Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Mutiara Iman

Sungguh penderitaannya menjadi mutiara iman berbuah surga.

Oleh ALEXANDER ZULKARNAEN

 

OLEH ALEXANDER ZULKARNAEN

Satu kali di dasar laut, seekor anak kerang meringis menahan perih mengadu kepada ibunya. Pasir tajam memasuki tubuhnya yang masih merah dan lunak. “Anakku,” sapa sang ibu sambil bercucuran air mata, “Allah tidak memberikan kita bangsa kerang sebuah tangan pun sehingga ibu tak kuasa menolongmu. Pasti sakit sekali, aku tahu anakku.”

“Tetapi,” ibunya melanjutkan, “Terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkanlah hatimu dan jangan terlalu lincah lagi. Kerahkanlah semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit tubuhmu. Balutlah perlahan pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat, nak,” kata ibunya menasihati.

Anak kerang kemudian melakukan nasihat ibunya. Ada hasilnya, tapi tetap sakit bukan kepalang. Kadang di tengah kesakitan, ia meragukan nasihat ibunya. Meski berurai air mata, ia bertahan hidup bertahun lamanya. Dan ternyata tanpa disadari, sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Rasa sakit pun mulai berkurang.

Semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit terasa lebih wajar. Akhirnya setelah sekian lama, sebutir mutiara besar, utuh mengilap terbentuk sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara, air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dan, kini dirinya menjadi kerang berharga yang dicari manusia untuk diabadikan sebagai perhiasan indah menawan.  

Cerita inspiratif di atas mengingatkan kita jauh ke zaman para sahabat utama Rasulullah di awal dakwah Islam yang penuh ujian keimanan. Tak jarang mereka harus berjuang menahan getirnya berbagai siksaan kaum kafir Quraisy.

Lihatlah bagaimana sang muazin Rasulullah, Bilal bin Rabah, seorang budak berkulit hitam dari Habasyah (Ethiopia) harus menerima hukuman tragis dari Umayyah bin Khalaf, sang majikan.

Dengan tubuh hampir telanjang, Bilal dibaringkan di atas pasir panas terik matahari, lalu ditindih dengan batu besar yang juga panas terbakar. Ia seperti berada di antara dua bara api. Bahkan, jika Umayyah lelah menghukumnya, sang majikan mengikat leher Bilal dengan tali dan menariknya seperti hewan gembalaan kemudian diserahkan kepada anak-anak untuk diseret ke jalan.

Siksaan kejam dan biadab ini dilakukan hanya untuk memaksa Bilal mengatakan, “Tuhanku adalah Lata dan Uzza.” Namun, dengan sisa tenaga dan berdarah-darah, Bilal menggelengkan kepala dan tetap istiqamah mempertahankan syahadatnya, lalu mengatakan, “ Ahad…Ahad…”

Sungguh penderitaannya menjadi mutiara iman berbuah surga. Bilal, mantan budak lelaki, selain sebagai muazin Rasulullah, beliau juga termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijanjikan Rasulullah masuk surga. Bahkan, ketika beliau masih hidup, suara terompahnya sudah lebih dulu berada di surga.

Maka bersabarlah terhadap ujian keimanan kita di akhir zaman ini. Karena tak akan pernah sebanding dengan berbagai penyiksaan terhadap para Assabiqul Awwalun, generasi terbaik umat ini. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat