Priyantono Oemar | Daan Yahya | Republika

Kisah Dalam Negeri

Haji Dibatalkan, Ribuan Calhaj 1951 Telantar di Jakarta

Calhaj menilai tak ada alasan bagi pemerintah membatalkan haji karena tak ada wabah di Arab.

 

OLEH PRIYANTONO OEMAR

Sekitar 800 calon jamaah haji (calhaj) berdemo di DPR pada 16 Agustus 1951. Pagi harinya, mereka telah berdemo di Kementerian Agama, meminta pencabutan penundaan pemberangkatan calhaj ke Arab. Mereka mengaku sudah telantar di Jakarta selama 2-8 minggu menunggu pemberangkatan.

"Kami tidak ingin pulang dari Jakarta, tetapi pulang dari Makkah," kata Kartadiredja, calhaj dari Cianjur kepada kantor berita Aneta.

Mewakili calhaj, Kartadiredja menyatakan tak ada alasan bagi pemerintah membatalkan keberangkatan calhaj ke Arab karena ternyata tak ada wabah di Arab. Ada 9.000-an calhaj yang menunggu kepastian keberangkatan.

Menurut Kartadiredja, berlama-lama di Jakarta membuat mereka  kehabisan bekal, sehingga banyak yang menjual pakaian dan perhiasan untuk bertahan hidup. Sewaktu berangkat dari kampung halaman, calhaj diberitahu hanya akan tinggal beberapa hari di Jakarta sebelum diberangkatkan ke Arab.

Di depan para pendemo, anggota DPR Muh Yamin menilai tepat para calhaj mengadu ke DPR. Namun ia menyayangkan mereka tak menyampaikan pernyataan tertulis agar DPR bisa segera menindaklanjuti.

Menurut Yamin, kasus pembatalan pemberangkatan calhaj ini bisa berujung pada pengunduran diri Menteri Agama KH Wahid Hasyim. Perwakilan pendemo diterima Ketua DPR AM Tambunan.

 
Menurut Yamin, kasus pembatalan pemberangkatan calhaj ini bisa berujung pada pengunduran diri Menteri Agama KH Wahid Hasyim.
 
 

Agggota DPR dari PSII, Amelz, kepada kantor berita Aneta mengaku telah mengajukan interpelasi ketika para pendemo masih di Kementerian Agama. Usulan interpelasi itu didukung oleh Assaat Datuk Mudo, Iwa Kusumasumantri, Siradjudin Abbas, dan Rasuna Said.

Sebagai koran milik partai yang berkuasa, Masyumi, tak menghalangi Abadi mengkritik pemerintah dalam kasus haji ini. Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan, Masyumi adalah partai yang berkuasa. M Natsir dari Masyumi menjadi perdana menteri pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kemudian digantikan oleh Sukiman pada April 1951.

Ada 10 ribuan calhaj pada 1951. Namun, pada 3 Agustus pemerintah mengeluarkan instruksi penundaan keberangkatan dengan alasan ada wabah “penyakit disertai demam”. Instruksi tersebut ditandatangani oleh Wakil Perdana Menteri Soewirjo, Menteri Agama Wahid Hasyim, dan Menteri Kesehatan J Leimena.

KBRI di Jeddah dan Kairo melaporkan soal wabah penyakit ini. Tak ada penjelasan lebih lanjut tentang jenis penyakitnya. Berkaca pada kolera di Arab tahun 1881, wabah itu membuat hampir 50 persen jamaah haji dari Hindia Belanda meninggal dunia. Dari 4.605 jamaah haji dari Hindia Belanda, yang meninggal akibat wabah mencapai 2.000 jamaah.

Pada 8 Agustus 1951, kapal Pulau Laut, Blitar, Eurybates, yang siap berangkat  tak boleh berangkat ke Jeddah. Kapal Kota Baru dan Tarakan yang sudah berangkat mengangkut 1.850 calhaj, pada 9 Agustus 1951 diminta mendarat di luar wilayah Arab.

Terjadi negosiasi, karena tak mungkin melabuhkan kapal di luar wilayah Arab dengan alasan tidak praktis dan bisa membengkakkan biaya akomodasi. Akhirnya, pemerintah membolehkan dua kapal itu menurunkan jamaah di Jeddah.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Islamic History & Post (isslamichistory)

Dalam kritiknya, koran Abadi menilai pemerintah telah menggunakan alasan wabah penyakit itu untuk menutupi kesalahan dalam mengelola perjalanan haji. Pada mulanya, Februari 1951, pemerintah melalui Kementerian Agama mengajukan penawaran kepada perusahaan pelayaran Belanda untuk mengangkut calhaj berikut pengurusan penginapan.

Begitu mengetahui tarif per orang mencapai 7.000 gulden, pemerintah menarik kembali penawaran itu. Dengan uang segitu, pemerintah merasa lebih menguntungkan jika diurus sendiri. Djakarta Loyd, perusahaan pelayaran yang baru dibentuk, ditugasi mengangkut calhaj. Dua kapal bekas telah dibeli dari Amerika Serikat.

Kritik Abadi beralasan, karena alasan wabah penyakit di Arab itu bohong belaka. Sebelum mengirim calhaj, menurut laporan koran Java-bode, Mesir mengirim tim dokter ke Jeddah, Makkah, dan Thaif.

 
Tim dokter yang dipimpin dr Abdulhamid Bey Isa itu melaporkan tak ditemukan wabah penyakit. Yang ada justru di wilayah perbatasan Arab.
 
 

Tim dokter yang dipimpin dr Abdulhamid Bey Isa itu melaporkan tak ditemukan wabah penyakit. Yang ada justru di wilayah perbatasan Arab, yaitu wabah pes di Oghmar, Yaman. Wilayah itu telah diisolasi ketat, sehingga tak ada warga yang melintas ke wilayah Arab.

Pernyataan tim dokter Mesir ini diperkuat oleh dr Wasif Bey Omar dari WHO. Oleh Kedubes Arab di Jakarta, penjelasan ini disampaikan kepada pemerintah Indonesia.

Namun, niat pemerintah mencabut penundaan pemberangkatan calhaj sudah terlambat. Dua kapal bekas yang dibeli Djakarta Loyd hanya satu yang datang. Itu pun tak memenuhi persyaratan internasional sebagai kapal penumpang masal. Suhu di dek kapal terlalu tinggi dan fasilitas tidak memadai. Ketika meminta kembali kepada perusahaan Belanda, tiga kapal yang semula disiapkan mengangkut calhaj telah disiagakan untuk angkutan barang.

Puncak haji jatuh pada 12 September 1951. Pada 5 September, kapal Kota Baru yang mengantar hampir 900 calhaj telah pulang. Menurut Kapten Kota Baru, FH Lubbers, sebulan kemudian kapal akan kembali ke Jeddah menjemput jamaah haji pulang ke Tanah Air.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat