Terdakwa kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) COVID-19 Matheus Joko Santoso (kanan) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (21/4/2021). | ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO

Nasional

Penyuap Juliari Ungkap Broker Bansos

Penyuap Juliari mengungkap tiga broker yang memiliki peran aktif dalam pengadaan paket bansos.

JAKARTA -- Direktur Utama PT Tigapilar Argo Utama, Ardian Iskandar Maddanatja mengungkap tiga nama yang ia sebut sebagai broker yang memiliki peran aktif dalam pengadaan paket bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial. Hal ini diungkap penyuap eks mensos Juliari Peter Batubara itu saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (26/4).

Tiga sosok yang ia sebut sebagai broker Bansos adalah Nuzulia Hamzah Nasution, Helmi Rivai, dan Isro Budi Nauli Batubara. Dalam kasus itu, ketiga nama itu diketahui sebagai swasta. Ardian mengatakan, ketiganya aktif berkomunikasi dengan pejabat Kemensos, yakni Dirjen Linjamsos Pepen Nazaruddin, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Adi Wahyono, Pejabat Pengguna Antara (PPK) Matheus Joko Santoso. Namun, Nuzulia, Helmi, dan Isro, tidak tersentuh dalam kasus ini.

"Sejak awal yang sangat aktif dalam berkomunikasi baik dengan saudara Pepen Nazaruddin dan yang memiliki akses komunikasi dengan saudara Adi Wahyono selaku KPA Kemensos maupun saudara Matheus Joko Santoso selaku PPK adalah saudari Nuzulia Hamzah Nasution, saudara Helmi Rivai dan saudara Isro Budi Nauli Batubara," terang Ardian dalam nota pembelaannya.

photo
Mantan menteri Sosial Juliari Peter Batubara berjalan usai menjalani sidang perdana pembacaan surat dakwaan terkait kasus dugaan korupsi dana paket bantuan sosial Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/4/2021). Jaksa penuntut umum (JPU) KPK mendakwa Juliari Peter Batubara menerima suap Rp 32,4 miliar dari para pengusaha yang menggarap proyek pengadaan bantuan sosial untuk penanganan Covid-19. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

Ia mengeklaim broker bansoslah otak yang merencanakan hingga mendapatkan Surat Penunjukan Penyedia Barang dan Jasa (SPPBJ) dan Surat Pesanan (SP) dari Kemensos tanpa melibatkan dirinya sama sekali. Menurut Ardian, ia baru dilibatkan oleh broker itu saat SPPBJ dan SP yang terbit ternyata atas nama PT Tigapilar Agro Utama karena ia harus tandatangan.

Dalam pledoi, Ardian juga mengakui diminta fee oleh Matheus Joko Santoso. Permintaan fee itu sudah terjadi pada April-Mei 2020. "Sedangkan perusahaan saya baru memulai pekerjaan ini pada September 2020," kata dia.

Namun, Ardian mengeklaim tidak pernah menjanjikan sesuatu kepada Matheus maupun Adi untuk mendapatkan proyek bansos. Dia juga menyebut tidak mengenal sosok Juliari Peter Batubara yang saat itu menjabat sebagai mensos.

"Saya juga tidak pernah mengetahui dan tidak pernah dijelaskan oleh Nuzulia Hamzah Nasution, Isro Budi Nauli Batubara, dan Helmi Rivai tentang pembagian success fee Rp 30 ribu per paket untuk siapa saja. Saya menyerahkan fee tersebut kepada broker bansos, bahkan mereka masih menekan saya meminta tambahan fee Rp 5.000 per paket," ujar Ardian.

photo
Jurnalis merekam sidang perdana terdakwa penyuap mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara, Hary Van Sidabukke yang digelar secara virtual dari Pengadilan Tipikor di gedung KPK, Jakarta, Rabu (24/2/2021).  - (ANTARA FOTO/ Reno Esnir)

Dalam nota pembelaan itu, ia berharap majelis hakim memberi keputusan yang adil. Jaksa menuntut Ardian dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan karena dinilai terbukti menyuap Juliari sejumlah Rp 1,95 miliar. Suap itu juga diberikan untuk Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Selain Ardian, jaksa juga menutut pengusaha dari PT Hamonangan Sude, Harry Van Sidabukke dengan hukuman yang sama karena dinilai terbukti menyuap Juliari sejumlah Rp 1,28 miliar. Dalam pledoi yang juga dibacakan kemarin, Harry Van Sidabukke mengaku kecewa dengan tuntutan jaksa.

Padahal, kata dia, jaksa mengetahui betul siapa inisiatornya sehingga terjadi pemberian kepada Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.

"Di mana sudah jelas sekali terungkap dalam persidangan bahwa oknum dari Kementerian Sosial lah yang memberikan perintah langsung untuk pemungutan fee Rp 10 ribu per paket," kata dia dalam nota pembelaannya. Ia mengeklaim dirinya adalah korban dari perilaku abuse of power dari pejabat pemerintahan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat