Ilustrasi sebuah kebun dan taman yang penuh dengan tanaman. Banyaknya hasil panen di kebun-kebunnya membuat lelaki itu tertipu. | Pixabay

Tuntunan

Pemilik Dua Kebun

Banyaknya hasil panen di kebun-kebunnya membuat lelaki itu tertipu.

 

Seorang lelaki dianugerahi Allah SWT memiliki dua kebun yang hijau. Kebun-kebunnya menghasilkan panen melimpah. Namun, dia merasa panennya itu merupakan hasil jerihnya semata. Allah SWT mengisahkan lelaki itu lewat perumpamaan dalam Alquran. 

“Berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki. Kami jadikan bagi salah seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma. Dan di antara dua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun. Dan Kami alirkan sungai di antara celah-celah kedua kebun itu.” (QS al-Kahfi: 32-33).

Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi dalam Untaian Kisah-Kisah Qur’ani dalam Surah Al Kahfi menjelaskan, kisah itu bisa terjadi di semua ruang dan waktu. Andaikata Allah SWT memberitahukan kita siapa saja pelaku peristiwa itu serta waktu dan tempatnya, niscaya kita bisa katakan jika itu adalah kejadian yang khusus dan pada zaman tertentu.

Namun sebaliknya, Allah menginginkan kita untuk mengetahui jika kisah tersebut bisa terjadi kembali pada masa sekarang. 

Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan tentang dua kebun yang lengkap dengan kekayaan dan sarananya. Dengan ketekunan pemiliknya dalam bertani, membajak, menyiram dan merawatnya, kebun tersebut akhirnya memberikan hasil melimpah.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Distamhut Provinsi DKI Jakarta (tamanhutandki)

Pemilik kebun mengikuti cara bercocok tanam dengan benar. Kebun itu pun memberikan hasil memuaskan dan tidak kekurangan sesuatu apa pun. Dalam konteks ini, salah satu pemilik kebun tertipu dengan sebab-sebab tadi tanpa menyadari adanya penyebab utama. 

“Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengannya. ‘Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.’ Dia lalu memasuki kebunnya sedangkan dia bersikap zalim terhadap dirinya sendiri. Dia berkata, ‘Aku kira kebun ini tak akan binasa selama-lamanya’.” (QS al-Kahfi: 34-35). 

Banyaknya hasil panen di kebun-kebunnya membuat lelaki itu tertipu. Pemilik kebun membanggakan dirinya kepada kawannya. Dia menyombongkan diri seakan rezeki yang ada pada dirinya sekadar disebabkan kemampuannya dalam mengelola kebun. “Wa da khala jannatu wahuwa zhalimun linafsihi” (dia lalu memasuki kebunnya sedang dia bersikap zalim terhadap dirinya sendiri).”

 
Pemilik dua kebun itu menisbatkan kekuasaan Allah kepada dirinya.
 
 

Pemilik dua kebun itu menisbatkan kekuasaan Allah kepada dirinya. Dia menganggap dirinya yang menjadi penyebab kebunnya itu, padahal Allah SWT yang memberinya anak-anak dan harta kekayaan. Lelaki itu pun melangkah lebih jauh lagi lewat ucapannya: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.”

Dia yakin kebun ini akan kekal seolah dia mampu menjaganya dengan kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri. Padahal, dia tidak mampu melindungi dan mempertahankan lebih banyak lagi meski melindungi jiwanya sendiri. 

Lebih jauh, dia bahkan mengatakan, “Aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang. Dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebunku ini.” ( QS al-Kahfi: 36). 

Lelaki itu mengingkari hari kiamat dan hari kebangkitan. Dia sudah terbuai hidup dalam kenikmatan duniawi sehingga ingin agar bisa langgeng selamanya. Padahal, seseorang yang menginginkan kenikmatan abadi justru tak bisa tidur nyenyak karena kerap merasa terancam. Dia takut kenikmatan itu meninggalkan dirinya. Saat kaya maka dia takut miskin.

 
Dia boleh jadi memiliki nikmat tetapi tidak bisa memilikinya akibat sakit dan sebagainya.
 
 

Kedua, dia boleh jadi memiliki nikmat tetapi tidak bisa memilikinya akibat sakit dan sebagainya. Berikutnya, sekira nikmat itu bertahan lama, bisa jadi orang itu yang meninggalkannya karena satu saat dia akan mati. 

Pada ayat berikutnya, dia sebenarnya beruntung memiliki sahabat yang mengingatkannya. “Kawannya yang mukmin berkata kepadanya—sedang dia bercakap-cakap dengannya. ‘Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikanmu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku (percaya bahwa) Dialah Allah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku’.” (QS al-Kahfi: 37). 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Distamhut Provinsi DKI Jakarta (tamanhutandki)

Kawan mukminnya itu berusaha menyadarkan dari kesesatannya. Dia pun mempertanyakan jati diri si pemilik kebun tersebut sehingga berani mengeluarkan pernyataan itu.

Padahal, dahulu dia berasal dari segenggam tanah yang tidak mengandung kehidupan. Dia tak memiliki harga. Allah SWT yang meniupkan roh kepadanya sehingga setelah sel sperma membuahi sel telur, dia menjadi seorang lelaki gagah dan sempurna. 

“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu, masya Allah laa quwwata illa billah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud. Tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan.” (QS al-Kahfi: 37).

 
Allah SWT bisa saja mencabut kembali kenikmatan-kenikmatan itu bila Dia berkehendak.
 
 

Di sini, kawannya itu kembali mengingatkan agar si pemilik kebun mengenali dirinya sendiri. Di balik kesuburan kebunnya, ada penyebab sejati yang seharusnya menjadi tempat baginya untuk bersyukur. Allah SWT bisa saja mencabut kembali kenikmatan-kenikmatan itu bila Dia berkehendak. Semua harta kekayaan berikut keturunan adalah berkat pemberian-Nya. 

“Maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini) dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin. Atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi.

Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu. Sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: ‘Aduhai, kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku’” (QS al-Kahfi: 40-42). 

Begitu cara Allah melenyapkan nikmat seseorang. Air di kebun itu masuk ditelan bumi. Buah-buahannya hilang sehingga nyaris tidak tampak tanda-tanda kehidupan dalam kebun itu. Begitulah ketentuan Allah agar pemilik dua kebun dan orang-orang yang bersikap seperti dia mau sadar jika apa yang sedang dimiliki bukan datang dari dirinya, tetapi semata dari Allah SWT atas kehendak-Nya.

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat