Suasana sidang putusan Majelis Etik Dewas KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin (31/5/2021). | ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Kabar Utama

Gaji Penyidik Kasus Bansos Dipotong Enam Bulan

Dewas KPKmenyatakan kedua penyidik kasus bansos terbukti melanggar kode etik saat memeriksa pelapor.

JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Koruspi (Dewas KPK) menjatuhkan hukuman sedang dan ringan terhadap dua penyidik kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19, M Praswad Nugraha dan Muhammad Nor Prayoga. Dalam sidang etik kemarin itu, Dewas menyatakan kedua penyidik itu terbukti melanggar kode etik saat memeriksa pelapor, Agustri Yogasmara alias Yogas.

Yogas merupakan operator dari salah satu anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Ihsan Yunus. Nama Yogas dan Ihsan Yunus kerap muncul dalam perkara skandal suap bansos mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara. Namun hingga kini keduanya masih berstatus sebagai saksi.

"Menghukum terperiksa I, Mochamad Praswan Nugraha dengan pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama enam bulan," kata Ketua Majelis sidang etik, Harjono, Senin (12/7).

Hukuman ringan dijatuhkan terhadap penyidik Muhammad Nor Prayoga, yaitu berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku tiga bulan. Harjono menjelaskan, kedua penyidik dinyatakan bersalah telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku Pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK.

Dalam sidang itu, Dewas sempat membacakan transkrip percakapan antara Praswad dengan Yogas. Dewas menilai ada sebuah perundungan saat membacakan dialog tersebut. Dewas menyebut kedua penyidik juga memperlihatkan bahasa tubuh intimidatif seperti mengangkat kaki hingga sejumlah gestur lainnya.

Perundungan lain terjadi saat pemeriksaan Yogas sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK. Saat itu, Dewas menilai kedua penyidik melontarkan sejumlah pernyataan yang bersifat intimidatif semisal 'ini harus masuk penjara'.

Keduanya juga dinilai menunjukkan sikap seolah-olah akan melempar sesuatu pada Yogas. "Terperiksa 2 menyatakan sangat menyesal atas perbuatannya dan mengaku tidak akan mengulangi lagi," kata Harjono.

Menanggapi putusan tersebut, Praswad menilai Dewas tidak melihat secara keseluruhan konteks kalimat yang dilontarkan penyidik terhadap Yogas. "Dalam pembacaan putusan terdapat potongan kata-kata kami yang dilepaskan dari konteks kejadian secara keseluruhan," kata Praswad dalam keterangannya.

Dia mencontohkan suasana dan intonasi suara saat komunikasi tersebut dilakukan. Kemudian, latar belakang dialog yang terjadi selama 3 hingga 4 jam sebelumnya. Kemudia, upaya peringatan agar saksi tidak melanggar pasal pemidanaan karena memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan barang bukti lainnya.

photo
Tersangka dari pihak swasta Harry Sidabuke (kanan) menyerahkan sepeda brompton kepada operator Ichsan Yunus, Agustri Yogasmara saat menjalani rekonstruksi perkara dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial untuk penanganan Covid-19 di pelataran Gedung KPK, Rasuna Said, Jakarta, Senin (1/2/2021). - (Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO)

Praswad mengatakan, peringatan tersebut muncul sebagai upaya menghentikan adanya ancaman yang dilakukan oleh Yogas terhadap saksi lainnya. "Serta teknik-teknik interogasi dalam penyidikan," kata dia.

Praswad menilai hukuman itu sebagai serangan balik terhadap upaya pemberantasan korupsi. Meskipun, dia mengatkaan kalau hal tersebut bukanlah perkara baru terhadap KPK.

"Dan merupakan risiko dari upaya kami membongkar kasus korupsi paket sembako Bansos dengan anggaran Rp 6,4 triliun yang dilakukan secara keji di tengah bencana Covid-19," kata dia.

Dia berharap tidak ada lagi penyidik dan pegawai KPK lain yang menjadi korban dalam upaya membongkar perkara mega korupsi di Indonesia. Praswad saat ini diketahui berstatus nonaktif lantaran tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Kami mohon Dewas KPK secara konsisten dapat menjadi lentera keadilan terhadap berbagai dugaan pelanggaran etik serta tindakan koruptif yang benar-benar merusak KPK dan merusak Indonesia," kata dia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat