Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) berbincang dengan Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Rapat kerja tersebut membahas konsultasi terkait usulan per | ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Khazanah

Melihat Pajak dalam Perspektif Islam

Berbeda dengan zakat, pajak merupakan bentuk ketaatan kepada negara.

OLEH UMAR MUKHTAR 

Membayar pajak? Itu sudah merupakan kelaziman, bahkan kewajiban, bagi warga negara. Namun, bagaimana sejatinya Islam memandang pajak? Apa pula hukum memungut pajak?

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof KH Hasanuddin Abdul Fatah menyampaikan, pajak berbeda dengan zakat. Zakat berkaitan dengan kewajiban seorang Muslim yang dijelaskan dalam nash syar'i.

Adapun pajak adalah urusan penguasa atau pemerintah sebuah negara dan tidak ada nash syar'i mengenai pajak. Namun, terdapat kaidah fikih yang membolehkan penguasa membuat kebijakan apa pun asal mengandung maslahat, yaitu 'tasharruful imam 'alar ra'iyyah manuthun bil maslahah'.

"Ini kaidah umum, yang maksudnya adalah kebijakan penguasa atau pemerintah kepada rakyatnya harus bergantung pada kemaslahatan. Artinya, kebijakan yang dikeluarkan itu adalah kebijakan yang memaslahatkan rakyat dan bangsa. Semua kebijakan, termasuk pajak," kata guru besar ushul fikih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu kepada Republika, Senin (14/6).

Kiai Hasanuddin menekankan, kebijakan apa pun yang diterapkan oleh pemerintah, termasuk dalam hal ini pajak, bukan ditujukan untuk memeras, menyusahkan, atau memberatkan rakyat. Di sinilah letak pentingnya memperhatikan prinsip keadilan dalam memungut pajak.

Ia juga menyampaikan, pajak adalah bagian dari kebijakan pemerintah. Umat Islam, sebagaimana dalam Alquran, diperintahkan untuk taat kepada penguasa. Allah SWT berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu" (QS an-Nisa ayat 59).

"Jadi, hukum membayar pajak itu juga wajib. Hanya, penyalurannya berbeda dengan zakat. Kalau zakat sudah jelas yang dalam penyalurannya itu ada delapan asnaf. Kalau pajak, bergantung pemerintah, sesuai dengan kebutuhan bangsa dan masyarakat. Ke mana uang pajak? Itu urusan pemerintah," ujarnya.

Pajak, Hasanuddin melanjutkan, bersifat situasional, yaitu dipungut dari rakyat ketika memang suatu negara membutuhkannya untuk melakukan pembangunan. Ketika anggaran sebuah negara sudah berkecukupan, tentu tidak perlu lagi memungut pajak dari rakyat. Sebaliknya, rakyatlah yang malah diberi dana.

Pada zaman kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, pemungutan pajak dari rakyat diberlakukan secara berkeadilan, lalu pajak yang telah dihimpun itu digunakan demi kemakmuran rakyatnya. Pada zaman itu, pengenaan pajak dibuat supaya tidak memberatkan rakyat. Khalifah Umar mengurangi beban pajak dan mereformasi sistem perpajakan agar tagihan pajak kepada rakyat kecil tidak terlalu tinggi.

Kiai Hasanuddin mengingatkan, pemungutan pajak harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan. Artinya, pajak dipungut tanpa menindas rakyat yang kurang mampu dan dengan besaran yang wajar. Pajak untuk orang dengan harta berlimpah atau berpenghasilan tinggi tentu lebih besar dari pajak orang dengan penghasilan kecil.

 
Maka keadilan inilah yang harus dilaksanakan. Ada batas penghasilan yang tidak kena pajak
 
 

"Di negara kita sendiri, ada penghasilan tidak kena pajak. PNS atau ASN itu ada minimal dengan gaji sekian tidak kena pajak, sedangkan (gaji) yang (besarannya) di atasnya baru kena pajak. Maka keadilan inilah yang harus dilaksanakan. Ada batas penghasilan yang tidak kena pajak," ujarnya.

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia (RFI) Ustaz Ahmad Sarwat juga menjelaskan, hukum membayar pajak bagi seorang Muslim adalah wajib bila dikembalikan pada hukum dasarnya, meskipun tidak termasuk kewajiban diniyah.

"Kewajiban membayar pajak kira-kira sama dengan kewajiban sosial ekonomi lainnya, seperti kalau kita naik bus, harus bayar. Juga kita harus bayar rekening listrik, telepon, air dan lainnya," katanya dilansir dari laman resmi RFI.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat