Sejumlah perempuan melakukan aksi saat berlangsungnya sidang lanjutan kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Jakarta, Selasa (23/3/2021). | Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO

Nasional

HRS Akhirnya Disidang Non-Daring

Kuasa hukum beberkan sejumlah keberatan terhadap dakwaan JPU.

JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur akhirnya mengabulkan permohonan tim kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS) yang meminta agar persidangan kasus pelanggaran protokol kesehatan digelar secara langsung. Artinya, keinginan HRS yang sejak awal meminta dihadirkan di ruang persidangan bisa tercapai.

Majelis Hakim yang diketuai oleh Suparman Nyompa menetapkan, sidang lanjutan ke depan harus dihadiri langsung oleh terdakwa. "Menimbang bahwa setelah dilakukan sidang daring ternyata ada hambatan di persidangan karena ada gangguan sinyal internet tiba-tiba menurun dan terdakwa merasa tidak dapat berkomunikasi dengan baik di persidangan karena tidak bertatap muka langsung," kata Suparman dalam sidang yang dipantau melalui YouTube PN Jakarta Timur, Selasa (23/3).

Dijadwalkan pada Jumat (26/3) akan digelar kembali sidang lanjutan HRS dengan agenda penyampaian keberatan atau eksepsi. "Tanggal 26 Maret itu tidak bisa ditunda lagi. Kalau belum selesai, maka akan dianggap tidak menggunakan haknya mengajukan keberatan kepada penuntut umum," ujar dia.

Anggota tim kuasa hukum HRS, Alamsyah Hanafiah menyambut baik keputusan itu. Pihaknya menjamin HRS akan menjalankan protokol kesehatan saat nanti dihadirkan dalam ruang persidangan.

photo
Petugas Kepolisian membubarkan massa pendukung saat berlangsungnya sidang lanjutan kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Jakarta, Selasa (23/3/2021). - (Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO)

Sejak awal, kritikan terhadap pengadilan, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan hakim terus berdatangan karena menolak terdakwa yang ingin dihadirkan di persidangan. Sidang pada Selasa itu sedianya mengagendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi terdakwa terhadap dakwaan JPU. Namun, agenda sidang itu urung dilakukan karena pihak HRS tetap menuntut dihadirkan di persidangan.

Kuasa hukum HRS sempat menyerahkan eksepsi tersebut agar majelis hakim membacakan tanpa kehadiran mereka. Alamsyah mengatakan, pihaknya tetap menginginkan sidang secara langsung. Pihaknya khawatir ada risiko gangguan jaringan dan penjelasan antara terdakwa dan hakim tak sampai.

Kuasa hukum HRS lainnya, Munarman juga mengatakan, pelaksanaan persidangan secara virtual telah melanggar Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2020. "Kami harap majelis hakim buat penetapan baru menjadikan sidang ini berikutnya, bisa ditunda eksepsi dengan penetapan baru dengan sidang secara normal," ujar Munarman.

Sementara, JPU tetap meminta sidang lanjutan HRS tetap digelar virtual. Jaksa Teguh Suhendro tetap meminta majelis hakim untuk melanjutkan sidang secara virtual. "Mohon izin majelis hakim karena ini penetapan sidang secara online, kami mohon kiranya majelis hakim meneruskan persidangan ini online, terima kasih," kata dia dalam sidang tersebut.

HRS didakwa dalam tiga kasus sekaligus. Yaitu terkait kerumunan massa saat pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat;  kerumunan massa Maulid Nabi di Megamendung, Bogor; dan kasus  HRS melakukan tes usap Covid di RS Ummi Bogor.

Isi eksepsi

Meski sidang tertunda, kuasa hukum HRS telah membeberkan poin eksepsinya. Dalam eksepsi itu, mereka menilai dakwaan terhadap HRS tidak singkron. Khususnya, ketika menyangkut surat keputusan bersama (SKB) enam menteri soal larangan terhadap FPI dan Pasal 160 KUHP mengenai penghasutan dan UU Kekarantinaan. "Tidak ada hubungan hukumnya," ujar Alamsyah.

Menurutnya, SKB enam menteri tidak bisa disatukan dengan pasal 160 dan UU Kekarantinaan. Mengingat, HRS yang sudah menjadi terdakwa sebelum adanya aturan tersebut.  "Itu yang pertama. Maka dengan itu batal," kata Alamsyah.

photo
Layar menampilkan suasana sidang perdana kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Jakarta, Selasa (16/3/2021). - (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Kemudian, Pasal 160 KUHP merupakan delik pidana umum yang tidak bisa disatukan dengan delik pidana khusus. "Unsur yang ada berbeda, ancaman hukuman berbeda. Jadi tidak mungkin ditambahkan," kata dia.

Munarman menambahkan, Pasal 160 KUHP tidak bisa diterapkan kepada pelanggaran protokol kesehatan. Terlebih, HRS telah membayar denda. "Jadi kalau ini tetap diproses, ini non bis in idem (hukuman ganda) namanya," kata dia.

Lebih jauh Munarman menyebut, Pasal 160 KUHP adalah pasal yang seharusnya diterapkan kepada peristiwa kejahatan. Hal itu berbeda dengan pelanggar protokol kesehatan yang bernada pelanggaran. "Pelanggaran bukan kejahatan. Jadi kita tolak," kata dia.

Munarman menegaskan, ada banyak tambahan pasal yang diselundupkan pada saat membuat surat dakwaan terhadap HRS. Contohnya, kata dia, pasal UU Ormas, dan ancaman hukuman untuk menghapus hak politik HRS. "Maka kita pastikan perkara ini adalah perkara politik sesungguhnya," ungkap dia.

Di balik tambahan kasus itu, dia juga menduga ada motif tertentu untuk membungkam HRS. "Itu poin-poinnya. Dan sebetulnya, eksepsi sudah kita sebar sejak kemarin," kata dia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat