Demonstran melempar batu ke arah polisi dalam aksi protes menentang kudeta militer, di Hlaingthaya, pinggiran Kota Yangon, Myanmar, Ahad (14/3/2021). EPA-EFE/STRINGER | EPA

Kabar Utama

Pemerintah Sipil Myanmar Siapkan Perlawanan

Pejabat pemerintah sipil Myanmar mulai menampakkan diri ke publik setelah lama bersembunyi pascakudeta.

 

 

YANGON -- Myanmar kian menuju ke dalam perang sipil. Ini menyusul pejabat pemerintah sipil Myanmar yang mulai menampakkan diri ke publik setelah lama bersembunyi pascakudeta.

Wakil Presiden Pemerintah Sipil Myanmar Mahn Win Khaing Than pada Sabtu (13/3) berpidato melalui media sosial Facebook dan bersumpah menggelar 'revolusi' untuk menggulingkan junta militer. 

Khaing Than ditunjuk sebagai wakil presiden oleh para anggota parlemen yang sudah digulingkan junta militer, yaitu Committee for Representing Pyidaungsu Hluttaw (CRPH), pada pekan lalu. Khaing Than kini sedang dalam pelarian bersama petinggi-petinggi partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi, National League for Democracy Party (NDL), yang memenangkan pemilihan umum pada November lalu. 

"Ini masa tergelap dalam sejarah bangsa dan fajar akan segera tiba," kata Mahn Win Khaing Than.

Pidato itu ia sampaikan pada hari yang sama ketika ada belasan demonstran yang tewas dalam aksi unjuk rasa menentang kudeta. Saksi mata dan media setempat, Myanmar Now dan BBC Burmese, mengatakan, ada sedikitnya 12 pengunjuk rasa yang tewas pada Sabtu (13/4). 

Kejadian itu disebut merupakan salah satu hari paling berdarah sejak militer merebut kekuasaan dengan paksa dan menahan sebagian besar pemimpin pemerintah sipil. Stasiun televisi yang dikelola junta militer MRTV menyebut para pengunjuk rasa sebagai 'penjahat'. 

Khaing Than dan CRPH yang menunjukknya sebagai wakil presiden telah mengumumkan niat untuk membentuk pemerintah demokrasi federal. Para pemimpin pun telah bertemu dengan perwakilan organisasi etnis bersenjata terbesar di Myanmar yang telah menguasai sebagian besar wilayah negara itu. Beberapa di antaranya disebut menjanjikan dukungan.

"Untuk membentuk demokrasi federal, semua etnis bersaudara yang telah menderita berbagai penindasan dari diktaktor selama puluhan tahun, benar-benar ingin melakukan revolusi yang menjadi kesempatan untuk menyatukan usaha kami," kata Khaing Than.

Pidatonya disambut baik oleh ribuan komentar dari banyak orang yang mengikutinya di Facebook. "Maju terus , Anda harapan kami, kami semua bersama Anda," kata salah satu pengguna Facebook, Ko Shan.

Junta militer yang tidak dapat dimintai komentar sudah menyatakan CRPH sebagai lembaga ilegal. Mereka mengatakan, siapa pun yang terlibat dengannya dapat didakwa pasal pengkhianatan yang hukuman maksimalnya berupa hukuman mati. Sementara, CRPH telah mendeklarasikan junta militer sebagai 'organisasi teroris'.

"(CRPH) akan berusaha membuat undang-undang yang diperlukan sehingga rakyat memiliki hak untuk membela diri mereka sendiri dan pemerintah publik akan ditangani oleh tim administrasi rakyat sementara," kata Khaing Than.

Gerakan pembangkangan sipil yang dimulai pegawai negeri disusul dokter dan guru telah melumpuhkan perekonomian Myanmar. Sebagian besar kerja pemerintahan kini berada di tangan militer. 

Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar mencatat, lebih dari 80 orang tewas dalam gelombang aksi demonstrasi terhadap kudeta militer di seluruh kota Myanmar. Sedikitnya, 13 orang meninggal pada Sabtu (13/3) yang termasuk hari paling berdarah sejak kudeta.

Saksi mata membeberkan lima orang ditembak mati dan beberapa lainnya mengalami cedera ketika aparat kepolisian melepaskan tembakan di Mandalay. Dua orang juga dilaporkan tewas di pusat kota Pyay, sementara dua orang lagi tewas ditembak polisi di ibu kota komersial Yangon, serta tiga orang dilaporkan tewas di Yangon pada Sabtu malam.

"Mereka bertingkah seperti berada di zona perang dengan orang-orang tak bersenjata," kata aktivis yang berbasis di Mandalay, Myat Thu. Dia mengatakan, korban tewas termasuk seorang anak berusia 13 tahun.

photo
Pengunjuk rasa dan warga berbaur saat memblokade jalan setelah polisi mengambil alih jalan di dekat jembatan BayintNaung yang menghubungkan ke Hlaingthaya, wilayah di pinggiran Yangon, Myanmar, Ahad (14/2/2021). EPA-EFE/STRINGER - (EPA)

Pengunjuk rasa lainnya, Si Thu Tun, mengatakan, dia melihat dua orang ditembak, termasuk seorang biksu Buddha. "Salah satunya, terkena di tulang kemaluan, satu lagi ditembak hingga tewas," katanya.

Laman The Irrawaddy menuliskan, di antara mereka yang terluka akibat kekerasan aparat adalah seorang penduduk Daw Pyone yang ditembak di kepala karena memberikan perlindungan kepada pengunjuk rasa muda yang berusaha bersembunyi dari petugas keamanan.

Tentara dan polisi menyeret tubuhnya yang terluka menjauh dari rumahnya setelah mereka menembaknya. Pihak keluarga belum bisa memastikan kondisinya hingga kini.

Di Kotapraja Chauk di wilayah Magway, seorang pria dilaporkan ditembak mati ketika tentara dan polisi menembaki pengunjuk rasa antikudeta pada Sabtu sore. Sedikitnya, 13 pengunjuk rasa ditangkap. Beberapa penangkapan lainnya juga dilaporkan di Yangon's Thingangyun, Mandalay's Mogok, dan Shan State's Aung Pan. Sudah lebih dari 2.100 orang ditangkap aparat terkait protes di seluruh Myanmar.

Sementara, di wilayah Yangon, Mandalay, Magway, dan Sagaing telah mengalami jumlah kematian tertinggi akibat kekerasan aparat. Banyak dari mereka yang terbunuh adalah pelajar berusia akhir belasan tahun yang ditembak di kepala.

Terlepas dari pembantaian terkait protes, pasukan keamanan rezim telah melakukan pembunuhan di luar hukum, penangkapan sewenang-wenang dalam penggerebekan larut malam, dan amukan. Dua anggota Partai Liga Nasional untuk Demokrasi di Yangon telah meninggal dunia pada bulan ini selama penahanan militer.

photo
Sejumlah aktivis Indonesia di luar gedung Sekretariat ASEAN membawa poster dukungan bagi rakyat Myanmar dalam aksi protes melawan junta militer yang telah melakukan kudeta, di Jakarta, Jumat (12/3). - (EPA-EFE/Bagus Indahono)

Memanasnya gelombang protes di Myanmar masih tidak ditanggapi junta dalam permintaan pernyataan resmi dari media-media internasional dan lokal. Siaran berita malam MRTV malah menyebut para pengunjuk rasa sebagai penjahat, tetapi tidak memerinci lebih lanjut.

Aksi protes pada Sabtu (13/3) meletus setelah poster-poster menyebar di media sosial yang mendesak orang-orang untuk memperingati kematian Phone Maw. Dia ditembak dan dibunuh oleh aparat keamanan pada 1988 di dalam tempat yang kemudian dikenal sebagai kampus Institut Teknologi Rangoon.

Penembakannya serta penembakan terhadap siswa lain yang meninggal beberapa pekan kemudian memicu protes luas terhadap pemerintah militer yang dikenal sebagai kampanye 8-8-88 karena mencapai puncaknya pada Agustus tahun itu. Diperkirakan 3.000 orang tewas ketika tentara menumpas pemberontakan.

Pemimpin sipil Aung San Suu Kyi muncul sebagai ikon demokrasi selama gerakan dan ditahan di rumah selama hampir dua dekade. Dia dibebaskan pada 2010 saat militer memulai reformasi demokrasi. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi kemudian memenangkan pemilihan pada 2015 dan sekali lagi pada November 2020. Namun, pada pemilu November, NLD dituding curang oleh militer yang berujung kudeta. Militer juga menahan Suu Kyi dan banyak rekan kabinetnya.

Minta dukungan 

Duta Besar Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kyaw Moe Tun, mendesak masyarakat internasional untuk meningkatkan tekanan pada rezim militer. Dia juga bersumpah untuk terus melawan cengkeraman junta militer sekuat mungkin. 

Dalam wawancara dengan Channel News Asia di New York, Jumat (12/3) lalu, Moe Tun awalnya mengapresiasi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang telah mengeluarkan pernyataan presiden untuk mengutuk kekerasan terhadap pendemo di Myanmar. Pernyataan yang dikeluarkan pada Rabu lalu disetujui dengan suara bulat oleh seluruh 15 anggota DK.

"Pada saat yang sama unsur-unsur yang terkandung dalam pernyataan presiden tidak sesuai dengan harapan kami. Jadi, kami sangat ingin mendapat pernyataan dan tindakan yang lebih kuat dari dewan keamanan. Itulah yang sangat diinginkan oleh rakyat Myanmar. Kami membutuhkan perlindungan dari komunitas internasional," ujarnya menambahkan.

 
Itulah yang sangat diinginkan oleh rakyat Myanmar. Kami membutuhkan perlindungan dari komunitas internasional.
KYAW MOE TUN, Dubes Myanmar untuk PBB
 

Pernyataan presiden merupakan satu langkah di bawah resolusi, tapi menjadi bagian dari catatan resmi dewan keamanan. Moe Tun mengatakan, kaum muda adalah masa depan Myanmar dan perlu dilindungi. "Jika kami tidak bisa melakukannya sendiri, kami perlu mendapatkan bantuan dari komunitas internasional," katanya.

Kendati demikian, Moe Tun mengatakan, dia menghormati posisi berbeda dari negara anggota PBB dan anggota dewan keamanan. Jika tidak ada resolusi dari dewan keamanan, kata dia, salah satu alternatifnya adalah membentuk koalisi negara-negara yang berpikiran sama untuk memotong aliran keuangan ke militer Myanmar.

Hal ini, menurutnya, akan membantu menempatkan junta dalam posisi yang sulit. "Harus ada alat lain untuk menekan rezim militer, mengembalikan kekuasaan negara kepada rakyat Myanmar," katanya.

 
Harus ada alat lain untuk menekan rezim militer, mengembalikan kekuasaan negara kepada rakyat Myanmar.
 
 

Pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar, Thomas Andrews telah mengusulkan agar koalisi negara dapat bekerja sama untuk menghentikan aliran keuangan ke kas junta. Moe Tun pun menilai bahwa langkah-langkah untuk memberikan tekanan finansial pada junta harus tepat sasaran.

"Tolong buat efek limpahan seminimal mungkin pada orang-orang Myanmar. Itulah intinya. Ini sangat penting bagi negara," ujarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat