Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Delivery Order

Bagaimana aturan fikih agar delivery order tidak menyalahi tuntunan syariah?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamualaikum wr wb. 

Ustaz, baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang PPKM, di antaranya untuk pembelian barang itu dengan delivery order atau take away. Jadi delivery order itu membuat sering sekali membeli melalui daring, pilih barangnya, baru kemudian dikirim kadang mengunakan aplikaksi tertentu, kadang pakai  telepon atau melalui grup WA. Sebenernya, seperti apa tuntunan fikih yang harus kita tunaikan agar delivery order ini tidak menyalahi tuntunan syariah? -- Muhsinah, Serang

Waalaikumsalam wr wb.

Secara umum, kebijakan untuk membatasi atau bahkan melarang transaksi penjualan langsung itu, positif dan bermanfaat untuk menghindari kontak fisik yang berpotensi penularan Covid-19 di tengah grafik Covid-19 hari ini yang melonjak tinggi akhir-akhir ini.

Selanjutnya, dari sisi fikih, di antara tuntunan syariah yang harus di penuhi saat melakukan delivery order adalah sebagai berikut. Pertama, memastikan barang yang dibeli itu halal, prioritas untuk dibeli, sehat, tidak berpotensi akan penularan.

Karena itu, barang-barang yang tidak halal seperti minuman keras, barang-barang yang merusak kesehatan tubuh atau merusak pendidikan anak-anak, itu tidak boleh dibeli termasuk dengan cara delivery order.

 
Memastikan barang yang dibeli itu halal, prioritas untuk dibeli, sehat, tidak berpotensi akan penularan.
 
 

Begitu pula barang-barang yang tidak prioritas untuk dibeli, itu bukan bagian dari tuntunan adab membeli atau memiliki barang seperti makanan dan minuman yang tidak sehat, alat permainan (untuk mengisi hari-hari saat isolasi mandiri keluarga agar tidak bosan) tetapi permainan yang tidak mendidik.

Kedua, disepakati kriteria barang yang dibeli seperti apa dan biaya atau harga yang akan diserahkan itu tunai atau cash on delivery atau ditransfer. Dari sisi fikih akad, transaksi order delivery jual beli dengan objek barang secara daring atau tidak terlihat (bai' al-maushuf fi dzimmah) sehingga harus disepakati kriteria barangnya agar tidak terjadi barang yang dipesan diterima oleh pembeli dan tidak sesuai dengan pesanan yang berbuah ketidakridhaan atau ketidakpuasan.

Atau dalam bahasa hadis, mengurangi keberkahan transaksi jual beli. Misalnya satu keluarga yang sedang isolasi mandiri menggunakan aplikasi delivery order dengan mencantumkan barang barang yang akan dibeli, yaitu roti gandum dan susu kambing dengan merek dan volumenya.

Setelah mengetahui harga kedua barang tersebut berapa, setelah diketahui kemudian disetujui dan menyatakan oke. Dengan persetujuan tersebut maka transaksi dan ijab kabul juga terjadi.

Ketiga, idealnya penjual memberikan pilihan bagi pembeli order delivery untuk membatalkan saat barang yang dikirim oleh penjual itu tidak sesuai atau tidak bisa dimanfaatkan.

Pilihan ini sebagai salah satu bentuk perlindungan terhadap konsumen agar para pihak itu tidak dirugikan karena penjual sudah menerima uang secara tunai telah mendapatkan keuntungan, tetapi pembeli dirugikan karena mendapatkan barang yang cacat atau tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Keempat, teknis pembelian mempertimbangkan aspek protokol kesehatan. Kelima, memilih alat pembayaran dan aplikasi yang sesuai syariah (yang sudah mendapatkan sertifikat atau izin operasional dari otoritas terkait). 

Di antara kaidah yang menjadi rujukan dalam permasalahan ini adalah kaidah yang substansinya apabila ada dua risiko yang harus dipilih untuk ditinggalkan atau dilakukan maka risiko yang paling ringan yang harus didahulukan dan risiko yang lebih berat yang  dikorbankan.

Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat