Ketua MPR untuk Papua Yorrys Raweyai (kiri) bersiap memimpin audiensi dengan perwakilan Majelis Rakyat Papua Barat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/5/2021). Audiensi tersebut guna mencari solusi dari sejumlah permasalahan di Papua terkait | GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO

Nasional

Pansus Klaim Serius Soal Peradilan HAM di Papua

Komnas HAM meminta agar adanya pengadilan dan Komnas HAM di Papua.

JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua Komarudin Watubun mendukung adanya penguatan lembaga di Papua. Termasuk usulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengenai kejelasan kantor perwakilan dan pengadilan HAM di sana.

Ia menjelaskan, dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 terdapat perintah untuk mendirikan pengadilan HAM di Papua. Namun,sampai saat ini, pengadilan HAM di Papua tidak bisa didirikan karena UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menyebutkan pengadilan HAM pada tahap awal hanya ada di empat kota yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar.

"Paling tidak itu sebagai tanda keseriusan kita dalam melihat masalah di sana, secara simbolik ini ada pengadilan HAM yang telah didirikan oleh pemerintah dalam melaksanakan otonomi khusus," ujar Komarudin di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/6).

Ia menjelaskan, dalam pembahasan revisi UU Otsus Papua belum dilakukan revisi terkait pasal tersebut. Namun ia memastikan, pembentukan pengadilan HAM di Papua akan menjadi perhatian serius Pansus Otsus Papua yang diketuainya.

"Ini tidak direvisi, jadi masih ada di dalam undang-undang. Sehingga butuh komitmen kita bersama supaya tidak tertulis saja di dalam kertas, tapi harus dilaksanakan," ujar Komarudin.

Jika 20 tahun lalu, kata Komarudin, semua pihak lalai dalam menanggapi masalah tersebut. Namun saat ini, ditegaskannya bahwa permasalahan HAM di Papua akan menjadi perhatian serius semua pihak.

"Ini menjadi perhatian serius masalah peradilan HAM, bentuk Komnas HAM di Papua, kan sekarang perwakilan saja kalau saya tidak salah," ujar Komarudin.

Selain Lembaga peradilan HAM dan perwakilan HAM di Papua, Pansus juga mengaku bakal mengawal pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. "Dari tiga ini peradilan HAM belum dibentuk," ujarnya.

Komarudin mengatakan, pemerintah juga diminta mencari solusi lain usai komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dicabut Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu agar masyarakat Papua melihat ada keseriusan dari pemerintah dalam menyelesaikan kekerasan yang terjadi di Papua.

"Kita sudah 20 tahun buat kesalahan. Kita perbaiki sekarang jangan lagi kita buat kesalahan yang sama," kata politikus PDIP tersebut.

Sebelumnya, Komnas HAM meminta agar adanya pengadilan dan Komnas HAM di Papua. Selama ini, pengadilan HAM pada tahap awal hanya ada di empat kota yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar.

Dalam Pasal 45, UU Otsus juga memerintahkan pemerintah membentuk perwakilan Komnas HAM di tiap provinsi. Namun, sampai hari ini pun, Komnas HAM belum bisa membuka kantor perwakilan di Papua Barat, sedangkan pemerintah merencanakan pemekaran provinsi baru.

"Kalau nanti ini berkembang, di dalam Undang-Undang ini perlu kita semacam dasar hukum pendirian kantor perwakilan ini agar dia bisa menjadi lebih kuat dan bisa lebih berperan maksimal untuk menjadi kontemplat dari pemerintah daerah dalam rangka memajukan dan perlindungan HAM," ujar Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat