Sejumlah anak ayam kalkun berada di dalam alat penetas telur unggas setelah menetas di Desa Undaan Kidul, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (25/2/2021). | ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Opini

Daya Saing Unggas Nasional

Di Brasil, untuk mendapatkan 1 kg daging ayam ras, peternak mengeluarkan kurang dari Rp 10 ribu.

MUHAMMAD FIRDAUS, Guru Besar Ilmu Ekonomi FEM IPB

Sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia, penyediaan pangan secara baik menjadi  keharusan. Sebab, tidak saja berpengaruh langsung terhadap stabilisasi politik dan ekonomi, juga penting untuk menghasilkan SDM unggul.

Salah satu zat gizi makro yang berperan besar bagi seseorang dapat tumbuh kembang secara optimum adalah protein.  Konsumsi protein masih menjadi persoalan besar di Indonesa, khususnya yang bersumber dari hewan.

Dari total konsumsi protein, baru 26,6 persen yang dari protein hewani. Berbagai hasil studi menunjukkan, sampai saat ini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia yang di bawah kebutuhan minimal (80 persen angka kecukupan gizi) masih relatif besar.

Bila dibandingkan negara tetangga, tingkat konsumsi protein hewani baru separuh dari Thailand atau sepertiga dari tingkat konsumsi rata-rata penduduk Malaysia.

 

 
Bila dibandingkan negara tetangga, tingkat konsumsi protein hewani baru separuh dari Thailand atau sepertiga dari tingkat konsumsi rata-rata penduduk Malaysia.
 
 

Tingkat partisipasi konsumsi, maupun besaran konsumsi bahan makanan sumber protein dari produk peternakan oleh masyarakat Indonesia, secara berurutan adalah telur ayam ras, daging ayam ras, daging ayam kampung, sapi, baru kambing/domba.

Besaran konsumsi bahan pangan tersebut berhubungan positif dengan tingkat pendapatan masyarakat. Misalkan pada golongan pendapatan rendah, konsumsi telur ayam ras 4,2 kg/kapita/tahun; pada golongan pendapatan tinggi 8,7 kg/kapita/tahun.

Untuk daging ayam ras, pada golongan pendapatan rendah 1,5 kg/kapita/tahun dan pada golongan pendapatan tinggi 7,1 kg/kapita/tahun.

Informasi ini bermakna, naiknya pendapatan masyarakat disertai semakin tingginya kesadaran akan gizi dan kesehatan, maka pemenuhan ketersediaan bahan makanan sumber protein, terutama dari unggas perlu mendapatkan perhatian serius.

Posisi bersaing 

Kebutuhan produksi ayam ras sebagai sumber protein hewani utama, yang dikonsumsi baik dalam bentuk telur dan daging di Indonesia terus meningkat. Jumlah populasi ayam petelur, pedaging, dan unggas lain seperti bebek naik dari tahun ke tahun.

 
Sampai saat ini daya saing unggas di Indonesia, misalnya ayam ras pedaging masih lebih rendah daripada negara produsen besar lain seperti Brasil. 
 
 

Ini berarti setiap tahun kebutuhan pakan atau bahan pakan untuk memproduksi sumber protein hewani tadi terus bertambah. Produksi pakan menggunakan bahan yang juga digunakan sehari-hari sebagai bahan pangan (manusia) atau untuk bahan bakar nabati.

Berbagai bahan tersebut selain jagung, masuk dalam kategori pangan strategis, seperti kedelai yang merupakan sumber protein nabati dan tepung (gandum) sebagai sumber karbohidrat alternatif kedua setelah beras.

Sampai saat ini daya saing unggas di Indonesia, misalnya ayam ras pedaging masih lebih rendah daripada negara produsen besar lain seperti Brasil. Biaya pokok untuk memproduksi 1 kg ayam ras pedaging di Indonesia lebih dari Rp 15 ribu.

Di Brasil, untuk mendapatkan 1 kg daging ayam ras, peternak mengeluarkan kurang dari Rp 10 ribu. Beberapa studi menunjukkan hasil analisis keunggulan komparatif perternakan ayam ras pedaging di Indonesia 0,85 sampai dengan 0,92.

 
Kurang bersaingnya usaha unggas di Indonesia antara lain karena mahalnya harga pakan. Bahan pakan ternak antara lain olahan dari jagung dan kedelai.
 
 

Artinya, secara ekonomi untuk memperoleh pendapatan 1 dolar AS dari produksi ayam ras pedaging, peternak harus mengeluarkan 85 sampai 92 sen saat tidak ada subsidi pemerintah. Maka, usaha ayam ras pedaging lebih baik diproduksi di dalam negeri daripada diimpor.

Angka biaya sumber daya domestik yang mendekati 1 itu bermakna bila terjadi kenaikan sedikit saja pada biaya produksi, ayam ras pedaging tidak lagi mempunyai keunggulan komparatif di Indonesia.

Kurang bersaingnya usaha unggas di Indonesia antara lain karena mahalnya harga pakan. Bahan pakan ternak antara lain olahan dari jagung dan kedelai.

Di Indonesia, untuk memproduksi 1 kg jagung dan kedelai, secara rerata petani harus mengeluarkan biaya hampir dua kali lipat dari petani di negara lain, yang kebanyakan sudah menggunakan varietas GMO (Filipina, Brasil, AS, dan lain-lain).

Biaya memproduksi unggas di Indonesia semakin tinggi dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut produk bahan pakan dari sentra produksi ke daerah konsumsi yaitu industri penghasil pakan.

Perusahan-perusahaan industri pakan meski berada di Lampung tetapi sering mendatangkan jagung dari kawasan timur Indonesia seperti NTB, Gorontalo. Biaya logistik yang tinggi semakin menurunkan daya saing industri unggas nasional.

 
Ini semakin mendorong perlunya terobosan mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor untuk pakan.
 
 

Potensi lokal

Setiap tahun dibutuhkan setidaknya 20 juta ton pakan. Data BPS menunjukkan, per tahun Indonesia mengimpor dalam bentuk bahan pakan saja tak kurang dari Rp 40 triliun, lebih besar dari impor gandum senilai Rp 30an triliun.

Sebagian gandum untuk industri pakan terutama substitusi jagung saat langka. Secara terperinci, impor bahan pakan terutama terdiri atas bungkil, tepung, atau ampas kedelai; tepung ikan; tepung daging; tepung jagung.

Swasembada jagung (bukan surplus yang sangat besar) tentu terus dipertahankan, meskipun tantangan seperti perubahan iklim sangat memengaruhi produksi jagung nasional.

Ini semakin mendorong perlunya terobosan mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor untuk pakan disertai efisiensi penggunaan pakan tanpa mengurangi nutrisi bagi unggas, sehingga daya saing peternakan nasional semakin tinggi.

Terrapat beberapa strategi untuk menurunkan biaya pakan. Hasil penelitian menunjukkan, penggunaan teknologi formulasi dan imbuhan pakan/enzim,  dapat menurunkan biaya pakan sampai lima persen. Ini biasa dilakukan perusahaan besar pakan.

 
Permintaan protein hewani di Indonesia ke depan terus meningkat. 
 
 

Kedua, menggunakan bahan makanan yang tak terkonsumsi seperti mi dan roti. Ini biasa dilakukan peternak kecil. Ketiga, pemanfaatan sumber daya lokal lebih banyak. Salah satunya, hasil samping industri yaitu sawit, yang merupakan industri agro terbesar di Indonesia.

Dari pengolahan buah sawit menjadi minyak, terdapat hasil sampingan yaitu bungkil inti sawit atau biasa dikenal palm kernel expeller dan palm kernel meal.  Keduanya selama ini memang sudah diekspor dengan nilai yang cukup besar.

Dari aspek teknis, bungkil inti sawit yang bisa menggantikan bungkil kedelai, mempunyai potensi kandungan nutrisi lebih baik dari jagung. Untuk metabolisable energy, bungkil intil sawit menghasilkan hampir dua kali lipat energi dibandingkan jagung (6.400: 3.430 kkal/kg).

Kandungan protein kasar, lemak dan serat bungkil inti sawit juga jauh di atas jagung. Sedangkan inti sawit, mempunyai potensi menyubstitusi tepung ikan secara total pada bahan pakan.

Bungkil dan inti sawit tidak saja berdampak pada pengurangan bahan pakan impor, keduanya dapat diolah menjadi pakan dengan kandungan nutrisinya yang sama baiknya dengan bahan dari bungkil kedelai atau jagung, bahkan biaya yang dikeluarkan lebih rendah.

Permintaan protein hewani di Indonesia ke depan terus meningkat. Unggas, salah satu sumber asupan potein layak secara ekonomi dikembangkan di Indonesia tetapi daya saingnya rendah. Ini disebabkan tingginya proporsi biaya pakan dalam proses produksi.

Penggunaan sumber daya lokal seperti bungkil dan inti sawit secara teknis dapat menggantikan bungkil kedelai dan atau jagung. Jika ini dilakukan, maka berdampak tidak saja mengurangi impor bahan pakan, juga terjadi penghematan biaya produksi sangat besar. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat