendalian atau pengaturan minuman beralkohol," ujar Philip.

Sebelumnya, saran serupa juga disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU Asnawi Ridwan mengakui pihaknya memang belum memiliki rekomendasi final terkait RUU Minol, tetapi PBNU mengedepankan nama pengendalian minol.

"NU lebih mengedepankan tema pengendalian. Kenapa demikian? Karena di dalam Islam yang dipahami oleh NU, Islam itu sendiri tetap menghargai perbedaan pendapat apabila ada salah satu agama atau kepercayaan yang berkembang di Indonesia punya keyakinan bahwa minol tidak dihukum haram," ujar Asnawi.

Sementara, Pengurus Pusat Muhammadiyah lebih cenderung mendukung diksi larangan ketimbang pengaturan atau pengendalian. Perwakilan PP Muhammadiyah Ma'mun Murod Al-Barbasy kepada Baleg DPR pada Mei lalu mengatakan, RUU Larangan Minol bukan berarti menggeneralisasi pelarangannya kepada kelompok tertentu. Ia harap aturan yang tertera di dalamnya harus jelas, tegas, dan tidak ambigu.

"Sama halnya terkait larangan miras, nanti harus tegas, regulasinya harus tegas. Pertama tentu terkait kandungan alkoholnya itu nanti seperti apa karena ini pasti akan ramai," ujar Ma'mun.

Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi mengatakan, nama RUU Minol masih sama hingga saat ini, sesuai dengan yang ditetapkan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2021.

Baleg masih sangat terbuka dengan masukan terhadap RUU Larangan Minol, termasuk usulan perubahan nama. "Itu bagian dari aspirasi karena sebelumnya juga ada aspirasi agar tetap menggunakan kata larangan," ujar Baidowi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat