Foto bergambar tanda Bitcoin ditampilkan saat konferensi bertema Inside Bitcoins, di Berlin. Bila bitcoin termasuk dalam kriteria bisa digunakan alat tukar, maka dapat dijadikan mahar. | AP

Fatwa

Menggunakan Bitcoin untuk Mahar, Bolehkah?

Bila bitcoin termasuk dalam kriteria bisa digunakan alat tukar, maka dapat dijadikan mahar.

OLEH ANDRIAN SAPUTRA

 

Beberapa waktu lalu seorang gadis asal Kabupaten Bulukumba dilamar dengan dua keping Bitcoin setara Rp 1,7 miliar. Bitcoin tersebut merupakan uang panaik pada saat pinangan (khitbah) yang biasa dikenal sebagai mahar. Apakah penggunaan bitcoin sebagai uang panaik diperbolehkan syariat?

Sekretaris Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (BPH DSN-MUI) Prof Dr Jaih Mubarok menjelaskan bitcoin sejatinya adalah mata uang digital yang tersebar dalam jaringan peer to peer yang memiliki buku akuntansi besar bernama Blockchain yang dapat diakses masyarakat umum. Di dalamnya tercatat semua transaksi yang dilakukan oleh seluruh pengguna Bitcoin. 

Prof Jaih menerangkan dalam fikih muamalah maliyyah tentang harta (benda) antara lain dibedakan menjadi dua yaitu harta sebagai barang (al-sil‘ah atau al-urudh) dan harta sebagai standar harga disebut dengan uang (al-nuqud atau al-tsamaniyyah).

Ia menjelaskan benda menjadi harta dalam terpenuhi kriterianya di antaranya karena tiga hal. Pertama, benda yang dicintai, disukai, dan digandrungi manusia.

Kedua, boleh dimanfaatkan berdasarkan syariah pada saat leluasa bukan pada saat sulit (dharurat/hajah), memiliki nilai (qimah) dan atau berharga. Ketiga, dapat disimpan secara fisik (iddikhar dalam pandangan ulama Hanafiah) atau disimpan secara hukum (dalam pandangan jumhur ulama). 

Muhammad Rawas Qal‘ah Ji dalam kitab al-Mu‘amalat al-Maliyyah al-Mu‘ashirah fi Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari‘ah menyampaikan, uang (nuqud)  adalah sesuatu yang dijadikan harga atau tsaman  oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga pemegang otoritas.

photo
Logo Bitcoin terlihat di papan reklame di Kuta, Bali, pada 18 Januari 2018. --  REUTERS/Nyimas Laula - RC17FF2514D0 - (Reuters)

Atas dasar penjelasan itu, Prof Jaih mengatakan seandainya masyarakat dalam melakukan transaksi menggunakan kulit unta sebagai alat bayar, maka kulit unta tersebut tidak dapat dianggap sebagai uang (nuqud), melainkan hanya sebagai badal (pengganti).

Hal ini karena uang harus memenuhi dua kriiteria yaitu substansi benda tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara langsung melainkan hanya sebagai media untuk memperoleh manfaat dan diterbitkan oleh lembaga yang memiliki otoritas untuk menerbitkan uang (antara lain bank sentral).

"Bitcoin bukanlah mata uang yang memenuhi kriteria syariah sebagaimana disampaikan Muhammad Rawas Qal‘ah Ji, tapi mata uang digital yang tidak sama posisinya dengan mata uang rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia.

Dalam hal masyarakat menerima bitcoin sebagai harta (al-amwal), maka tidaklah masalah secara syariah dalam hal bitcoin dijadikan panaik oleh pihak-pihak yang melakukan khitbah di Bulukumba," terang Prof Jaih kepada Republika beberapa hari lalu.

Menurut Khatib Syuriah PBNU, KH Zulfa Mustafa, apabila bitcoin termasuk dalam kriteria sesuatu yang bernilai, bisa digunakan alat tukar, maka dapat dijadikan mahar. "Pada prinsipnya setiap sesuatu yang bermanfaat, bernilai (mutamawaal) dan sesuatu yang  bisa digunakan sebagai sebagai alat tukar boleh dijadikan sebagai mahar. Pada prinsipnya jika bitcoin masuk dalam kriteria di atas maka sah sebagai mahar," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat