Ilustrasi parkir. Pemprov DKI berencana menaikkan tarif parkir. | Republika / Tahta Aidilla

Jakarta

Kenaikan Tarif Parkir DKI Perlu Dikaji Lagi

Kenaikan tarif parkir DKI justru dinilai tepat di tengah keterbatasan lahan parkir di Jakarta.

JAKARTA- - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menaikkan tarif parkir di sejumlah lokasi di Jakarta. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengimbau Pemprov DKI mengkaji lagi rencana menaikkan tarif parkir maksimal untuk kendaraan.

"Saya mengimbau agar rencana kenaikan tarif parkir di DKI Jakarta betul-betul dikaji secara saksama. Bagaimana tingkat efektivitasnya dan apakah besaran tersebut masuk akal dan bisa dipenuhi oleh warga,” kata La Nyalla, Sabtu (26/6).

Penyesuaian aturan tarif baru kendaraan harus mempertimbangkan kondisi ekonomi warga DKI Jakarta, terlebih saat ini masih masa pandemi Covid-19. Dia menyarankan Pemprov DKI lebih fokus meningkatkan pelayanan dan fasilitas transportasi umum yang dianggap masih kurang memadai.

Terlebih pelayanan transportasi massal, seperti armada bus dan kereta rel listrik yang masih kurang dan harus siap saat menghadapi penambahan jumlah penumpang. Dia mengaku pesimistis penyesuaian tarif parkir maksimal kendaraan akan berdampak terhadap pengendara mobil pribadi akan beralih ke transportasi umum jika tidak ada perbaikan ataupun penambahan armada.

Justru dia khawatir, kenaikan tarif parkir maksimal kendaraan akan menambah kantong parkir liar dan merugikan warga. Seperti parkir liar berisi pengemudi ojek daring yang mendapatkan pesanan makanan atau barang harus membayar parkir.

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Gilbert Simanjuntak, juga menilai kenaikan tarif parkir tidak tepat dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung saat ini. Dia mengatakan, tarif yang diusulkan dinilai terlalu mahal.

Ia lalu membandingkan tarif parkir yang diusulkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Gilbert menilai, jika tarif yang baru berlaku, nilainya lebih mahal dibandingkan dua negara tetangga lain. Padahal, pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) dalam negeri tidak setinggi dua negara tersebut.

“Di Kuala Lumpur tarif parkir 4,53 dolar AS (Rp 65.490) per dua jam, Singapura 1,90 dolar AS (Rp 27.468) per dua jam,” kata Gilbert, Ahad (27/6).

Lebih lanjut, Gilbert mengatakan, salah satu tujuan yang hendak dicapai dari tarif parkir yang mahal adalah mengalihkan massa untuk berpindah menggunakan moda transportasi umum.  Akan tetapi, hal ini tidaklah tepat apabila dilakukan saat kondisi pandemi Covid-19 belum berakhir.

“Penularan di sana (transportasi publik) juga berdampak ke peningkatan kasus Covid-19, sebab 62 persennya yang dirawat merupakan pengguna transportasi publik,” kata dia.

Sebaliknya, pengamat transportasi publik, Djoko Setijowarno, justru menilai kebijakan ini sudah tepat. Karena sistem parkir yang sebenarnya sebagai bagian dari instrumen manajemen transportasi perkotaan sudah memudar.

“Di banyak kota-kota modern, besar tarif parkir 30-40 kali lipat dibandingkan tarif menggunakan transportasi umum,” kata Djoko.

Selain itu, lahan parkir yang makin susah dicari di pusat kota membuat on street parking ditiadakan. Djoko menilai, usulan mengenai kenaikan tarif parkir ini tentu memiliki tujuan yang baik. Namun, saat ini lahan parkir sudah telanjur dipandang alat untuk ‘bagi-bagi lahan’ kepala daerah.

 
Di banyak kota-kota modern, besar tarif parkir 30-40 kali lipat dibandingkan tarif menggunakan transportasi umum.
 
 

Pada 2012 lalu, Djoko pernah menghitung pendapatan  on street parking di Jakarta nilainya mencapai Rp 1 triliun. Kemudian, sempat ada perbaikan pemungutan parkir melalui tarif retribusi parkir di tepi jalan.

Hal itu disebut Djoko membuat pemasukan juru parkir mengalami peningkatan. Di samping itu, mereka juga mendapatkan gaji bulanan. Sayangnya, hal tersebut tampaknya sudah tidak diteruskan lagi saat ini.

Dia pun berharap, agar pemprov dapat membuat peraturan daerah yang lebih baik. Supaya, nantinya aturan tidak berganti-ganti mengikuti siapa kepala daerahnya.

“Bisa dibuatkan Perda lebih baik, agar kepala daerah berikutnya dapat meneruskan, tidak seperti larangan sepeda motor yang hanya Pergub, ketika ganti kepala daerah ada yang protes melalui MA dan dikabulkan, lantas digugurkan,” kata Djoko lagi.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

Masih usulan

Sementara itu, Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyebut informasi angka tarif parkir maksimal yang beredar di masyarakat, yakni senilai Rp 60 ribu per jam untuk mobil dan Rp18 ribu per jam untuk motor masih sebatas usulan.

“Penyesuaian angka tarif tertentu yang beredar di masyarakat masih merupakan usulan batas atas untuk revisi Pergub 31/2017, khususnya tarif on street yang berada dalam radius koridor Angkutan Umum Massal," kata Kepala Unit Pengelola Perparkiran (UPP) Dishub DKI Jakarta Adji Kusambarto.

Adji menuturkan, usulan penyesuaian tarif parkir batas atas masih pembahasan dan pendalaman lebih lanjut dengan pemangku kepentingan lain mengingat kondisi pandemi Covid-19. Adji menegaskan, rencana kenaikan tarif parkir ini juga dilandasi untuk pengembangan dan pengendalian pencemaran udara di Ibu Kota.

"Pembahasan masih dilakukan baik secara internal maupun diskusi publik untuk menghimpun masukan/saran dan pendapat publik, serta para //stakeholder// terkait dalam proses penyusunan usulan revisi terkait penyesuaian tarif parkir," ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat