Terapi Asma | sharecare.com

Sehat

Kombinasi Terapi untuk Serangan Asma

Kombinasi Terapi untuk Serangan Asma

Oleh Penyakit asma tidak dapat dipandang sepelah mata karena berisiko kematian.

Tidak sedikit bayi, anak-anak, dan orang dewasa yang mengalami sesak napas dan alergi pernapasan. Setiap kali bernapas, kadang-kadang terdengar bunyi 'mengi' khas penyakit asma. Bahkan, sesak napas yang dialami anak-anak juga membuat mereka kesulitan untuk bermain bersama anak-anak sehat lainnya.

Asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran pernapasan yang kronis. Kondisi ini dapat menyebabkan jalan napas menyempit dan membengkak, sekaligus memicu produksi lendir yang berlebihan.

Diperkirakan, ada sekitar 334 juta orang di dunia yang terkena asma. Data dari Global Initiatives for Asthma (GINA) 2018 menunjukkan, ada sekitar 383 ribu kasus kematian per tahun di dunia akibat asma. Di Indonesia, prevalensi asma menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 adalah 2,4 persen.

Salah satu faktor risiko kematian pada kasus asma adalah eksaserbasi asma atau serangan asma. Serangan asma merupakan suatu episode dari sesak napas, batuk, mengi, dan rasa tertekan pada dada. Bahkan, bisa juga berupa kombinasi dari gejala-gejala ini yang terjadi secara progresif dan cepat.

Serangan asma bisa dipicu oleh berbagai pencetus, seperti alergen, perubahan cuaca, makanan, aktivitas yang berlebih, polusi udara, infeksi saluran napas, emosi yang berlebihan, hingga zat kimia atau obat-obatan tertentu. Pencetus serangan asma ini bersifat individual sehingga tiap penyandang asma dapat memiliki faktor pencetus yang berbeda-beda.

"Harus diperhatikan oleh si penyandang asmanya. Penting untuk menghindari pencetus-pencetus serangan asma," kata dr Budhi Antariksa SpP(K) PhD menjelaskan dalam simposium Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran (KPPIK) 2019 yang digelar oleh Fakultas Kedokter Universitas Indonesia (FKUI) di Gedung IMERI FKUI, Jakarta, belum lama ini.

Serangan asma dapat terjadi dengan derajat keparahan yang ringan-sedang, berat, dan mengancam jiwa. Tiap derajat keparahan pada serangan asma ini menunjukkan gejala yang cenderung beragam. Pada serangan asma ringan-sedang, misalnya, gejala mengi hanya ditemukan pada saat penyandang asma melakukan ekspirasi atau mengeluarkan udara.

Sedangkan, pada serangan asma berat, gejala mengi bisa ditemukan pada saat penyandang asma melakukan ekspirasi dan juga inspirasi udara atau menghirup udara. Namun, pada serangan asma mengancam jiwa, tidak ada gejala mengi yang terlihat alias silent chest. "Mengapa silent chest? Karena, tidak ada lagi udara yang dihirup atau diembuskan untuk membuat bunyi mengi," kata Budhi menambahkan.

Kosensus terbaru

Secara umum, Budhi mengatakan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menatalaksana serangan asma. Penatalaksanaannya meliputi oksigen, bronkodilator inhalasi (SABA atau SAMA), kortikosteroid sistemik, aminofilin atau teofilin, magnesium sulfat, evaluasi pengobatan, dan pertimbangan rawat jalan atau rawat inap.

Dalam terapi asma, kortikosteroid dapat digunakan secara sistemik (oral atau intravena) ataupun inhalasi (hirup). Pada mulanya, kortikosteroid inhalasi hanya digunakan sebagai obat pengendali inflamasi kronik yang diberikan dalam jangka panjang. Namun, setelah diteliti lebih jauh, kortikosteroid inhalasi juga dapat digunakan sebagai pelega untuk serangan asma.

photo
nch-adam.com

Studi menunjukkan, pemberian kortikosteroid inhalasi (ICS) pada pasien serangan asma dapat meningkatkan kemungkinan pasien dipulangkan dari UGD hingga 4,7 kali lebih tinggi. Studi lain juga menunjukkan, pemberian kortikosteroid inhalasi dapat menurunkan tingkat hospitalisasi pada pasien hingga 70 persen.

Karena tidak digunakan dalam jangka panjang, kortikosteroid inhalasi relatif lebih aman bila dibandingkan kortikosteroid sistemik dalam jangka panjang. Konsentrasi sistemik dari kortikosteroid pada penggunaan jangka panjang dapat berefek samping, seperti glaukoma, katarak, dan osteoporosis.

"Dibandingakn dengan ini, ICS (kortikosteroid inhalasi) lebih aman, walapun pemberian secara localized juga bisa memberikan efek samping, seperti dispnea atau kandidiasis," ujar Spesialis dr Triya Damayanti SpP(K) PhD.

Pada pasien serangan asma, kortikosteroid inhalasi perlu diberikan dalam dosis tinggi yang langsung masuk ke reseptor saluran napas. Dengan begitu, kortikosteroid inhalasi memberi efek yang lebih cepat.

Jenis kortikosteroid inhalasi yang banyak diteliti dan terbukti efektif adalah budesonide. Konsensus POKJA Asma Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2019 juga menetapkan penggunaan short acting beta agnoist (SABA) plus kortikosteroid inhalasi (ICS) sebagai terapi lini pertama untuk semua tingkat keparahan serangan asma.

Dalam setting UGD, dosis pemberian budesonide untuk pasien serangan asma ringan-berat adalah 3 x 1 mg dalam satu jam. Pemberian budesonide ini dikombinasikan dengan pemberian SABA. Untuk pasien serangan asma berat, dosis budesonide adalah 3 x 1 mg dalam satu jam dengan kombiasi pemberian SABA. Sedangkan, dosis pemberian budesonide pada pasien rawat inap adalah 1 mg sampai 2 mg sebanyak dua kali per hari.

Khusus untuk anak, studi menunjukkan kortikosteroid inhalasi dapat digunakan sebagai pereda serangan asma pada anak, terutama efek vasokonstriksinya (penyempitan saluran napas). "Untuk anak pun gunakan dosis tinggi yang sama. Dosis tinggi pada obat inhalasi ini ukurannya mikrogram. Untuk anak, gunakan 1 mg per 1 kali penggunaan," ujar dr Darmawan Budi Setiyanto SpA(K) menjelaskan.

Darmawan mengatakan, rekomendasi terbaru telah diluncurkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak (PITIKA) 2019 di Manado, Sulawesi Utara. Rekomendasi pertama, pasien anak dengan serangan asma ringan-sedang diberikan inhalasi SABA. Selain SABA, pasien anak di atas 5 tahun juga dapat diberikan kortikosteroid sistemik maupun kortikosteroid inhalasi dosis tinggi sebagai pereda.

Pada pasien anak dengan serangan asma berat, disarankan inhalasi kombinasi SABA dan antikolinergik, ditambah dengan kortikosteroid sistemik intravena sebagai pereda. Bila tidak ada perbaikan, penambahan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi bisa dilakukan.

Untuk serangan asma dengan ancaman henti napas, selain kombinasi inhalasi SABA dan antikolinergik, ditambahkan dengan kortikosteroid intravena dan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi. Kedua kortikosteroid ini diberikan sebagai obat pereda serangan asma.

Pada serangan asma berat dan ancaman henti napas, ia menambahkan, rekomendasi pemberian terapi inhalasi adalah dengan menggunakan nebuliser. "Yang sudah kami rekomendasikan adalah nebulisasi dosis tinggi, tapi rincian bagaimananya, masih dalam pembahasan. Tapi, dosisnya sama," ungkap Darmawan. n ed: dewi mardiani

Tujuan Penatalaksanaan Serangan Asma Akut:

1. Menghilangkan obstruksi secepat mungkin

2. Menghilangkan hipoksemia (kadar oksigen rendah dalam darah)

3. Mengembalikaan faal paru ke normal secepat mungkin

4. Mencegah kekambuhan

Variasi Pencetus Serangan Asma:

1. Alergen

2. Perubahan cuaca

3. Makanan

4. Aktivitas berlebihan

5. Polusi udara

6. Infeksi saluran napas

7. Emosi yang berlebihan

8. Zat kimia atau obat-obatan tertentu

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat