Menko Polhukam Mahfud MD (keempat kanan) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kelima kanan) memimpin konferensi pers seusai pelantikan Tim Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Kemenkeu, Jakarta, Jumat (4/ | ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Nasional

Obligor Bisa Dijerat Pidana

Satgas BLBI diminta transparan dalam pengejaran terhadap obligor.

JAKARTA — Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai wajar pemerintah memidanakan penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Menurut Fickar, masalah keperdataan berupa penagihan dan pelunasan dana bantuan BLBI, harus juga memberikan kepastian dan ancaman pidana jika terjadi pembangkangan dari obligor BLBI.

“Keperdataannya itu, kan terkait pengembalian hutang-hutangnya. Tetapi, dalam keperdataan itu, juga memang bisa berujung ke pemidanaan,” ujar Fickar saat dihubungi, pada Ahad (6/6)

Ia mencontohkan aspek keperdataan, yang berujung pada pemidanaan. Dalam kasus BLBI, hal itu bisa dilakukan jika para obligor tak mampu melunasi atau memulangkan uang negara. Selain itu, pemidanaan bisa diterapkan jika obligor memberikan jaminan aset fiktif untuk mendapatkan dana bantuan negara lewat BLBI.

Atau bahkan, kata Fickar, jika para obligor tersebut, menolak untuk pengembalian. “Aspek keperdataannya, itu tetap berjalan dengan memulangkan, atau melunasi dana yang sudah pernah diberikan,” ujar Fickar.

Abdul Fickar mendukung upaya pemerintah untuk tetap memburu para obligor dengan cara pengembalian dana BLBI. Tetapi juga membuka jalur pidana sebagai upaya penghukuman. “Saya rasa yang disampaikan Menko Polhukam (Mahfud Md) itu, sudah sesuai,” ujar dia.

Pekan lalu, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan akan tetap membawa para obligor BLBI ke jalur pidana. Ancaman pidana itu, kata Mahfud akan tetap ditempuh jika para obligor, tak kooperatif, atau bahkan lari dari tanggungjawab keperdataan.

“Kalau terjadi pembangkangan, meskipun ini perdata, supaya ini diingat, kalau disengaja, melanggar keperdataan, ini bisa saja nanti berbelok ke pidana,” kata Mahfud, Jumat (4/6).

Sementara, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta pemerintah mengumpulkan data keuangan, termasuk laporan perpajakan para obligor, di samping menetapkan target waktu. Hal ini dikarenakan pergerakan atau perpindahan dana obligor dapat dilacak melalui laporan pajak.

“Sementara data kan cukup lengkap, misalnya pemerintah bisa meminta bank menyetorkan rekap transaksi para obligor, hingga mencari data-data pelarian dana keluar negeri lewat kerja sama otoritas negara lain, salah satunya melalui Automatic Exchange of Information (AEOI),” ujarnya.

Di samping itu, menurutnya langkah pemerintah yang akan melakukan pemblokiran rekening obligor di lembaga keuangan juga tepat untuk mendorong pengembalian dana BLBI yang lebih cepat.

“Saya kira cara-cara persuasif sudah cukup dilakukan selama ini. Cara-cara yang sifatnya memaksa harus didorong karena kondisi keuangan negara sedang membutuhkan sumber penerimaan baru, salah satunya lewat penyelesaian kasus BLBI,” ujarnya.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet meminta Satgas BLBI transparan dalam melaporkan perkembangan dari penyedikan kasus BLBI. Hal itu agar publik bisa ikut menilai dan mengawasi. “Pemerintah maupun satgas perlu lebih terbuka dan transparan terkait proses penagihan utang BLBI,” ujar Yusuf.

Praperadilan

Di sisi lain, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memastikan sidang perdana praperadilan keabsahan penghentian penyidikan tersangka dugaan korupsi, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim, pada Senin (7/6).

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), selaku termohon, hadir menjelaskan alasan penerbitan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) dua tersangka dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara Rp 4,58 triliun tersebut.

“Sudah ditentukan, sidangnya besok (7/6). MAKI sebagai pemohon, dan KPK sebagai termohon praperadilan wajib untuk memenuhi panggilan sidang,” ujar Kordinator MAKI Boyamin Saiman, saat dihubungi, pada Ahad (6/6).

Boyamin mengaku belum mendapatkan informasi tentang siapa hakim tunggal yang akan memimpin perkara cepat tersebut. “Yang pasti sidangnya itu, dijadwalkan pagi,” ujar dia.

Praperadilan MAKI terkait penghentian penyididikan korupsi BLBI oleh KPK kali ini, didaftarkan di PN Jaksel sejak Jumat (30/4). Gugatan tersebut, menyusul keputusan KPK, yang menerbitkan SP3, dua tersangka Sjamsul dan Itjih Nursalim, Kamis (1/4) lalu.

KPK menetapkan pasangan suami isteri itu sebagai tersangka, sejak Juni 2019. Kedua tersangka adalah bos dan pengendali saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), yang merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun atas dana BLBI. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat