Seorang warga beraktivitas di lahan pertanian cabai yang terkena abu vulkanik Gunung Merapi di Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, Jumat (25/6/2021). | ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

Opini

Mengusir Korona dari Desa

Upaya mengusir dan membendung laju korona telah banyak ditempuh.

RIZA MULTAZAM LUTHFY, Peneliti Desa dan Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Hari-hari ini, lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Jumlah kasus positif secara nasional telah menembus angka dua juta kasus.

Melonjaknya kasus korona terbukti memantik beragam respons. Beberapa daerah berkeinginan menetapkan status karantina wilayah atau lockdown apabila penerapan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) kurang berjalan efektif.

Adapun sejumlah desa, sengaja memanfaatkan gedung atau balai kelurahan sebagai selter Covid-19. Langkah ini ditempuh agar pasien tidak menumpuk di rumah sakit lapangan maupun rumah sakit rujukan Covid-19.

Upaya membendung laju korona telah banyak ditempuh. Sayangnya, dalam taraf tertentu, upaya tersebut belum digenapi dengan lahirnya perangkat hukum di level desa.

 
Upaya membendung laju korona telah banyak ditempuh. Sayangnya, dalam taraf tertentu, upaya tersebut belum digenapi dengan lahirnya perangkat hukum di level desa.
 
 

Padahal, terbitnya peraturan desa (perdes) menggambarkan kuatnya respons pemerintah desa terhadap pemerintah pusat dalam penanggulangan korona.

Kegelisahan masyarakat tentang bahaya virus korona seharusnya ditanggapi secara serius oleh pemerintah desa dengan menerbitkan perdes. Adanya komitmen ini penting untuk membantu atau mendukung tercapainya target pemerintah pusat dalam menekan laju korona.

Peran strategis

Dalam konteks inilah, kedudukan perdes sebagai salah satu produk hukum di level lokal menemukan relevansinya. Bilai ditinjau secara saksama, perdes memainkan peran strategis dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bagus (good governance).

Tak bisa dipungkiri, terciptanya pemerintahan desa yang bersih antara lain dikarenakan lahirnya perdes berkualitas dan demokratis.

Terbentuknya perdes tentang penanggulangan Covid-19 menunjukkan sinergitas antara kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah di bawahnya, termasuk pemerintah desa.

 
Sayangnya, banyak kebijakan pemerintah pusat yang kurang direspons secara baik oleh pemerintah di bawahnya. 
 
 

Bagaimanapun, berjalannya pemerintahan di semua tingkatan membutuhkan kesepahaman sinergis antara pengambil kebijakan di tingkat lokal dan tingkat pusat. Itulah mengapa, pandangan sekaligus persepsi yang sama tentang mewabahnya virus korona harus dibangun bersama.

Sayangnya, banyak kebijakan pemerintah pusat yang kurang direspons secara baik oleh pemerintah di bawahnya. Terdapat sejumlah kebijakan pemerintah daerah maupun pemerintah desa yang ternyata justru kontraproduktif dengan apa yang digaungkan oleh pemerintah pusat.

Kondisi sosial

Sebenarnya, di sejumlah tempat telah lahir beberapa perdes tentang penanggulangan korona. Namun demikian, peraturan-peraturan tersebut dalam praktiknya disusun tanpa prosedur yang benar. Perdes terbit tanpa pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis.

Fenomena ini menunjukkan bahwa pemerintah desa dibekali dengan sumber daya manusia (SDM) yang rendah. Minimnya pengetahuan atas //legal drafting// membuat mereka kesulitan menginisiasi perdes yang progresif.

Parahnya, ada juga pemerintah desa yang sengaja mengambil jalan pintas dengan melakukan copy-paste atas perdes lainnya. Akibatnya, ditinjau dari sisi aksiologi, perdes semacam ini tidak menemukan urgensinya.

Manfaat dan nilai guna perdes kurang dapat dirasakan. Apa yang digariskan di dalamnya tidak berangkat dari kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Ia memuat peraturan yang cocok dengan kondisi warga di desa lain.

 
Manfaat dan nilai guna perdes kurang dapat dirasakan. Apa yang digariskan di dalamnya tidak berangkat dari kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Ia memuat peraturan yang cocok dengan kondisi warga di desa lain.
 
 

Padahal, kultur masyarakat yang berbeda mengharuskan peraturan yang berbeda pula.Faktor sosial berada di balik lahirnya peraturan tersebut. Kondisi sosial yang berbeda melahirkan norma-norma yang berbeda.

Ketentuan yang digariskan di desa-desa di pinggiran kota boleh jadi tidak ditemukan pada desa-desa di wilayah pedalaman. Begitu pula sebaliknya.

Perdes di desa-desa yang bersentuhan dengan nilai-nilai urban menggambarkan masalah yang dihadapi orang desa di satu sisi dan kaum urban di sisi lain. Perdes akhirnya menampilkan tarik-menarik kepentingan antara orang desa dengan orang kota.

Di sinilah terjadi persaingan antara satu dengan lainnya. Apabila nilai rural yang lebih kuat, maka norma-norma di dalam perdes lebih berpihak pada orang desa.

Akan tetapi, apabila nilai urban yang lebih dominan, maka norma-norma yang digariskan melalui perdes lebih berpihak pada orang kota. Upaya memadukan kepentingan rural dan urban dalam perdes bukan perkara mudah. Selalu terjadi dominasi yang satu terhadap yang lain.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat