Gapura dengan tema Ramadhan dipasang oleh pemuda masjid di Kampung Lempuyangan, Yogyakarta, Rabu (7/4). Masyarakat biasa meminta maaf menjelang Ramadhan. | Wihdan Hidayat / Republika

Cahaya Ramadhan

Menelusuri Hukum Bermaafan Jelang Ramadhan

Meminta maaf tak hanya dilakukan menjelang Ramadhan

OLEH DEA ALVI SORAYA 

Setiap kali menjelang bulan suci Ramadhan, tak sedikit umat Islam yang ‘sibuk’ bermaaf-maafan, baik secara langsung, pesan singkat, maupun melalui media sosial. Apa sebenarnya hukum bermaaf-maafan menjelang Ramadhan ini?

Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) Ustaz Jeje Zaenudin menjelaskan, jika merujuk pada Alquran dan hadis, tidak ada keterangan sahih yang menerangkan keharusan untuk saling meminta maaf saat memasuki bulan suci Ramadhan.

“Sejauh yang kita baca dari Alquran dan hadis, tidak ada keterangan yang sahih tentang keharusan saling meminta maaf karena mau memasuki bulan puasa,” kata dosen STID Muhammad Natsir Dewan Dakwah Islamiyah itu.

Adapun tren untuk saling memaafkan melalui pesan singkat hingga unggahan di media social saat menjelang Ramadhan, kata Ustaz Jeje, disebabkan informasi yang kurang akurat tentang hadis Nabi Muhammad yang berkenaan dengan hal tersebut. Menurut informasi itu, ketika Nabi Muhammad SAW naik mimbar tiba-tiba beliau berkata “amin” sebanyak tiga kali.

Ketika ditanya para sahabat, Nabi Muhammad menjawab bahwa beliau mengaminkan Malaikat Jibril. Doa Malaikat Jibril itu adalah, “Ya Allah, tolong abaikan puasa umat Muhammad apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut, yaitu tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada), tak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri, dan tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang di sekitarnya.’’

 “Namun, faktanya hadis di atas tidak memiliki perawi yang jelas,” ujar Ustaz Jeje kepada Republika, Rabu (7/4).

Menurut dia, yang tercatat dalam kitab-kitab hadis yang bisa dipertanggungjawabkan redaksinya tidak ada yang seperti itu. Namun, doa Jibril itu berbunyi, “Merugilah orang yang datang kepadanya bulan Ramadhan, kemudian Ramadhan berakhir tetapi dosanya tidak diampuni. Rugilah orang yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup, tetapi tidak mengantarkan ia masuk surga, dan rugilah orang yang disebut nama Nabi Muhammad, tapi ia tidak bershalawat kepadanya.”

 
Konteksnya adalah kerugian orang yang mendapatkan peluang besar dengan keutamaan pahala amal saleh, termasuk bulan Ramadhan ini, tetapi ia sia-siakan, tidak beramal.
 
 

“Jadi, konteksnya adalah kerugian orang yang mendapatkan peluang besar dengan keutamaan pahala amal saleh, termasuk bulan Ramadhan ini, tetapi ia sia-siakan, tidak beramal,” katanya.

Hal ini menegaskan bahwa masih banyak masyarakat yang terpengaruh dengan informasi yang tidak akurat tanpa memvalidasinya terlebih dulu. Menurut dia, masalah meminta maaf tidak terkait dengan ibadah puasa saja, tetapi terkait dengan seluruh ibadah, termasuk shalat, sedekah, zakat, umrah, dan haji.

Semua amalan saleh, Ustaz Jeje menyebut, membutuhkan kebersihan diri dari dosa kepada sesama manusia, terlebih kepada orang tua, pasangan, dan anak. Permintaan maaf juga bukan masalah sebatas ucapan lisan, melainkan pencegahan diri dari berbuat salah dan menzalimi hak orang lain.

Menzalimi hak-hak orang lain tidak cukup hanya minta maaf, tetapi mengganti hak orang lain yang dizalimi itu.

“Jika manusia banyak amal shalatnya, zakatnya, puasanya, tetapi banyak juga kezalimannya kepada orang lain, bisa jadi pahala amal salehnya di akhirat kelak habis dan defisit dipakai menebus dosa dan kezalimannya pada orang lain.”

 
Bisa jadi pahala amal salehnya di akhirat kelak habis dan defisit dipakai menebus dosa dan kezalimannya pada orang lain.
 
 

Sementara, peneliti di Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Zarkasih, menjelaskan, meminta maaf atau bermaaf-maafan adalah suatu bentuk kebaikan, yang dalam syariat dianjurkan untuk dilakukan. Bukan hanya menjelang Ramadhan, melainkan tidak dibatasi oleh waktu.

“Jadi, kapan saja boleh karena itu ibadah yang dianjurkan,” kata dia.

Tren meminta maaf melalui media sosial atau pesan elektronik, kata dia, juga tidak perlu dijadikan persoalan serius. Menurut dia, meminta maaf kepada publik atau umum, tanpa ditentukan individunya, dibolehkan, dan sah-sah saja dilakukan. Adapun pelabelan bid’ah pada ucapan-ucapan permohonan maaf melalui media sosial, menurut dia, tidak memiliki sandaran hukum syariatnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mutiara Ramadhan

Sesungguhnya di dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Ar-Rayyan, yang pada Hari Kiamat orang-orang yang berpuasa masuk ke surga melalui pintu tersebut... HR ALBUKHARI No.1896

HIKMAH RAMADHAN

Image

Memahami Makna Ramadhan

Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.
Oleh

Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.