Pekerja menyusun tandan buah segar (TBS) sawit ke atas kendaraan di Tarailu, Mamuju, Sulawesi Barat, Ahad (23/5). Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia optimistis kebijakan pengetatan moneter atau tapering oleh bank sentral Amerika Serikat The Feder | AKBAR TADO/ANTARA FOTO

Ekonomi

Kadin Optimistis Dampak Tapering Minim

Investor nonresiden di pasar keuangan domestik melakukan jual neto sebesar Rp 3,31 triliun.

 

 

JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia optimistis kebijakan pengetatan moneter atau tapering oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve tidak berpengaruh signifikan terhadap perekonomian nasional. Meski meyakini dampak kebijakan tersebut akan terkendali, Kadin tetap meminta pemerintah mewaspadai pelemahan nilai tukar rupiah dan pasar saham.

"Kami cukup yakin dampak taper tantrum akan lebih minim dan tidak terlalu destruktif terhadap ekonomi nasional," kata Wakil Ketua Kadin Shinta Widjaja Kamdani kepada Republika, Ahad (20/6).

 
Jadi kami rasa tidak perlu terlalu panik menghadapi kemungkinan taper tantrum.
Wakil Ketua Kadin Shinta Widjaja Kamdani
 

Menurut Shinta, volatilitas pasar saham dan nilai tukar rupiah saat ini masih dalam kategori stabil. Ia menilai, belum ada kekhawatiran serius terkait adanya arus modal keluar dalam skala besar yang bisa menciptakan masalah stabilitas makro ekonomi nasional. Kondisi saat ini, menurutnya, lebih baik dibandingkan Mei tahun lalu yang efeknya lebih genting terhadap stabilitas makro nasional.

"Jadi kami rasa tidak perlu terlalu panik menghadapi kemungkinan taper tantrum," kata Shinta.

Meski demikian, Shinta mengatakan, pemerintah dan pelaku ekonomi nasional tetap perlu waspada. Shinta mengakui ada risiko terjadinya instabilitas makro nasional yang dipicu oleh reaksi pasar global terhadap kemungkinan penghentian kebijakan pandemi the Fed. Namun, perlu juga diperhatikan fenomena taper tantrum pada 2013 memberikan pelajaran besar kepada pelaku pasar global.

Selain itu, Shinta juga cukup yakin pemerintah memiliki kebijakan yang penuh kehati-hatian untuk menciptakan stabilitas makro yang efektif. Hal ini, menurutnya, terbukti dengan keberhasilan pemerintah melewati tantangan pada tahun lalu baik di pasar modal, pasar keuangan, dan sektor perbankan.

Shinta mengatakan, efek arus modal keluar bisa dikurangi apabila ekonomi nasional memiliki fundamental yang baik. Artinya, investor tetap akan bertahan di pasar Indonesia jika iklim usaha dan investasi nasional memberikan kepercayaan yang tinggi bagi investor.

Shinta meyakini hal tersebut bisa terwujud apabila UU Cipta Kerja dijalankan dengan baik dan konsisten. Hal itu juga perlu didukung dengan melakukan reformasi struktural di dalam negeri untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing iklim usaha serta investasi nasional.

photo
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6). Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) di level 3,5 persen. - (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Perkembangan pasar keuangan menunjukkan keluarnya modal asing dari Indonesia pada pekan ini. Perkembangan indikator stabilitas nilai rupiah Bank Indonesia (BI) menyebut, investor nonresiden di pasar keuangan domestik melakukan jual neto sebesar Rp 3,31 triliun berdasarkan data transaksi 14–17 Juni 2021.

Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, jual neto tersebut terdiri dari jual neto di pasar SBN sebesar Rp 2,80 triliun dan jual neto di pasar saham sebesar Rp 0,51 triliun. Berdasarkan data setelmen selama 2021 (ytd), nonresiden masih melakukan beli neto Rp 20,63 triliun.

"Pada Jumat (18/6), yield SBN 10 tahun naik ke level 6,50 persen setelah naik ke 6,48 persen pada hari sebelumnya," katanya.

Sementara itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto menilai, kebijakan tapering oleh The Fed akan memberikan efek samping bagi dunia usaha. Pasalnya, dunia usaha saat ini juga tengah berjuang untuk terlepas dari dampak resesi.

"Bagi dunia usaha ini (tapering) tentu bukan berita bagus. Di saat ekonomi belum keluar dari resesi, rencana ini menambah tekanan ketidakpastian di dunia usaha," kata Eko.

Secara umum, menurut Eko, kebijakan penarikan stimulus ini dampaknya akan lebih minim jika dilakukan secara bertahap. Meski demikian, dalam jangka pendek isu ini tetap akan diwaspadai oleh pelaku pasar keuangan dan pasar modal.

Eko meyakini dampak dari kebijakan The Fed ini sudah masuk perhitungan pelaku pasar. Namun, isu ini tetap harus diwaspadai dan menjadi perhatian. Pemerintah perlu melakukan antisipasi terutama terkait dampak jangka pendek yang dapat membuat pasar bergerak volatil.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat