Petugas medis membawa pasien menggunakan tempat tidur roda keluar dari ruangan rawat pinere saat peresmian dan pengoperasian Rumah Sakit Rujukan Covid-19 di Banda Aceh, Aceh, Selasa (20/4/2021). | AMPELSA/ANTARA FOTO

Nasional

Beban Nakes Masih Tinggi

Kasus aktif Covid-19 yang terus turun tak berarti mengurangi beban kerja para nakes.

JAKARTA – Kasus aktif yang terus turun dalam beberapa bulan terakhir tidak berarti mengurangi beban kerja para tenaga kesehatan (nakes) secara signifikan. Para nakes berharap, kasus positif yang menunjukkan tren penurunan ini tidak berbalik melonjak saat momentum libur Lebaran 2021.

Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan, keterisian pasien di rumah sakit (RS) memang berkurang. Namun beban kerja perawat menangani pasien Covid-19 di ruang ICU tidak berkurang signifikan dan relatif masih tinggi.

“Artinya penurunannya sangat sedikit. Mungkin banyak kasus yang berat,” kata dia saat dihubungi Republika, Kamis (22/4).

Harif mengingatkan, penurunan kasus di Indonesia jangan jadi sebuah euforia dan waspada gelombang kedua. Kemungkinan gelombang kedua, menurut dia, sangat mungkin terjadi. Sebab angka penurunan kasus Covid-19 di Indonesia belum tentu menjadi sebuah indikator selesainya pandemi. Jika kasus kembali meningkat, maka beban perawat akan kembali berat.

Data yang sama juga dipaparkan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). Rasio keterisian tempat tidur (BOR) di RS yang menangani Covid-19 juga berkurang. Persi mencatat, BOR di RS yang menangani pasien Covid-19 kini sebanyak 36,5 persen.

Kendati demikian, Sekretaris Jenderal Persi Lia G Partakusuma mengatakan, hunian pasien Covid-19 di ruang ICU belum banyak berkurang.

photo
Petugas kesehatan merapihkan tempat tidur di ruang perawatan pasien Covid-19, Rumah Sakit Lapangan Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (8/4/2021). Tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Ratio (BOR) di rumah sakit rujukan Covid-19 di Kota Bogor menurun dengan jumlah tempat tidur isolasi yang terisi hanya 30,7 persen, angka ini jauh di bawah ambang batas BOR menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 60 persen. - (ARIF FIRMANSYAH/ANTARA FOTO)

Persi berharap kasus Covid-19 tidak meledak seperti beberapa waktu yang lalu. Namun, ada beberapa relawan di RS yang masih dipertahankan karena khawatir pasien Covid-19 bisa tiba-tiba bertambah. Ia meminta RS harus mengalokasikan cadangan tempat tidur untuk antisipasi lonjakan kasus Covid-19 setelah mudik.

“Diperkirakan pemudik kembali lagi sekitar tanggal 19 Mei, RS harus berjaga-jaga jangan sampai nanti ada lonjakan kasus. Jadi jangan semua ditutup, tetap harus dicadangkan,” ujarnya. Jika upaya ini tidak dilakukan, Persi khawatir ada penambahan kasus drastis dua pekan setelah mudik.

Indonesia harus belajar dengan apa yang terjadi di India di mana kasus hariannya kini melonjak hingga 300 ribu sehari meski awalnya sempat turun seperti Indonesia saat ini. Ada beberapa penyebab kasus di negara itu melonjak, di antaranya adalah euforia kasus menurun di India sehingga disiplin protokol kesehatan (prokes) dilonggarkan.

Kemudian dilakukan pertemuan religi, kemudian ruang publik dibuka, dan pemilihan umum juga digelar di sana. Tak hanya di India, hampir semua negara di Asia juga menunjukkan peningkatan kasus Covid-19. Indonesia mungkin saja seperti India jika masyarakatnya tidak patuh prokes dan pemerintahnya membuat kebijakan yang tidak hati-hati.

Belum pasti

Salah satu kebijakan yang banyak dikritik oleh beberapa pihak adalah terkait imbauan pemerintah untuk mengisi libur Lebaran dengan berwisata di daerah masing-masing atau wisata lokal. Imbauan ini secara substansi dinilai paradoks dengan larangan mudik yang juga dikeluarkan pemerintah.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan, kebijakan membolehkan wisata bisa meningkatkan kasus Covid-19. Pemerintah, kata dia, harus benar-benar membuat kebijakan baru yang membatasi pergerakan masyarakat karena positivity rate di Indonesia masih di kisaran 10-12 persen.

“Kebijakan pemerintah untuk melarang mudik itu benar, tapi kalau membolehkan untuk membuka wisata, ini yang mengkhawatirkan,” ujar dia.

Kebijakan terkait lokasi wisata apakah boleh buka atau harus ditutup, hingga kini belum ada kepastian. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno di Bukittinggi, Sumatra Barat, mengatakan, penggerak wisata dan pengelola destinasi wisata perlu meningkatkan kedisiplinan protokol kesehatan.

photo
Petugas melakukan dekontaminasi dan sterilisasi pada armada bus sekolah di Pool Unit Pengelola Angkutan Sekolah (UPAS) DKI Jakarta, Senin (19/4). Armada bus yang saat ini digunakan sebagai angkutan pelajar, tenaga kesehatan, vaksinasi lansia dan pasien Covid-19 tersebut disterilisasi dengan disemprot desinfektan dan penguapan. Sterilisasi bus dilakukan secara rutin sebelum dan setelah digunakan guna mencegah dari risiko penularan Covid-19. - (Prayogi/Republika)

Sandiaga meminta gubernur dan bupati/wali kota memberikan instruksi supaya prokes di sektor wisata dipatuhi. “Ditutup atau tidak objek wisata, itu tergantung kepala daerah,” ujar dia.

Di lokasi yang sama, Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy mengatakan, pihaknya menunggu kepastian dari pemerintah pusat terkait boleh atau tidaknya berwisata pada libur Lebaran. Saat mendampingi Sandiaga di Bukittinggi, Audy menyebut, pemerintah pusat masih merapatkan mengenai sektor pariwisata pada momen Idul Fitri.

“Saya kira menteri juga masih menunggu apakah wisata dibuka apa ditutup. Kami tentu juga menunggu kepastian sebelum mengambil keputusan,” kata Audy.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat