Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan pemaparan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/5/2021). Sertifikasi wawasan kebangsaan untuk penceramah semua agama. | ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Kabar Utama

Kemenag: Sertifikasi untuk Penceramah Semua Agama

Wawasan kebangsaan disarankan bisa digunakan untuk memperbaiki pribadi pegawai.

JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menyebut rencana sertifikasi wawasan kebangsaan tidak hanya ditujukan bagi penceramah beragama Islam. Program tersebut juga akan menyasar pemuka agama lainnya.

Wacana melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan bagi penceramah agama disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR pada awal pekan ini. Menag mengatakan, sertifikasi ini terkait dengan penguatan moderasi beragama melalui kompetensi penceramah.

Ia juga menyebut fasilitas pembinaan ini bertujuan meningkatkan kompetensi para dai dan penceramah dalam menjawab dan merespons isu-isu aktual. Strategi metode dakwah menitikberatkan pada wawasan kebangsaan atau sejalan dengan slogan hubbul wathan minal iman.  

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Moh Agus Salim memastikan, sertifikasi wawasan kebangsaan juga penting diikuti pemuka agama lain, tidak hanya Islam. Dia menekankan, para penceramah ilmu bidang agama dan ilmu sosial harus memiliki wawasan kebangsaan dengan baik.

"Semua, saya kira, penceramah, para agamawan, semua harus paham wawasan kebangsaan. Jadi, bukan hanya Islam saja, semua agama," kata Agus.

Agus menyebutkan, rencana sertifikasi wawasan kebangsaan yang digulirkan Menag agar para dai memiliki materi-materi dakwah tentang moderasi beragama. Selama ini, kata dia, tak dimungkiri ada penceramah yang provokatif dan intoleran dalam memberikan materi ceramahnya.

Oleh karena itu, Agus menilai rencana Menag itu perlu diperkuat tokoh agama. "Perlu didukung, para dai harus memahami tentang wawasan kebangsaan. Rencana Kemenag ini kan baik, apalagi Indonesia ini negara multietnis, kultur, budaya, dan sebagainya," katanya.

Menanggapi wacana tersebut, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad mempertanyakan program sertifikasi wawasan kebangsaan bagi dai dan penceramah. Dia berharap Kemenag bisa memperjelas mengenai target, manfaat, dan dampak dari program sertifikasi tersebut.

"Kalau sertifikasi ini untuk para aparatur sipil negara (ASN), boleh lah. Tapi, kalau untuk yang lain, seperti penceramah dari ormas atau freelance, apa jangkauannya? Itu tidak ada hubungan kerja dengan Kemenag," kata Dadang kepada Republika, Rabu (2/6).

Ia kemudian mempertanyakan manfaat yang bisa diterima penceramah apabila memiliki sertifikat wawasan kebangsaan. Jika sertifikasi ini bisa menjamin gaji para penceramah, ia mempersilakan Kemenag melanjutkan agenda ini.

"Lalu, apa konsekuensi bagi yang lulus atau tidak? Akan berdampak seperti apa kepada para penceramah atau dai?" kata guru besar UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, itu.

Dadang mengatakan, para penceramah di luar lingkungan ASN atau Kemenag selama ini bekerja secara mandiri tanpa campur tangan pemerintah. "Kalau sertifikasi ini untuk penceramah yang ada di KUA atau penyuluh resmi di bawah pemerintah, silakan sertifikasi. Itu hak pemerintah," lanjutnya.

Dadang juga mengingatkan, pertanyaan dalam sertifikasi wawasan kebangsaan jangan sampai menimbulkan polemik seperti yang terjadi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mengenai pernyataan Menag yang berencana menggandeng ormas Islam, seperti Muhammadiyah dan PBNU, Dadang mengaku belum mendengar ada pembicaraan yang ditujukan kepada Muhammadiyah.

Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Masduki Baidlowi mengaku tidak mempermasalahkan program dai dan penceramah agama bersertifikat apabila Kemenag turut bekerja sama dengan ormas Islam sebagai pemangku kepentingan. "Nah, kalau sudah mau gandeng NU-Muhammadiyah, tak masalah," kata Masduki, Rabu (2/6).

Dia mengatakan, rencana dai dan penceramah bersertifikat terkait wawasan kebangsaan dari Kemenag memang seharusnya melibatkan alim ulama dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan PBNU. Menurut Masduki, tujuan yang baik tersebut harus dapat dilakukan dengan cara yang baik pula.

"Kalau negara itu kan memfasilitasi bagaimana orang beragama dengan baik, bukan mengurusi paham keagamaan orang. Jadi, serahkan kepada stakeholder, jangan dilaksanakan sendiri," ucap Masduki.

 
Kalau negara itu kan memfasilitasi bagaimana orang beragama dengan baik, bukan mengurusi paham keagamaan orang
MASDUKI BAIDLOWI, Wakil Sekjen PBNU
 

Program sertifikasi Kemenag sudah lama menjadi polemik. Keberadaan program itu juga disebut seperti program peningkatan kapasitas penyuluh agama dan penghulu yang sebelumnya dilakukan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam. Saat ini, tercatat ada sekitar 50 ribu penyuluh dan 10 ribu penghulu di Indonesia.

Sebelumnya, Kemenag juga telah meluncurkan program penguatan kompetensi penceramah. Hal itu dilakukan sebagai modifikasi dari program sertifikasi dai dan penceramah setelah mengakomodasi masukan dari sejumlah pihak.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Anwar Abbas menyarankan wawasan kebangsaan digunakan untuk memperbaiki pribadi pegawai daripada untuk para dai. Menurut dia, masih banyak pegawai di instansi pemerintah yang memerlukan pembenahan moral karena masih banyak yang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Kiai Anwar mengatakan, rendahnya wawasan kebangsaan atau tingginya angka KKN menjadi masalah besar yang dihadapi bangsa saat ini. "Korupsi, kolusi, serta nepotisme benar-benar menjadi-jadi, seperti tidak terkendali, sehingga tindakan yang tidak terpuji tersebut saat ini benar-benar sudah kelihatan menggurita," katanya, kemarin.

Ia kemudian menyinggung adanya tindakan korupsi dalam program bantuan sosial untuk penanganan Covid-19. Ia mengaku tak habis pikir, bansos yang ditujukan untuk membantu jutaan orang miskin justru dikorupsi. "Mereka bukan lagi menilap, tapi mereka rampok secara besar-besaran," kata Kiai Anwar.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat