Pengendara melintas di jembatan yang rusak di Desa Datar Ajab, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Minggu (4/7/2021). | ANTARA FOTO/Bayu Pratama S

Opini

Mendanai SDGs Desa

Diharapkan masing-masing desa tumbuh dan berkembang sesuai kearifal lokal yang diyakini.

JOKO TRI HARYANTO, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu 

Mendukung pencapaian target komitmen pemenuhan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), pemerintah terus mengupayakan implementasinya hingga ke pemerintahan desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KemendesPDTT) menetapkan kebijakan percepatan implementasi SDGs Desa melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021.

Meski minor, SDGs desa memiliki perbedaan dibandingkan dokumen SDGs global maupun nasional.

Hal ini didasarkan fakta, SDGs global dan nasional tidak mengatur kearifan lokal dan adat istiadat di desa sehingga ditambahkan goal ke-18 dalam SDGs yaitu ‘kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif’.

Dengan penambahan tersebut, diharapkan masing-masing desa tumbuh dan berkembang sesuai kearifal lokal yang diyakininya. Di level nasional, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017.

 
Dengan penambahan tersebut, diharapkan masing-masing desa tumbuh dan berkembang sesuai kearifal lokal yang diyakininya. 
 
 

Regulasi tersebut mengedepankan filosofi ”no one left behind” atau memastikan tidak ada seseorang pun yang akan tertinggal.

Dibandingkan target Millenium Development Goals (MDGs), pendekatan SDGs dinilai lebih komprehensif karena mengakui manusia, bumi, kemakmuran, peramaian, dan kemitraan sebagai kunci utama tercapainya agenda besar bersama.

Ketika lima area ini dijalankan secara bertanggung jawab, akan terjadi perubahan radikal serta mengangkat harkat dan martabat manusia bersama seluruh penghuni lainnya dalam harmoni kehidupan.

Sebagai petunjuk pelaksanaan, disusunlah Rencana Aksi Nasional Percepatan SDGs (RAN-SDGs). Harapannya, dapat menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, ormas, pelaku bisnis, filantropis, akademisi dan institusi lainnya.

Ingat, 17 tujuan, 169 target dan 319 indikator SDGs adalah kerja besar yang harus diselesaikan secara kolaborasi. Peran daerah juga penting mengingat pencapaian SDGs sangat dipengaruhi kinerja pemda.

 
Jangan sampai pemda justru terkendala dalam impelementasinya hanya karena persoalan nonteknis yang sebetulnya dapat diatasi dengan mudah.
 
 

Dengan petunjuk dari pusat, maka pemda mampu bekerja optimal demi mewujudkan berbagai harapan dan tantangan yang menghadang. Dengan demikian, melokalkan isu SDGs menjadi pekerjaan berat berikutnya.

Jangan sampai pemda justru terkendala dalam impelementasinya hanya karena persoalan nonteknis yang sebetulnya dapat diatasi dengan mudah.

Aspek pendanaan

Bagi pemerintah, meski baru diperkenalkan sejak 2015, isu SDGs sebetulnya sudah lama dicantumkan dalam rencana kerja pemerintah jangka panjang, menengah dan tahunan.

Penulis berharap, momentum SDGs akan lebih bermanfaat untuk dijadikan titik tolak bersama upaya pemutakhiran konsep pembangunan nasional sekaligus konsolidasi dan percepatan pengarusutamaan maupun pemanfaatan segala sumber daya yang dimiliki baik dari sisi teknis maupun pendanaan.

Terlebih, sejak diberlakukannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, digambarkan desa memiliki kedaulatan meskipun terbatas karena merupakan entitas yang mempunyai legitimasi dan rekognisi berbentuk peraturan dan adat istiadat khas secara turun temurun.

Ketika desa memiliki kedaulatannya sendiri, pertanyaan yang mengemuka, bagaimana konsep desa akan mendanai pelaksanaan SDGs ke depannya? Dari sisi politik anggaran, sumber utama pendanaan desa jelas mengandalkan skema APB Desa.

UU Nomor 6 Tahun 2014 membagi APB Desa menjadi komponen Pendapatan Desa, Belanja Desa dan Pembiayaan. Pendapatan desa meliputi, pertama, pendapatan asli desa yakni hasil usaha, hasil aset desa, swadaya, partisipasi, dan gotong royong, PAD lain.

 
Dari uraian ini, tampak jelas bagaimana dominasi APB Desa bagi pelaksanaan SDGs Desa nantinya meskipun peran serta dari pemangku nonpemerintah juga sangat diharapkan.
 
 

Kedua, pendapatan transfer yakni dana desa, bagi hasil pajak dan retribusi kabupaten/kota, alokasi dana desa, bankeu provinsi, bankeu kabupaten/kota, sedangkan pendapatan ketiga berupa pendapatan lainnya.

Di antaranya, penerimaan hasil kerja sama desa, bantuan perusahaan berlokasi di desa, hibah/sumbangan pihak ketiga, koreksi kesalahan belanja, bunga bank, dan pendapatan lain desa yang sah.

Sementara komponen belanja desa, meliputi lima bidang prioritas utama yang telah diatur Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Kelima bidang prioritas tersebut terdiri atas bidang penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan pembangunan desa.

Selain itu, pembinaan kemasyarakatan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan penanggulangan bencana, keadaan darurat dan mendesak.

Dari uraian ini, tampak jelas bagaimana dominasi APB Desa bagi pelaksanaan SDGs Desa nantinya meskipun peran serta dari pemangku nonpemerintah juga sangat diharapkan.

Peran dan kontribusi nonpemerintah menjadi penting jika memandang keterbatasan kapasitas pendanaan pemerintah. Karenanya perlu dipikirkan bersama bagaimana menjadikan desa bertranformasi menuju era enterprising the government.

Dengan bermodalkan kelembagaan Bumdes, seyogiyanya tujuan tersebut dapat diraih secara lebih memadai. Banyak desa sudah memperlihatkan contoh kesuksesan atas filosofi tersebut dan wajib terus diadopsi di ribuan desa lainnya.

Terlebih, di dalam pencatatan skema pendapatan desa juga sudah diakui dalam komponen pendapatan lainnya. Jika bukan kita, siapa lagi dan jika bukan sekarang kapan lagi? 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat