Layar menampilkan suasana sidang perdana kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Jakarta, Selasa (16/3/2021). | ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Nasional

Pakar: HRS Harus Dihadirkan di Pengadilan

Komisi Yudisial mengatakan majelis hakim berwenang menentukan sidang HRS secara virtual.

JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Fahri Bachmid menilai persidangan kasus Habib Rizieq Shihab (HRS) wajib digelar secara langsung dan tatap muka. Menurut dia, persidangan virtual yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak memiliki basis legal konstitusional sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Dia mengatakan, persidangan elektronik untuk perkara pidana secara teknis yuridis mengalami kendala hukum. Undang-Undang Nomor 8 Tahun tentang KUHAP tidak mengatur pranata persidangan seperti itu. "Oleh karena paradigma hukum yang diatur dalam KUHAP hanya mengatur terdakwa, saksi serta ahli yang dinyatakan dalam sidang untuk hadir secara langsung," kata Fahri dalam keterangan, Ahad (21/3).

Fahri menjelaskan, persidangan tatap muka dapat merujuk pada ketentuan Pasal 154, 159 dan 196 KUHAP. Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga mengatur persidangan dihadiri tiga orang hakim dibantu panitera serta mewajibkan penuntut umum dan terdakwa hadir.

photo
Simpatisan Rizieq Shihab memadati area Pengadilan Negeri Jakarta Timur saat sidang lanjutan kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Rizieq Shihab di PN Jakarta Timur, Jumat (19/3/2021). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan terhadap Rizieq Shihab atas kasus pelanggaran protokol kesehatan.  - (Republika/Thoudy Badai)

Kehadiran secara fisik terdakwa dan saksi di ruang sidang pengadilan, kata Fahri, juga diatur dalam ketentuan Pasal 185 ayat (1) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, norma Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Hal itu, kata dia, menjadi basis legal-konstitusional atas pengaturan pola dan mekanisme persidangan. "Ini merupakan problem yang sangat elementer dan tidak bisa direduksi oleh beleid di bawahnya semisal PERMA ataupun SEMA," kata dia.

Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata pada Jumat (19/3) mengatakan, majelis hakim memiliki kewenangan untuk menentukan sidang dilaksanakan secara virtual. Hal itu telah diatur dalam PERMA Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Pidana Secara Elektronik yang ditandatangani Ketua Mahkamah Agung (MA).

"Harus dipahami bahwa hakim adalah pemimpin dalam persidangan. Hakim mempunyai kewenangan penuh dengan mengambil sikap memanggil HRS untuk dihadirkan pada sidang virtual, walaupun hal tersebut juga dibatasi oleh hukum acara atau hukum formil," ujar Mukti lewat siaran persnya, Jumat (19/3). Mukti mengaku akan terus mengikuti perkembangan sidang tersebut.

Sidang Habib Rizieq telah digelar dua kali, yaitu Selasa (16/3) dan Jumat (19/3). Namun, kedua sidang tersebut menjadi polemik karena HRS meminta dihadirkan secara langsung di ruang persidangan. Dalam persidangan pada Jumat (19/3), HRS mengaku dipaksa mengikuti sidang virtual yang sejak awal dia tolak.

"Saya didorong, saya tidak mau hadir sampaikan pada Majelis Hakim, saya tidak ridha dunia akhirat, saya dipaksa, saya dihinakan," kata HRS di ruang sidang Bareskrim pada Jumat (19/3).

Di hari yang sama, pengacara HRS tidak diperkenankan masuk ke PN Jakarta Timur oleh personel kepolisian yang berjaga di depan gerbang. Humas PN Jakarta Timur Alex Adam Faisal mengatakan, Majelis Hakim memang membatasi jumlah tim kuasa hukum Habib Rizieq hanya enam perwakilan. Namun, kata dia, tim kuasa hukum tetap bersikeras hadir seluruhnya.

HRS didakwa dalam tiga kasus sekaligus: terkait kerumunan massa saat pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat; kerumunan massa Maulid Nabi di Megamendung, Bogor; dan kasus HRS melakukan tes usap Covid di RS Ummi Bogor.

Sidang itu tetap dilanjutkan dengan JPU membacakan dakwaannya. Jaksa Teguh Suhendro membeberkan sejumlah bukti ajakan HRS kepada masyarakat untuk menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putrinya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat