Perwakilan pengusul pemekaran wilayah Papua Selatan, mendatangi Komisi II DPR Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (18/9/2010). | Republika/Edwin Dwi Putranto

Nasional

Pusat Ingin Ambil Alih Pemekaran Papua

Mendagri menyatakan membuka ruang terhadap perluasan revisi UU Otsus Papua.

JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR Revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, Komaruddin Watubun mengatakan, pemerintah pusat menambahkan satu ayat pada Pasal 76 tentang pemekaran. Isinya, pemerintah pusat dapat mengusulkan pemekaran Papua selama usulan dari masyarakat.

"Pemerintah dapat melakukan pemekaran atas usulan rakyat Papua, tidak menghilangkan kewenangan DPRP (DPR Papua) dan MRP (Majelis Rakyat Papua). Kalau di DPRP dan MRP deadlock, maka boleh rakyat mengusulkan (ke pemerintah pusat)," ujar Komaruddin di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (17/6).

Dengan adanya usulan ini, Pasal 76 akan menjadi tiga ayat. Ayat (1) berisi ketentuan yang sama dengan UU 21/2001 di atas. Pada Ayat (2), pemerintah dapat melakukan pemekaran daerah provinsi menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi, dan perkembangan di masa datang.

Pada Ayat (3), pemekaran daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah. Alasan penembahan ayat ini dalam rangka percepatan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Komaruddin mengatakan, salah satu yang diusulkan pemekaran dan menjadi provinsi baru adalah Papua Selatan. Namun, masyarakat di sana sudah mengusulkan hal tersebut, tapi MRP tak menyampaikan ke pemerintah pusat.

"Itu kayaknya MRP-nya, mungkin karena 20 tahun ya (Papua) Selatan itu berjuang pemekaran. Tetapi tidak diproses diusulkan ke pusat," ujar Komaruddin.

Ini menjadi salah satu alasan pemerintah menambahkan ayat pada Pasal 76 RUU Otsus Papua agar pemerintah pusat dapat mengusulkan pemekaran, selama itu merupakan aspirasi masyarakat asli Papua.

"Makanya itu salah satu pemerintah mau mengusulkan satu ayat, supaya selain kewenangan di MRP dan DPRP, pemerintah pusat juga bisa melakukan (usulan pemekaran). Karena ini wilayah Republik Indonesia," ujar Komaruddin.

photo
Perwakilan pengusul pemekaran wilayah Papua Selatan mendatangi Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (18/9/2010). Mereka mendesak DPR untuk memperjuangkan pemekaran wilayah Kabupaten Mappi menjadi Kabupaten Muara Digul dan Kabupaten Admi Korbai. - (Republika/Edwin Dwi Putranto)

Di lain pihak, Kementerian Dalam Negeri mengeklaim belum ada komunikasi resmi terkait deklarasi pembentukan Provinsi Papua Selatan. "Sejauh ini belum ada komunikasi resmi dengan Kemendagri," ujar Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan kepada Republika.

Bahkan, kata Benni, belum ada pembahasan terkait pemekaran wilayah baru di Papua. Ia mengakui, dalam RUU Otsus Papua terdapat usulan ketentuan mengenai pemekaran wilayah.

Nantinya, kebijakan penataan daerah, dalam hal ini pemekaran daerah otonomi, baru akan ditangani Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). "Kebijakan penataan daerah, dalam hal ini pemekaran daerah merupakan domain DPOD yang dipimpin Wakil Presiden untuk memutuskan," kata Benni. 

Sedangkan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan membuka ruang terhadap perubahan ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang UU Otsus Papua di luar dua pasal usulan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah mengajukan RUU Otsus Papua dengan merevisi Pasal 34 mengenai Dana Otsus dan Pasal 76 terkait Pemekaran Wilayah.

"Kita tidak menutup kepada dua pasal, tidak, tapi pecahan dari pasal itu atau mungkin pasal-pasal lain," ujar Tito dalam rapat kerja bersama Panitia Khusus (Pansus) RUU Otsus Papua DPR, Kamis (17/6).

Tito menegaskan, revisi di luar pasal yang diajukan pemerintah harus sejalan dengan tujuan percepatan pembangunan Papua. Namun, dia meminta agar masukan atas perubahan pasal-pasal sensitif yang berhubungan dengan masalah politik dan pemerintahan tak membuat revisi UU Otsus Papua berlarut-larut.

Dia mengatakan, inti dari rencana perubahan UU Otsus Papua ada tiga hal, yakni meredefinisi Provinsi Papua, perpanjangan dan kenaikan dana otsus Papua, serta membuka ruang untuk pemerintah pusat melakukan pemekaran daerah otonomi baru di Papua. Mengenai dana otsus perlu diatur tata kelola keuangan dan pengawasannya.

Tito mengeklaim pihaknya telah menerima aspirasi dari berbagai pihak agar ada hal-hal tertentu yang masuk dalam pembahasan RUU Otsus Papua, seperti dana bagi hasil minyak dan gas. Juga penguatan fungsi pengawasan, pilkada oleh DPRD untuk kabupaten/kota yang menggunakan sistem noken, dan badan khusus untuk sinkronisasi kebijakan Otsus Papua.

Nantinya, masukan tersebut akan dituangkan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM). "Ini yang perlu kiranya kebijakan dari Pansus agar kita sekali lagi dapat menyelesaikan undang-undang ini pada waktunya sebelum berakhir dana otsus 21 November 2021," kata Tito.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat